Caring for your inner child has a powerful and suprisingly quick result: Do it and the child heals.
-Martha Beck
Pernahkah kamu marah besar ketika merasa dibohongi, tersinggung dan defensif ketika menerima kritik, mudah sekali memutuskan hubungan pertemanan atau romantisme karena takut tersakiti? Sebagian orang mungkin bisa melihat penyebab dari hal-hal yang baru aja terjadi kepada mereka.Tapi sebagian lagi, tidak bisa.Â
Kalau kamu termasuk orang yang tidak bisa melihat korelasi antara perilaku kamu dan hal yang terjadi saat ini, mungkin kamu bisa mencari korelasinya jauh ke masa lalu. Dan mungkin, menemukan inner child di dalam tubuh kamu atau anak kecil yang tumbuh dewasa.
Well, aku kali ini tidak sedang berbicara mengenai hantu, tapi berbicara mengenai salah satu bagian dari kepribadian dimana berupa kondisi merasakan atau merespon sesuatu layaknya anak kecil. Itulah mengapa, hal ini disebut dengan inner child.Â
International Journal of Qualitative Studies on Health and Well-being yang diterbitkan pada tahun 2016 memberikan pemahaman baru mengenai inner child ini. Lewat wawancara mendalam, penelitian ini menemukan bahwa inner child muncul melalui pemahaman seseorang terhadap pengalaman masa kecil mereka.
Di penelitian tadi, para partisipan penelitian, menceritakan mengenai pengalaman masa kecil mereka itu bisa menjadi sumber belajar yang berharga bagi mereka sebagai orang dewasa. Contohnya, lewat hubungan yang hangat dengan keluarga, mereka jadi percaya dan mudah untuk membangun hubungan dengan orang lain.
Lewat pengalaman bermain di waktu kecil, mereka bisa jadi mikir bahwa perlu sesekali bersenang-senang sebagai bentuk refreshing diri. Mereka juga belajar bahwa mereka itu hebat asal mau usaha aja. Jadi, orang-orang yang jadi partisipan saat itu menemukan insight seperti itu.
Sayangnya, semua orang tidak seberuntung itu untuk memiliki masa kecil yang ideal atau masa kecil yang bahagia. Tidak sedikit dari kita yang memiliki pengalaman pahit saat kecil yang kemudian memunculkan rasa tak nyaman baik secara fisik maupun emosional.Â
Luka ini tanpa disadari mengontrol perasaan dan perilaku seseorang. Wounded inner child seolah membisikkan kepada mereka yang masa kecilnya kurang menyenangkan, seperti ini, "Dunia ini gak aman, kamu harus ekstra hati-hati." Akhirnya terjadilah seseorang tadi menjadi sosok yang super defensif, stress, sensian, baperan, dan sebagainya.Â