Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"Seasonal Affective Disorder", Ketika Musim Hujan Jadi Biang Penyakit Mental

5 Januari 2021   08:18 Diperbarui: 13 Januari 2021   12:50 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi merasa sedih ketika hujan. (sumber: pxiabay.com/Alexas_Fotos)

"Sunlight goes down, Sadness goes up"

Ketika hujan turun, selalu ada dua tipe manusia di muka bumi ini. Yang pertama, tentu saja bahagia. Betapa tidak, sudah tak asing lagi dikenal bahwasanya hujan itu adalah berkah. 

Dengan turunnya, tumbuhan serta makhluk hidup di bumi menjadi lebih sejahtera. Mendapat pasokan air, suhu yang awalnya panas menjadi lebih dingin, makanan sekawanan bakso menjadi lebih laris karena dikunjungi oleh orang yang barangkali sembari berteduh sedang mencari kehangatan dan bagi seorang pluviophile atau pecinta hujan sepertiku, hujan menjadi salah satu pemicu ide-ide berkeliaran di otakku. 

Salah satunya, adalah ketika tahu bahwa tema dari marathon blog competition hari ini adalah tentang hujan. Tentu saja aku merasa tertantang untuk mengambil perspektif berbeda mengenai hujan. Tak selalu tentang suatu yang puitis dan romantis.

Well, kembali ke pembahasan sebelumnya. Aku ingin bertanya, apakah ia hujan selalu membawa kebahagiaan? Ternyata, tak selalu. Bisa saja hujan justru malah menjadi biang kesedihan bagi banyak orang dengan tipe manusia kedua dalam menanggapi huja . 

Kalau tidak percaya, coba saja tanyakan pada orang-orang yang barangkali setiap musim penghujan seperti sekarang rumahnya rawan banjir, atau orang-orang yang rumahnya tertimpa longsor karena hujan yang turun deras dan menimbulkan masalah, atau pada para pedagang es yang penghasilannya berkurang ketika musim hujan tiba. 

Sekali lagi, memang hujan menimbulkan dua efek tergantung pada bagaimana manusia menanggapinya. 

Itu tadi efek dari hujan yang bisa kita lihat dengan kasat mata, namun ternyata hujan pun bisa mempengaruhi kondisi psikologis atau kesehatan mental seseorang. 

Hal ini kemudian yang hendak aku bagikan, yaitu mengenai salah satu gangguan dimana dipengaruhi oleh kondisi musim dimana matahari lebih jarang terlihat. 

So, untuk kamu yang penasaran bisa membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.

Sebenarnya gangguan atau penyakit mental ini lebih banyak terjadi pada orang-orang yang hidup di negara yang memiliki empat musim. Aku ingat ada sebuah kasus yang dulu sempat menggemparkan dunia yaitu terkait kematian salah satu personil dari Boygroup Shinee yaitu Jonghyun. 

Dilansir dari beberapa media yang mengatakan bahwa Jonghyun melakukan bunuh diri karena depresi dan dia sendiri mengidap SAD atau yang lebih dikenal sebagai Seasonal Affective Disorder. 

Salah satu media yang sempat mewawancarainya adalah Blue Light Radio pada tahun 2016 dulu dan hal ini dikonfirmasi oleh Jonghyun sendiri. Ia mengamini, ia adalah pengidap SAD.

Menurut Klikdokter.com, Seasonal Effective Disorder (SAD) merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan episodik depresi yang terjadi secara musiman dan berulang. Selain depresi, SAD juga dapat menjadi penggambaran atas keluhan afektif lain seperti halnya mania atau hipomania yang biasanya terjadi musiman.

Sama dengan berbagai gangguan kesehatan mental yang lain, pada kasus SAD sendiri belum diketahui apa latarbelakang utama yang mendasari terjadinya gangguan mental ini pada seseorang. 

Namun, biasanya tentu saja yang memengaruhi adalah faktor kondisi genetik, psikologis, atau lingkungan.

Pada negara yang beriklim tropis seperti di Eropa dan beberapa negara Asia, orang-orang yang mengalami Seasonal Affective Disorder akan merasakan gejala yang bervariasi pula dari mulai gejala ringan hingga berat. 

Biasanya dimulai dengan merasa sedih atau depresi, hilangnya energi semangat atau energi terhadap sesuatu yang semulanya begitu disukai, perubahan pola tidur, pola makan, sulit berkonsentrasi, selalu merasa gelisah dan bersalah dan gejala yang paling fatal yang barangkali seperti apa yang terjadi pada kasus Jonghyun Shinee tadi adalah sering mulai terpikir tentang kematian dan melakukan percobaan untuk bunuh diri. 

Sumber: Trustedcare.uk
Sumber: Trustedcare.uk
Apabila dilihat dari kacamata medis sendiri, SAD ini memengaruhi ritme dari sirkadian manusia dimana, dengan adanya pengaruh yang menyimpang tersebut produksi hormon melatonin dalam tubuh juga terganggu. Nah, hormon ini kemudian yang mengambil peran dalam perubahan mood serta pola tidur seseorang.

Selain itu, salah satu hal yang juga ikut berkontribusi dalam menyebabkan SAD yaitu variasi genetik. Menurut penelitian yang pernah dilakukan, sempat ditemukan perbedaan genetik pada penderita SAD dengan yang tidak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan pada manusia dengan gen 5-HTTLPR dan gen 5-HT2A. 

Dari sini kita dapat melihat bahwa sebenarnya perubahan musim dimana matahari lebih jarang bersinar atau nampak sebenarnya juga memiliki dampak psikologis yang cukup berat pada orang-orang tertentu terutama bagi mereka yang memang seorang pengidap SAD ini. 

Bayangkan saja, hal ini terjadi musiman, betapa tersiksanya kehidupan mereka ketika musim tersebut mulai datang. 

Aktivitas dan perasaan yang semula normal menjadi berantakan dan tidak karuan hanya disebabkan oleh faktor jiwa yang mereka sendiri pula seringkali tidak tahu alasan pasti mengapa mereka mengalami perasaan tersebut.

Lantas, bagaimana dengan negara beriklim tropis seperti Indonesia? Apakah ada kemungkinan ada manusia yang juga mengalami Seasonal Affective Disorder?

Tentu saja. Meskipun angka pasti penderitanya belum diketahui dan kasus ini sebenarnya sangat jarang terjadi di negara dengan iklim tropis seperti Indonesia.

Namun, dikonfirmasi oleh beberapa dokter jiwa yang aku sendiri coba cari seperti dr. Jiemy Andrian dan dr. Andri Psikosomatik yang mengonfirmasi bahwa mereka pernah menangani pasien yang mengalami gangguan ini di Indonesia dan hal ini terjadi pada musim penghujan.

Kondisi musim hujan yang cukup ekstrim bukan tidak mungkin memang menjadi salah satu penyebab bagi sebagian orang untuk mengalami depresi dan gejala dari SAD ini sendiri. 

Hujan yang biasanya menjadi pembawa kebahagiaan, bagi sebagian orang justru menjadi biang kesedihan dan penderitaan. 

Terlebih lagi, seperti apa yang berulang kali aku sebutkan di berbagai tulisanku yang membahas mengenai kesehatan mental pada tulisan sebelumnya dimana disana aku menuliskan bahwa perihal keadaan gangguan kesehatan mental ini tidak dapat sembuh dengan instan dan ditangani oleh sembarang orang.

Eh, tapi bagaimana kalau kasusku seperti Lail di Novel "Hujan" karya Tere Liye yang ketika hujan turun selalu mengingatkan akan kesedihan? Masa iya aku mengalami SAD?

Barangkali benar bahwa salah satu gejala yang dialami oleh seseorang yang mengalami SAD adalah merasakan depresi ketika hujan. Tetapi, pembedanya dengan galau biasa karena hujan dengan SAD yang terjadi pada orang-orang di negara dengan iklim tropis yang mengalami depresi adalah pada intensitas depresi dan kesedihan yang terjadi. Serta, gejala lain yang mengikuti. 

Kalau ketika hujan kamu merasa galau karena ingat mantan sebab pernah memiliki kenangan pahit atasnya, itu mah paling cuma galau biasa. Dibawa makan bakso atau beraktivitas menyenangkan lain kesedihanmu dapat teralihkan. Namun, pada orang yang menderita SAD tidak sesimpel itu. 

Kembali aku mention, masalah penanganan gangguan kesehatan mental tidak sesederhana itu.

Adapun hal yang biasanya dilakukan oleh para profesional ketika menangani orang dengan gangguan SAD ini adalah dengan konseling serta terapi yang berkelanjutan. 

Terdapat penanganan khusus yang tidak dapat diselesaikan oleh sembarang orang dan membutuhkan waktu yang singkat. Itulah mengapa, penting sekali bagi kita untuk menjaga kondisi psikologis serta lingkungan kita selalu berada dalam keadaan positif. Dari mental yang sehat kemudian dapat menciptakan kondisi diri yang juga sehat. 

Dari sini maka tidak akan menjadi masalah mau itu musim kemarau, penghujan, panas, dingin, gugur, semi, atau musim lain dapat mengganggu kondisi psikologis kita sendiri.

Di akhir tulisan ini, aku sekedar ingin kembali mengingatkan bahwa kesehatan mental kamu itu begitu berharga. Maka, rawat dan jaga ia sebagaimana seharusnya sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang Tuhan titipkan kepadamu. Tetaplah sehat, dan semoga tulisan ini bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun