Anak adalah karunia, titipan yang Allah beri untuk sebuah keluarga untuk disadari bahwa ia berharga
Kalimat pembuka ini masih aku ingat terhitung setelah 2 tahun aku pertama kali mendengarnya. Kalimat ini keluar dari mulut seorang ibu yang dikarunia dua orang anak berkebutuhan khusus dalam keluarganya.Â
Saat itu, aku sedang melakukan sebuah program relawan di salah satu Sekolah Luar Biasa di Kota Malang. Karena pada dasarnya aku yang jarang sekali bertemu dengan anak berkebutuhan khusus, sekalinya aku bertemu, tentu saja aku kaget.
Aku menganggap, orangtua yang dititipi oleh Allah, anak dengan kebutuhan khusus di dalam rumahnya, adalah manusia-manusia pilihan yang hendak diberikan kesempatan untuk menuai pahala setiap harinya. Bagaimana bisa?Â
Ya bayangkan saja, merawat anak yang dalam tanda kutip 'normal' saja pahalanya sebegitu banyaknya, apalagi dengan anak-anak yang 'berkebutuhan khusus' yang dalam merawat dan mendidiknya membutuhkan mental dan kesabaran orangtua yang luar biasa.
Selama 2 pekan masa program itu, aku belajar banyak dari mendidik dan berhadapan langsung dengan anak berkebutuhan khusus.Â
Dari mulai memahami mood, gerak-gerik, pola komunikasi yang cocok, hingga cara menenangkannya apabila ia berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.Â
Dari yang aku ketahui sendiri, sebagaimana namanya, anak berkebutuhan khusus sendiri sebenarnya tak ada bedanya dengan anak normal pada umumnya.Â
Mereka sama-sama merupakan anak-anak yang memiliki karakter laiknya anak-anak lain yang seumuran dengannya. Hanya saja memang, dalam beberapa aspek, ia memiliki penanganan khusus dan perlu untuk disesuaikan dengan kebutuhan yang ia butuhkan.
Dalam mengidentifikasi anak apakah ia memiliki kebutuhan khusus atau tidak, biasanya dapat diidentifikasi sejak dini. Pola yang dilakukan adalah melihat dari kebiasaan yang dilakukan oleh anak, perkembangan yang seharusnya dicapai oleh anak di usianya, atau pada hal-hal yang nampak berbeda dan terjadi pada anak.Â