Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sebuah Curhat Malam: Ketika Berbuat Baik Tidak Berbuah Baik

27 Desember 2020   19:34 Diperbarui: 27 Desember 2020   22:19 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang membuat perasaanku teriris adalah, karena ujaran-ujaran, kalimat-kalimat, dan kata-kata yang tidak mengenakkan tadi disampaikan bukan oleh orang lain, tetapi oleh teman-teman yang sudah hampir 3 tahun duduk bersama di bangku perkuliahan yang aku sadari sendiri sudah sebisa mungkin seringkali aku bantu semampuku ketika mereka membutuhkan. 

Hal ini yang kemudian menguatkan pemahamanku bahwa ternyata benar, ketika kita mendewasa, seseorang yang kita anggap sebagai seorang teman, tidak sepenuhnya memposisikan diri sebagai seorang teman.

Catatan yang ingin aku sampaikan adalah, kita sebagai seorang manusia perlu untuk selalu berpikir, memposisikan diri menjadi orang yang akan kita ajak berbicara apabila kita hendak berbicara.

 Menjadi orang yang akan kita bantu ketika kita hendak membantu. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Kita harus memposisikan diri berada di posisi yang sebaliknya, agar apa? Agar tidak ada hati dan semangat yang patah serta tersakiti karena ucapan atau perilaku kita yang sangat tidak baik-baik saja. Standar baik atau tidak adalah, ketika mereka yang berada di posisi sebaliknya tadi dapat menerima.

Ingat, seorang altruis, orang yang seringkali mengedepankan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri tadi juga telah merelakan dan mengorbankan banyak hal yang barangkali kita tidak mengetahuinya. Bisa saja waktu, pikiran, atau bahkan materi hanya karena ingin membuat kita dimudahkan.

Altruis, lawannya adalah egois. Dan egois ini sendiri adalah salah satu ciri yang melekat pada seorang toxic person. Merasa dirinya benar sendiri, merasa tidak apa-apa dengan cara yang ia lakukan meskipun itu menyakiti orang-orang disekitarnya, jangan begitu lah. Hampir saja aku hilang semangat menulis hanya karena ucapan beberapa kata-kata toxic yang disampaikan atasku tadi. 

Seharian ini aku berpikir, merefleksikan diri. Pada nyatanya, dengan menulis pula aku bisa meluapkan apa yang aku rasakan ketika tidak ada orang yang bisa dan mau mendengarkan.
Sekali lagi, kalau kamu berada pada posisi yang sama sepertiku. Diremeh atas suatu hal yang tidak benar-benar kamu lakukan. Cukup ber-bodoamat-lah saja. 

Sayang sekali apabila semangat yang hari demi hari kamu bangun menjadi patah hanya karena ocehan mereka-mereka yang dekat dan mengetahui tentangmu saja tidak. Seperti kata pepatah,

 "Hanya pohon yang berbuah yang dilempari batu." Yap, jadilah pohon yang berbuah itu. Intinya, jangan sampai racun itu mempengaruhi kesehatan mentalmu. 

Your mental health is precious dear. Kedepannya, aku pun sudah bertekad akan menjadi asertif saja, aku sudah terlalu lelah untuk membantu mereka yang hobinya membuat semangat orang lain patah. Hal ini bukan berarti aku menaruh rasa tidak suka dan lain-lainnya.

Aku selalu dinasehati oleh Bapak bahwa ketika ada orang yang berlaku tidak baik kepadamu, jangan benci orangnya, tetapi benci saja sikapnya. Hal ini akan menjadi sebuah pelajaran kepadanya untuk merubah sifat racun yang ada pada dalam dirinya. Karena apa? Menghargai sesama itu adalah hal basic yang perlu untuk dimiliki oleh seorang manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun