Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... MedPsych Student at VUW New Zealand | LPDP Scholarship Awardee

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Susah Berkomunikasi Efektif Dengan Anak? Yuk Gunakan Trik ABCDE Ini

14 Oktober 2020   05:18 Diperbarui: 15 Oktober 2020   02:29 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Wah, si kecil aktif ya Bun,"

Sebagaimana jokes yang sedang viral ini, banyak dari orangtua yang terlambat menyadari bahwa makna "aktif" di sini tak hanyak berlaku ketika anak aktif berkaitan dengan hal-hal yang terlihat secara fisik saja, tetapi juga pada bagaimana anak mengamati kemudian memplagiasi hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Salah satunya adalah sebuah pola komunikasi yang terjadi pada mereka.

"Kamu ini ya, kalau dikasih tau gak pernah ngedengerin!"

Coba bayangkan, kalimat ini ditujukan kepadamu. Apa yang kamu rasakan? Respons seperti apa yang akan kamu berikan?

Aku dapat menebak, banyak dari kamu yang membaca tulisan ini akan menjawab merespons kalau tidak membantah, mencari pembenaran, marah, atau hanya diam saja. Tak peduli pada tingkatan berapa umur manusia, setiap dari ia pasti pernah berada pada posisi ingin berbicara dan didengarkan oleh lawan bicaranya.

Namun, banyak yang kemudian terjebak pada posisi berbicara tapi tidak didengar pada akhirnya ia enggan untuk mendengar pula ketika ada orang yang berbicara. Hal itu terjadi akibat tidak terjalinnya sebuah proses komunikasi yang efektif antar keduanya.

Pada hubungan komunikasi antarorang dewasa, hal ini seringkali terjadi. Begitupun pada anak usia dini.

Contohnya saja, pada masa pembelajaran dalam jaringan seperti saat ini, dimana orangtua banyak mengeluh sebab anak diduga enggan mendengar ketika dinasehati.

Dan, bagi orangtua yang minim edukasi terkait hal ini, bukan tidak mungkin akan terjadi respon yang buruk lagi setelahnya.

Orangtua menganggap, melakukan sebuah berkomunikasi efektif dengan anak merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, karena dianggap anak mereka nakal dan lain-lain.

Padahal, sebelum kita memberikan label negatif kepada anak, setiap orangtua perlu kiranya untuk melihat ke dalam diri sendiri, sudah benarkan pola komunikasi yang diterapkan orangtua kepada anak?

Menjawab hal ini, Psikolog sekaligus anggota dari Lifespring Counseling Center, Athalia Sunaryo, M. Psi. menyatakan bahwa terdapat sebuah trik yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk dapat menghasilkan sebuah komunikasi yang efektif antara orangtua dengan anak, yakni melalui trik ABCDE.

Adapun makna dari "A" itu ialah harus ada Attention.

Attention itu berarti, kalau kita mau ngomong sama anak memang harus fokus, ada kontak mata. Jangan ketika mamanya sibuk ngapain, anak sibuk ngapain. Ketika anak lagi sibuk main lego, mamanya teriak, "Jangan main terus, ayo beresin mainannya!"

Anak terlalu sibuk sama apa yang sedang dia lakukan sehingga dia tidak menangkap jadi harus serius ajak anak dengan level mata yang sama, ngomongin misalnya, kalau anak kan belum bisa lihat jam jadi pola komunikasinya diganti menjadi, "Sekarang kita beresin yuk mainannya." 

Jadi langsung, komunikasi dilakukan dengan bertatap muka. Termasuk kalau anak lagi ngomong sesuatu, para mama jangan sibuk liat handphone. Begitulah pemaknaan dari trik A yang pertama.

Kemudian, "B" itu adalah Build, dalam arti, sebuah komunikasi efektif bukan sesuatu yang dapat terjadi dan diwujudkan dalam satu hari.

Tetapi ini sesuatu yang dibiasakan dari waktu ke waktu berdasarkan pengalaman setiap hari sehingga anak itu juga tahu bahwa kalau ada apa, saya bisa tanya.

Kalau misalnya orangtua lagi mau ngomong, maka anak akan berpikiran bahwasanya 'hal ini serius dan perlu didengarkan.'

Jangan sampai, orangtua ingin anak mendengarkan apa yang ia bicarakan tetapi orangtua enggan untuk membangun pola komunikasi yang juga efektif dengan anak.

Orangtua enggan membangun jalinan komunikasi selaiknya seorang teman bagi anak. Sehingga bukannya nyaman, tapi anak merasa tertekan untuk membangun sebuah komunikasi dengan orangtua.

Eye contact sebagai pembangun koneksi saat berkomunikasi
Eye contact sebagai pembangun koneksi saat berkomunikasi
Selanjutnya, makna "C" adalah Connection. Connection itu berarti ada hubungan antara anak dan orangtua.

Ini menjadi suatu dasar komunikasi yang sangat penting. Karena dengan siapa, kita biasanya perlu berkomunikasi atau membuat hubungan, ya sama orang-orang yang mengerti kita, yang dengerin, yang memahami, dan juga menerima kita apa adanya.

Tidak cuma kalau lagi bagus, diajak ngomong, tapi kalau berada pada keadaanya sebaliknya, dicuekin. Tanpa orangtua sadari, anak sebenarnya sadar dan juga mengambil kesimpulan memiliki minat orangtua terhadap apa yang sedang dia jalani, sedang dia lakukan, atau yang sedang dia rasakan.

Pernah tidak kita mengalami kondisi, ketika anak berada pada posisi baik-baik saja, orangtua jarang merespon dengan mengajak ngobrol atau sekedar bercanda, bahkan cenderung mengacuhkan.

Namun, saat anak-anak berantem, atau melakukan hal-hal atau sesuatu yang tidak baik, baru diberikan sebuah respons. Akhirnya, koneksi yang terbentuk justru membuat anak berpikiran bahwa, 'hubungan antara aku dan orangtua baru terbentuk saat aku tidak berlaku dengan baik', dan terjadilah miskomunikasi serta mispersepsi disini. 

Membangun komunikasi atas dasar positif itu sesuatu yang perlu dilakukan. 

Koneksi ini ibarat dasar sebuah rumah, ia sebagai pondasi harus terbangun dengan kuat, yang dibangunnya melalui sebuah komunikasi yang efektif. Kalau anak merasa nyaman ngobrol dengan orangtuanya, anak juga akan mau berkomunikasi, dia mau dengerin orangtuanya ngomong apa, nah kemudian dia menjadi mau ngomong ke orangtuanya.

Kemudian "D". Mungkin kata ini jarang didengar oleh kita yaitu Deference. Ini merupakan arti kata lain dari respect, yang bahasa Indonesianya adalah menghargai anak.

Orangtua maunya pasti adalah dihargai oleh orang lain, tapi orangtua juga harus bisa menghargai anak dan akan menjaga dignity atau harga diri anak.

Dengan cara seperti apa?

Ya, misalnya, bila hendak menegur anak jangan di depan orang lain, jangan dibentak-bentak di depan orang. Sebab akan timbul rasa malu dalam diri anak, dan kalau anak sudah malu, dia akan fokusnya ke rasa malunya. Kadang justru malah seperti tidak mau mendengarkan, kaya yang tambah nangis, tambah teriak, sehingga kalau misalnya menegur anak, perlu untuk orangtua menegur secara empat mata.

Atau ketika mau mengatakan sesuatu harus orangtua perlu mengingat, "apakah ini akan menghargai anak atau tidak", yang mana berarti orangtua perlu menunduk, perlu berbisik di telinga anak, untuk bilang apa yang diharapkan oleh orangtua. Jadi tidak malah mempermalukan anak, itu sesuatu yang perlu, untuk komunikasi yang efektif. 

Selain itu ini juga bertujuan untuk menghargai anak. Karena dalam berkomunikasi atau kalau orangtua hendak memberikan masukan atau nasihat yang harapannya untuk membentuk pribadi anak, jangan malah ternyata menunjukkan anak semua kesalahan yang dia lakukan.

Untuk mengajarkan anak apa yang baik untuk dilakukan, memang perlu menggunakan cara yang baik pula. Hal ini akan lebih efektif dibandingkan dengan orangtua saingan dengan anak, saingan ngotot-ngototan.

Terakhir adalah "E" yang berarti Example. Ketika orangtua mau membangun komunikasi yang efektif, berarti orangtua harus menjadi contoh. Menjadi teladan untuk anak mengenai bagaimana berkomunikasi secara efektif.

Jadi misalnya ketika orangtua hendak anak mengutarakan apa yang dia mau, maka jangan katakan dengan intonasi laiknya orang yang sedang marah-marah.

Atau terkadang antara papa dan mama yang lupa untuk membangun komunikasi antar keduanya saat berada di depan anak. Misalnya terdapat keadaan dimana papa ditegur oleh mama, 

"Kok lupa sih," dan si Papa menjawab, "Ya Mama sih, tidak ingatkan," atau malah membela diri, atau menyalahkan orang lain. Disitu anak akan menangkap 

"oh kalau ditegur, kalau disalahkan, harus salahkan orang lain," 

Hal seperti ini merupakan sebuah contoh yang sering terjadi dalam keseharian. Matching tidak apa yang orangtua katakan dengan intonasi yang orangtua gunakan. Misalnya,

"yang sabar dong!, Jangan buru-buru!, Jangan maksa!," 

Dengan nada dan intonasi orangtua yang seperti itu, alih-alih mengajarkan 'sabar' kepada anak, anak justru menangkap bahwa Mama atau Papa 'tidak sabaran banget sih'.

Dari sini kemudian kira bisa menyimpulkan bahwa memang menjadi teladan dalam berkomunikasi pada anak sering terlalaikan dari kebiasaan-kebiasaan dalam keseharian. 

Seperti misalnya saat menjatuhkan atau merusak sesuatu, apakah orangtua langsung minta maaf, mengeluh dulu atau malah menyalahkan orang lain. Semua akan menjadi contoh yang diserap oleh anak.

Jadi apabila ingin membangun komunikasi yang efektif dengan anak, ya orangtua harus menjadi teladan terlebih dahulu, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, di sekitar kita. Ini example yang sering terjadi sehari-hari dimana orangtua tidak sadar tapi anak melihat terus dan cepat sekali menirunya.

Anak itu ibarat cermin yang dimiliki oleh setiap orangtua. Bagaimana kepribadiannya, kebiasaannya adalah pantulan dari apa yang juga ada pada sosok orangtuanya.

Jadi, yang perlu diingat adalah sebelum menduga-duga dan ada yang bermasalah dalam diri anak, orangtua perlu berkaca terlebih dahulu ke dalam diri mereka sendiri.

Demikianlah trik ABCDE yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk membangun sebuah komunikasi yang efektif dengan anak.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun