Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penyebab Obesitas Anak yang Jarang Disadari Orangtua

12 Oktober 2020   08:04 Diperbarui: 12 Oktober 2020   09:23 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak mengalami obesitas (headtopics.com)

"It's a lot harder to get people healthy than to make them sick"

-De Forest Clinton Jarvis

Kesehatan itu mahal, dan tentu dari kita semua ingin hidup sehat. Setiap dari kita pasti menginginkan keadaan dimana semua anggota keluarga kita hidup sehat. Sama halnya seperti orangtua, yang mana pasti menginginkan anak mereka sehat. 

Untuk mencapai hal itu, biasanya orangtua akan memberikan anak makanan atau minuman yang disukai atau cocok di lidah anak. Dengan begitu menurut orangtua, anak akan menjadi sehat ditandai dengan kondisi fisik anak yang berisi. 

Banyak dari orangtua di luar sana yang menganggap anak usia dini wajar bila terlihat gemuk, padahal bisa saja itu adalah tanda dari obesitas yang terjadi pada anak.

"Eh, kamu kan kurus ya, anakmu kok gemuk si?"
"Wajar lah, kan masih kecil, nanti juga kalo udah gede kurus sendiri,"

Percakapan ini sering terjadi dan kita temui bukan dalam kehidupan sehari-hari? Nyatanya, anak yang gemuk saat usia dini tak selalu wajar. Sebab, bisa saja gemuk tersebut adalah tanda dari anak yang mengalami obesitas. 

Berdasarkan data, pada tahun 2014 di duni terdapat 41 juta anak usia kurang dari 5 tahun yang mengalami obesitas dan pada tahun 2025 diperkirakan angka tersebut akan meningkat menjadi terdapat 70 juta anak yang mengalami obesitas di seluruh dunia. Pada kasus di Indonesia tercatat terdapat lebih dari 2 juta kasus anak yang mengalami obesitas pertahunnya. 

Berdasarkan data tersebut, Pinkan Margaretha M,Psi. mengemukakan bahwasanya obesitas atau kelebihan berat badan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang yang tentunya menurunkan kualitas hidupnya. 

Selain itu, anak yang mengalami obesitas memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit diabetes melitus, koleterol, tekanan darah tinggi, serta penyakit jantung. 

Adapun menurut WHO, orangtua dapat menghitung dan mengetahui apakah anak mengalami obesitas atau tidak berdasarkan Grow Chart WHO (BB/PB). Nah pada anak usia dini, terdapat beberapa hal yang bisa dikatakan sebagai penyebab dari kondisi ini terjadi dan kebanyakan dari orangtua acuh atau tidak sadar akan kondisi hal itu.

Satu, Gaya hidup

Makanan cepat saji (fiverr.com)
Makanan cepat saji (fiverr.com)
 Mari kita lihat sama-sama, gaya hidup hari-hari ini dengan makanan yang lebih disukai oleh anak-anak seperti fast food, junk food, dan orangtua juga mungkin merasa itu lebih cepat. 

Tanpa sadar, makanan-makanan sejenis itu membuat intake kalori atau kalori yang dikonsumsi anak menjadi terlalu besar dibandingkan dengan kalori yang keluar melalui aktivitas fisik yang anak lakukan. 

Lihat saja pada apa yang terjadi di lingkungan kita sekarang, makanannya fast food, processed food, junk food, tapi aktivitas fisiknya makin turun, karena anak bermainnya pun lebih banyak duduk dengan gadget misalnya. 

Jadi kebutuhan kalorinya lebih banyak yang masuk, yang keluar sedikit. Ditambah dengan kondisi orangtua yang tidak memiliki edukasi atau inisiatif untuk menjaga pola makanan sehat dirinya serta keluarganya. 

Memang, kemudahan yang ada sekarang, bisa dikatakan melalaikan manusia. Ingin makan apa, tinggal pesan. Ingin minum apa, tinggal pesan. Serba instan, dan ya dampaknya anak juga dapat obesitas secara instan pula.

Dua, Gaya hidup keluarga

Orangtua dan Anak yang Obesitas (medium.com)
Orangtua dan Anak yang Obesitas (medium.com)

Kalau di penjelasan sebelumnya, adalah lingkup gaya hidup masyarakat secara luas, kali ini spesifik ke gaya hidup yang diterapkan di keluarga itu sendiri. Sebab, ditemukan hubungan antara anak-anak yang mengalami overweight atau obesitas , orangtuanya juga overweight atau obesitas. 

Sehingga kita bisa katakan ada contoh, ada pola gaya hidup di keluarga yang kemudian dikembangkan juga oleh anak dan akhirnya dia-pun kelebihan berat badan atau obesitas. 

Kita tentu sudah mengetahui, bahwa orangtua adalah role model bagi anak. Ketika orangtua makan apa, sudah menjadi rahasia umum makanan itu pun biasanya dimakan oleh anak-anaknya. 

Seperti halnya orangtua yang senang sekali memakan makanan instan, bukan tidak mungkin anak pun akan tertarik mencoba dan apabila makanan tersebut pas di lidah anak, anak akan menjadi ketagihan. 

Apabila orangtua mampu menyiasati hal tersebut dengan bijak, sekali dua kali memang tak apa memberikan makanan instan atau makanan yang tidak sehat kepada anak, namun apabila berada pada keadaan sebaliknya, bukan tak mungkin anak akan memakan dengan porsi yang tidak wajar dan menyebabkan ia mengalami overweight atau obesitas.

Tiga, Faktor Budaya

Anak yang gemuk dianggap lucu (Facebook/D' Lyeani Beauty)
Anak yang gemuk dianggap lucu (Facebook/D' Lyeani Beauty)

Kalau faktor budaya, ada budaya tertentu yang menganggap kalau anak itu chubby atau anak itu kelihatan gemuk maka dianggap lucu. Di dalam lingkungan masyarakat yang percaya akan hal tersebut, setiap orangtua yang memiliki anak chubby atau gemuk akan dianggap berhasil dalam hal memelihara anak atau mengasuh anak, karena anak jadi kelihatan lucu dan gemuk. 

Yang sering orangtua lupa adalah kalau dari kecil anak sudah terbiasa dengan pola makanan tertentu yang membuat dia gemuk atau pola aktivitas yang kurang sehingga anak menjadi gemuk maka nanti kalau sudah besar  mengubah pola yang sudah ada tersebut akan terasa sulit. Sebab, yang namanya kebiasaan itu sebenarnya bentuk kecanduan yang tersamarkan. 

Bisa aja, ketika setiap pagi anak terbiasa makan 5 potong roti isi, bukan tanpa alasan seorang anak ketika ia dewasa akan melakukan kebiasaan yang sama dengan porsi yang berbeda. 

Nah, berkaitan dengan budaya yang menganggap kalau gemuk itu lucu, tapi kalau dewasa kondisinya akan berbeda. Ketika dewasa, gemuk dianggap tidak lucu lagi. 

Bahkan, bisa menjadi salah satu alasan mengapa seseorang merasa tidak percaya diri dengan kondisi fisik yang seperti itu. Sebab pada orabg dewasa, obesitas atau overweight merupakan keadaan yang bisa memicu kurangnya rasa percaya diri untuk tampil di depan umum. 

Sebab, masih banyak dari masyarakat kita yang masih melihat dari keadaan fisik dalam keseharian.  Nah jadi ini faktor budaya yang orang tua juga mungkin harus menimbang kembali. Ada kiranya, setiap orangtua harus membatasi, sampai pada tingkatan mana harus melarang anak akan makanan atau minuman yang ia konsumsi.

Empat, Faktor lingkungan

Makanan Sehat (medium.com)
Makanan Sehat (medium.com)
 Kalau dari lingkungan, dapat kita sadari dari hal-hal yang ada di sekitar kita, dimana makanan yang sehat lebih susah diperoleh daripada makanan yang tidak sehat secara kalori. Junk food, fast food lebih murah dan mudah di dapat daripada makanan yang sehat. 

Di sekitar kita juga yang diiklankan, yang disodorkan kepada anak-anak justru adalah makanan-makanan yang sebenarnya berkalori tinggi seperti minuman-minuman soft drink atau minuman-minuman yang berbagai jenis yang sekarang itu banyak adalah segala boba yang adalah tepung juga dan berbagai tawaran minuman serta makanan  yang penuh dengan gula dan tepung yang kalau itu dikonsumsi anak tentunya akan meng-intake kalori yang sangat besar dibandingkan dengan aktivitas yang dia lakukan. 

Jadi, memang situasi sekitar juga mendorong anak-anak untuk lebih memilih makanan-makanan atau minuman-minuman yang enak di lidah, terasa enak, tapi sebetulnya tidak sehat bagi mereka. 

Sebenarnya, di sekitar kita tidak kesulitan dalam mencari bahan makanan atau minuman yang sehat untuk dikonsumsi anak, namun balik lagi apabila orangtua enggan untuk mengatur pola makan anak pun enggan untuk membuatkan anak makanan atau minuman sehat dari rumah, maka ya tentu saja anak akan secara sadar disodorkan makanan atau minuman yang tidak sehat kepada mereka.

Sebenarnya, awal mula anak menjadi terbiasa mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak sehat adalah bersumber dari orangtua yang mengenalkan lidah mereka akan 'rasa' makanan atau minuman tersebut. 

Namun, karena memang makanan atau minuman yang tidak sehat itu cenderung enak dan cocok dengan lidah semua umur, terjadilah anak yang ketagihan dan menjadi terbiasa mengkonsumsi itu semua. 

Orangtua perlu sadar, bahwasanya menjaga pola makan dan pola aktivitas pada anak merupakan hal yang sifatnya wajib untuk dilakukan. Sebab, apabila pola makan dan pola aktivitas anak tidak terjadi, bukan tak mungkin anak akan mengalami overweight atau obesitas sejak dini. 

Sebagai orangtua perlu paham dan menekankan, bahwa anak yang gemuk saat usia dini tak selalu dapat dikatakan sebagai sesuatu yang wajar, sebab bisa saja anak mengalami obesitas. 

Harapannya, tulisan ini dapat diambil manfaatnya oleh para orangtua akan pentingnya mengajak anak untuk hidup sehat sejak dini, bukan sebaliknya. Perlu kiranya untuk orangtua memperbaiki figur role model yang sebenarnya bagi anak, dimana mencontohkan hal-hal yang positif, mengkonsumsi dan memberikan asupan makanan dan minuman yang sehat bukan sebaliknya.

Sebab, membuat orang sehat itu lebih sulit daripada membuat orang sakit.

Semoga bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun