Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjalanan Diri Menjadi Seorang Mahasantri

22 Oktober 2020   08:56 Diperbarui: 22 Oktober 2020   09:19 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musyrifah- Muharrikah di Mabna tempat aku tinggal/Sumber: Pribadi

"Alhamdulillah...akhirnya bisa jadi santri"

Spontan saja kalimat ini terucap saat melihat pengumuman kelulusan tes perkuliahan. Sejak sekolah menengah pertama, entah mengapa aku ingin sekali menjadi santri. Tapi, entah apa alasan bapak dan ibuku yang tidak mengamini permintaanku. 

Alhasil, aku bersekolah di SMP negeri, pun ketika sekolah menengah atas juga bersekolah di SMK negeri. Meskipun begitu, aku tidak menyesali dan menggugat keputusan bapak ibuku yang memilih menyekolahkan anaknya di sekolah negeri daripada menitipkannya di pesantren. Dan aku berpikir positif saja, aku tetap masih bisa menjadi santri walaupun terjadi setahun sekali saat mengikuti kegiatan pesantren kilat saja.

 Seolah alam mendengar isi hatiku, Desember tahun 2016 aku mengikuti sebuah pelatihan kepemimpinan dasar (Leadership Basic Training) di Kota Surabaya, dan Instruktur lokalku saat itu adalah seorang mahasiswa di Universitas tempat aku kuliah juga sekarang, dimana lagi kalau bukan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

 Jujur saja, aku tertarik di awal sebab, aku melihat sosok instrukturku saat itu memiliki intelektual yang tinggi, retorika yang bagus, dan perilaku yang santun. Pada waktu itu entah bagaimana otakku mengatur, bagaimanapun caranya, aku harus menjadi mahasiswa di kampus tempat instruktur lokalku itu belajar.

Berawal dari sana, aku mulai memiliki ketertarikan untuk masuk di UIN Malang, saat itu aku duduk di bangku kelas 10 SMK. Sampai-sampai sejak dari sana aku sudah tidak melirik kampus lain lagi, hanya UIN Malang. Aku mulai mencari-cari informasi secara mandiri, mencari kenalan, bagaimana caranya agar lolos test-an, dan lain-lain. 

Padahal, waktu itu aku belum memikirkan terkait jurusan. Dipikiranku hanya tertanam bagaimana caranya masuk UIN Malang, belum terpikirkan seberapa penting memilih jurusan yang sesuai dan lain-lain. 

Hal-hal itu semua baru terpikirkan ketika aku telah duduk di bangku kelas akhir masa SMK, iya kelas 12. Tapi, tekadku yang pada awalnya meluruh sebab tau masuk UIN Malang tidak gampang, semakin menguat dan membulat ketika mengetahui fakta,

"Mahasiswa baru UIN Malang wajib tinggal di Ma'had (sebutan lain dari asrama mahasiswa) serta wajib mengikuti kegiatan-kegiatan keislaman lain diluar jam perkuliahan umum. Mahasiswa baru di UIN Malang juga bergelar Mahasantri"

Pikirku saat itu, "Yes, akhirnya aku punya kesempatan untuk bisa jadi santri!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun