Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Filosofi Bakat dan Benih Jagung yang Tergugat

9 September 2020   12:22 Diperbarui: 10 September 2020   04:35 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan pertani kedua berbeda. Ia selalu berpatokan pada waktu dan harus sama dengan apa yang seharusnya. Ketika ada perbedaan sedikit, maka hal tersebut akan dianggap sebagai hal yang tidak wajar. Bukan berpikir untuk mencari solusi atas permasalahan tadi, namun melemparkan masalah tersebut kepada ia yang ia anggap sebagai masalah.

Ia menganggap benih jagung miliknya tidak bagus, dan selalu merasa kurang dan harus merubah itu semua hingga dianggap sama. Tapi, apabila perlakuannya seperti itu, apakah jagung petani kedua akan tumbuh lebih baik? Apakah tidak apa-apa benih jagung kedua menjadi tergugat karena ia memiliki bakat yang berbeda dengan kebanyakan anak lainnya?

Sama halnya, benih jagung tadi seperti bakat alamiah yang ada dalam diri anak. Ketika orangtua memberikan pengasuhan dan pengasahan atas itu semua, maka ia akan tumbuh menjadi bakat yang terlatih dan berdampak baik bagi anak. 

Anak yang memang secara lahiriyah memiliki bakat mereka masing-masing, akan berkembang ketika orangtua fokus membantu anak mereka mengembangkan itu semua tanpa membanding-bandingkan dengan anak lainnya.

Sebab, setiap anak itu sama, hanya bakatnya yang berbeda. Lain halnya dengan ketika bakat yang dimiliki anak justru dibunuh oleh lingkungan.Orangtua yang tidak supportif dan tidak menyadari bakat anak sejak dini justru terkadang membuat bakat lahir anak mereka terkubur dan gagal tumbuh subur hingga dewasa.

Banyak dari orangtua yang terkadang egois dan memaksakan kehendak terhadap anak mereka yang harus menjadi sama seperti apa yang ada di dalam pikiran orangtua dan sama dengan anak lainnya. 

Banyak orangtua lupa, bahwa orangtua dan anak tak harus selalu berada di jalan yang sama. Ada kalanya, anak harus memilih dan memiliki jalur mereka sendiri agar ia dapat melakukan eksistensi. 

Sungguh sayang, apabila ada anak yang bakatnya tergugat sama seperti benih jagung petani kedua. Hanya sebab ia perbeda dan mendapat perlakukan orangtua yang tidak seharusnya, ia disalahkan atas itu semua. Padahal, itu semua bukan salah mereka karena tumbuh berbeda. 

Sebagai refleksi, menjadi orangtua, guru, atau pendidik sama halnya seperti menjadi petani. Ada benih yang perlu kita tanam, pupuk, pelihara, kembangkan, serta kekalkan agar ia dapat tumbuh dewasa dengan luar biasa. 

Ketika ada yang suatu hal yang salah, kita perlu untuk membiasakan terlebih dahulu melihat ke dalam diri kita sendiri sebelum memaksa merubah sesuatu yang belum nyata. 

Bagaimana, apabila mengambil peran dalam cerita "Benih Jagung yang Tergugat", mau jadi petani pertama atau petani kedua? Tak perlu dijawab, cukup mari kita laksanakan nilai-nilainya dalam kehidupan nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun