Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Platonic Love, Tentang Mencintai Itu Tak Harus Selalu Memiliki

7 Februari 2021   16:03 Diperbarui: 7 Februari 2021   16:48 1822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan asal-usulnya, penamaan "platonis" ini sendiri adalah berdasar pada Plato sebagai orang pertama yang mengenalkan mengenai jenis cinta ini. Cinta platonis ini sendiri adalah penggambaran dari rasa cinta yang dimiliki Plato terhadap Socrates, guru yang sangat dicintainya. Bahkan, Plato merasakan kesedihan yang begitu mendalam ketika mengetahui Socrates mendapatkan hukuman mati. 

Istilah cinta platonis ini tersimpan dalam karya Plato yang berjudul 'Symposium' dimana ia juga mengaitkan mengenai hal tersebut dengan teori lainnya yang bersumber dari pemikirannya yaitu 'Idea'. 

Menurut Plato, Idea ini adalah segala konsep ideal itu hanya terdapat dan bersumber pada angan-angan belaka. Dan, hal ini ia samakan dengan cinta dimana cinta yang sempurna menurut Plato hanyalah ada ketika itu berada dalam diri manusia. Maksudnya, mencintai jiwa seseorang itu lebih eksis daripada mencintai yang diikuti oleh orientasi seksual untuk memiliki atau mencintai raga. 

Definisi mengenai cinta platonis kemudian disederhanakan oleh beberapa orang yaitu perasaan cinta yang dipenuhi dengan cinta kasih sayang namun tidak diikuti oleh hasrat seksual.

Dengan adanya definisi tersebut semakin menguatkan bahwa cinta yang sempurna adalah perasaan mencintai dalam diam. Perasaan cinta tidak harus selalu diungkapkan dengan kata-kata ataupun sentuhan. Terdapat istilah yang terkenal mengenai cinta dalam diam ini, yaitu bernama Armor Platonicus yang pada abad ke-15 dipakai oleh Marsillo Ficino. Istilah ini merujuk pada perasaan sayang Socrates terhadap murid-muridnya dan salah satunya adalah Plato. Nah, dari sini kemudian terciptalah dasar teori cinta platonis yang kita kenal hingga sekarang.

Kita ketahui bersama bahwasanya Plato merupakan salah satu filsuf yang cukup tersohor dengan berbagai macam hasil pemikirannya. Ia berasal dari Yunani. Seperti apa yang telah aku ungkap diawal mengenai beberapa hasil pemikiran dari Plato yaitu salah duanya adalah mengenai Idea yang membahas tentang keindahan serta Platonic Love atau cinta platonis ini juga yang membahas perkara cinta. Segala hasil pemikiran Plato ini banyak sekali terpengaruh oleh pemikiran dari Socrates, gurunya. 

Plato mengungkapkan bahwa cinta platonis yang paling sempurna adalah cintanya terhadap gurunya. Hingga kalau kita teliti lebih dalam, setiap karya yang dihasilkan oleh Plato mengandung unsur Sokratik saking besarnya pengaruh yang diberikan Socrates dalam kehidupan Plato.

Oleh karena itu kemudian cinta platonis ini sendiri menjadi lebih luas dalam hal sasarannya. Ia merupakan cinta yang tidak hanya sering disasarkan pada dua orang manusia lawan jenis yang memiliki ketertarikan antar satu sama lain. Pada cinta platonis, ia bisa saja merupakan rasa cinta seperti yang dirasakan Plato terhadap Socrates yaitu gurunya, rasa cinta orangtua terhadap anak mereka begitupun sebaliknya, atau bahkan seperti rasa Seojun terhadap Jugyeong yang pada endingnya tidak lagi didasarkan pada rasa untuk dibalas rasa cintanya atau bahkan harus memiliki sosok orang yang dicintainya.

Istilah cinta platonis ini sebenarnya akrab kita temui dalam kehidupan sehari-hari hanya saja memang istilahnya masih sering kita belum mengetahuinya. Jujur saja, siapa nih dari kamu yang baru mengetahui mengenai hal ini dan ternyata kalau mengingat-ingat tengah terjebak dalam salah satu jenis mencintai ini? atau bahkan pernah mengalaminya dalam kehidupanmu? Iya, sebagai seorang manusia sudah tentu saja setidaknya pernah satu kali merasakan atau terjebak dalam jenis cinta ini.

Dengan adanya pemikiran cinta platonis ini bisa menjadi dasar terhadap orang-orang yang berpikiran bahwa mencintai itu berarti harus selalu memiliki. Setiap orang yang mencintai perlu belajar menjadi Seojun atau tokoh-tokoh yang dalam cerita di film, drama atau novel berperan sebagai second lead. Yang lekat dalam setiap cerita yang diperankan oleh karakter second lead adalah ketika tahap mencintai mereka sudah sampai di titik yaitu mengikhlaskan dan beranggapan bahwa melihat orang yang dicintainya bahagia sudah cukup untuk membuatnya bahagia meskipun ia sendiri tidak dapat memiliki rasa cinta dari orang yang dicintainya tersebut.

Melalui cinta platonis pula seharusnya dapat mengembalikan kesempurnaan dari definisi mencintai yang seharusnya pula. Lagi-lagi sama dengan cinta platonis pada kasus Seojun dan Jugyeong dimana Seojun mencintai Jugyeong adalah dikarenakan kepribadian Jugyeong. Ia mencintai jiwa bukan raga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun