Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Dopamine Detox, Cara Ampuh Melepaskan Otak dari Kebahagiaan Semu

2 November 2020   04:00 Diperbarui: 3 November 2020   21:01 2437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena, coba deh diingat-ingat pertama kali kita kenal sesuatu tentang Korea dari mana? Biasanya dari video atau musik yang didengar. Dan, darimana kita bisa mengetahui banyak hal tentang budayanya? Iya, dari berbagai media, di internet. Dari internet, kita jadi tahu tentang Korea dan menjadi candu padanya, sepakat?

Well, setiap hari kita membanjiri otak kita dengan dopamine. Dengan bermain game, bersosial media, browsing tanpa tujuan yang jelas, streaming YouTube menonton Idol atau drama kesayangan, dan masih banyak lagi yang lainnya. 

Dopamine adalah hormon yang bertanggungjawab atas sensasi senang yang dirasakan oleh otak, bersama dengan endorphine, serotonine, dan oksitosine. Dopamine ini juga dijuluki sebagai "happy hormone" atau hormon kebahagiaan. Dopamine juga berkaitan erat dengan motivasi dan hasrat untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Saat kita merasa bahagia, otak kita dibanjiri oleh dopamine.

Dua jam nonton drama tak terasa lama, tapi belajar sepuluh menit langsung sakit kepala. Nyadar gak sih? Kalau sebenarnya hanya lewat sentuhan jari terkadang kita melakukan escapisme alias lari dari kenyataan. Dan hal mengenai Korea, aku jadikan contoh saja. Karena sebenarnya bahasan tulisanku ya tentang Dopamine detox tadi bukan tentang Korea-Koreaan. Aku mengambil ia sebagai contoh, karena bersumber dari yang sebelumnya aku rasakan.

Coba deh dibayangkan, bagaimana apabila teknologi internet digunakan dengan cara yang salah? Tentu saja dampaknya tidak hanya menghabiskan waktu kita secara percuma, namun juga dapat merusak otak dan menghancurkan hidup kita. 

Kita akan menjadi pemalas luar biasa, tidak fokus, tak pandai bersyukur, sibuk dengan hal yang tidak penting, juga tak lagi bahagia. Kita menjadi pecandu, kita hidup padahal sudah mati. Kita menjadi sering 'halu' ke hal-hal yang sebenarnya semu.

Coba deh diingat, bagaimana sih biasanya perasaan bahagia itu muncul? Sebut saja contohnya kita yang mendapatkan nilai A setelah belajar satu semester perkuliahan akan merasakan bahagia. Kita yang naik jabatan setelah bekerja bertahun-tahun akan merasakan bahagia. 

Butuh proses untuk mendapat kebahagiaan bukan? Dan seiring waktu, perasaan bahagia tadi dapat kita rasakan sekarang hanya karena sentuhan jari. Itu terjadi ketika kita mendapatkan likes di sosial media, mendapatkan notifikasi dari Idol kesayangan, atau mendapatkan voucher dari marketplace langganan. Kebahagian kini, bisa diraih instan, tak perlu waktu yang lama dan usaha yang besar lagi untuk mendapatkannya.

Ketika kamu dapat mendapatkan nilai A hanya dengan seujung "Klik" apakah kamu akan menghabiskan waktu berhari-hari untuk belajar? Jika kamu bisa mendapatkan reward, level-up, likes, dan pengakuan sosial hanya bermodalkan ujung jarimu, apakah kamu mau menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk bekerja keras dengan tekun?

Nah sayangnya, semua itu membuat kita tidak lagi menghormati proses dan merusak 'sistem reward' dalam otak kita. Sebab reward tak lagi datang dari serangkaian usaha dan serentetan waktu. 

Melainkan dapat diperoleh setiap kali dibutuhkan hanya melalui seujung jari. Padahal, kita amini bersama bahwa hidup tak semudah naik level di game online, tak seindah newsfeed orang liburan di Instagram, tak seindah drama korea, tak seperti itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun