Mohon tunggu...
Puja Dewangga
Puja Dewangga Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Menyajikan dinamika, isu, dan fenomena politik serta pemerintahan yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Konflik Internal terhadap Fungsi Partai Politik dan Masyarakat

26 Oktober 2021   17:28 Diperbarui: 26 Oktober 2021   17:34 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manajemen Partai Politik

Berbicara mengenai partai politik bukan lagi menjadi sesuatu hal yang asing dalam keseharian kita. Hal itu terjadi karena partai politik yang sering muncul menjadi perbincangan publik, baik di tingkat nasional maupun daerah. 

Partai politik adalah sebuah institusi politik yang di dalamnya terdapat beragam entitas, dengan berbagai pandangan yang berbeda. Namun untuk dapat bertahan dan mengembangkan institusi/organisasinya, partai politik perlu menerapkan manajemen partai yang baik sesuai dengan AD/ART yang dibuat dan disahkan. 

Manajemen partai politik ini akan bersinggungan dengan bagaimana cara mereka melaksanakan fungsinya sebagai partai politik, lalu merealisasikan visi dan misi atau yang diturunkan ke dalam sebuah program-program unggulan. 

Sehingga hal-hal tersebutlah yang akan menjadi tolak ukur atau acuan bagi masyarakat untuk merespon dengan positif kehadiran partai tersebut, dan mungkin bisa saja sebaliknya yang akan mendapat respon negatif dari masyarakat.

Ada beraneka ragam kepentingan dan perspektif yang bergelut di dalamnya, untuk nantinya diagregasikan sebagai sebuah langkah partai politik. Permasalahan internal memang seringkali menimpa banyak partai politik, seperti apa yang terjadi di Indonesia saat ini. Selain didasari oleh perbedaan narasi dan arah pandang, namun juga berkaitan dengan faktor-faktor konflik lainnya.

Perihal penyelesaian masalah atau konflik partai politik ini pun diatur pada UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, yang dijabarkan atau diturunkan pada pasal-pasal di bawahnya. Seperti yang tercantum pada pasal 32 ayat 1-5, yang di dalamnya menjelaskan mengenai proses atau tahapan dalam menyelesaikan permasalahan internal partai politik. Sehingga tidak hanya dilandaskan pada AD/ART masing-masing partai politik, akan tetapi Undang-Undang pun mengatur hal yang sama mengenai masalah atau konflik yang dialami oleh partai politik. 

Adanya Undang-Undang dan AD/ART partai politik yang membahas mengenai perselisihan partai politik, ini justru menunjukan serta memberi kesan bahwa adanya kekhawatiran dan rentannya partai politik dilanda permasalahan atau konflik internal. 

Untuk itu, penting sekali untuk kita saat ini memahami bagaimana konflik internal itu dapat terjadi, dan bagaimana dinamika serta akhir dari setiap permasalahan yang dihadapi oleh partai politik. Karena di Indonesia saat ini, isu mengenai permasalahan internal dari partai politik tersebut acap kali muncul.

Definisi Partai Politik

Partai Politik adalah sebuah institusi politik yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam pandangan mengenai ideologi, platform, dan visi partai yang harus dijalankan. 

Selain itu, di dalam buku (Andrew, 2019) dikatakan bahwa Partai politik adalah sekelompok orang yang diorganisir untuk tujuan memenangkan kekuasaan pemerintah, melalui pemilihan atau cara lain. 

Oleh karena itu menyebabkan partai sangat rentan dengan konflik yang bermunculan. Selanjutnya, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di dalam ruang lingkup partai-partai politik disebabkan oleh berbagai latar belakang, mulai dari perbedaan pandangan pada visi-misi partai, perpecahan dukungan pencalonan dalam pemilu presiden, tidak terakomodasinya usulan di dalam partai, serta perbedaan pemberian dukungan terhadap calon pimpinan partai di dalam internal partai.

Faktor-Faktor dan Kasus Konflik Internal

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik internal partai politik di Indonesia. Pertama, faktor ideologi partai. Permasalahan mengenai konflik yang ditimbulkan oleh perbedaan cara pandang mengenai ideologi partai masih berlangsung hingga saat ini. Kedua, faktor terlembaganya kepemimpinan partai yang personal/individu dan oligarkis. Ketiga, faktor koalisi partai yang cair atau fleksibel. 

Partai politik dalam mengembangkan koalisi dengan partai lainnya berdasarkan pada kesamaan ideologi dan visi misi dalam melaksanakan programnya. 

Tidak jarang faktor ini datang dan menghantam internal partai politik secara bersamaan. Namun, jika melihat partai politik di Indonesia, faktor atau konflik internal yang cukup sering ditemui adalah ideologi partai dan kepemimpinan partai yang individu serta oligarkis. Jika diturunkan pada sebuah studi kasus, maka terdapat beberapa gambaran permasalahan internal dari beberapa partai politik di Indonesia. 

Berkaitan dengan ideologi partai politik, maka kita akan kembali ke belakang mengenai konflik bahkan perpecahan PAN dan PKS pada tahun 2003. Permasalahan ini didasari oleh perbedaan cara pandang perihal ideologi partai, dimana PAN terdapat perbedaan pandangan atas haluan politik partai. PKS pun tidak berbeda jauh, karena terdapatnya kader partai yang memiliki cara pandang yang idealis, disamping itu pun terdapat kelompok yang pragmatis. 

Tidak hanya itu, munculnya wacana PKS menjadi partai terbuka di tahun 2008-2010 ini memunculkan banyak pertentangan di dalamnya. Lalu kaitannya dengan terlembaganya kepemimpinan partai yang personal dan oligarkis. Maka pikiran kita akan langsung tertuju pada 2 partai besar di Indonesia, yaitu PDIP dan Partai Demokrat. 

Hal itu dikarenakan terdapat mekanisme atau pengelolaan partai, yang berorientasi pada kepemilikan partai secara pribadi, atau seolah-olah milik keluarga dan kelompok tertentu. Hal tersebut dapat terlihat dari masing-masing ketua umum partai tersebut, PDIP dengan Megawati sebagai ketua umum dan merupakan trah Presiden RI pertama yaitu Soekarno. 

Dan Partai Demokrat dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang juga merupakan anak dari mantan ketua umum Demokrat itu sendiri, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Hal inilah menyebabkan memunculkan kesan pengelolaan partai politik yang tidak demokratis, khususnya pada praktik pemilihan ketua umum partai tersebut. 

Sehingga tidak jarang terjadi konflik internal yang memunculkan kasus dualisme partai politik, seperti yang menimpa Partai Demokrat beberapa waktu lalu, yaitu Partai Demokrat versi KLB Moeldoko versus Partai Demokrat di bawah pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). 

Konflik itu muncul berawal dari munculnya asumsi bahwa terjadinya praktik dinasti politik di tubuh Demokrat, sehingga ada anggapan bahwa Demokrat saat ini sudah melenceng dan dianggap tidak demokratis.

Pengaruh Konflik Terhadap Fungsi Parpol dan Masyarakat

Permasalahan yang berbuntut konfik internal di atas merupakan sebuah peristiwa yang jelas bertentangan dengan fungsi partai politik. Hal itu dikarenakan terdapat fungsi sarana pengatur atau mengelola konflik, khususnya yang muncul di tengah masyarakat. 

Adanya dinamika demokrasi, dimana terdapat sebuah kompetisi atau persaingan dan memunculkan perbedaan pendapat, hal inilah yang biasanya memunculkan konflik di tengah masyarakat. Namun, ketika partai politik yang berkonflik, publik atau masyarakat justru akan kebingungan dan memunculkan sebuah stigma yang kurang baik terhadap partai politik. 

Ada tiga kemungkinan dampak yang ditimbulkan setelah terjadinya konflik partai politik tersebut. 

Pertama, adanya kesan inkonsistensi yang dinilai masyarakat terhadap partai politik. Dimana partai politiklah yang seharusnya mengendalikan atau mengatur konflik di tengah masyarakat, dan bukan masyarakat yang menyaksikan partai politik berkonflik. 

Kedua, munculnya narasi menciderai nilai-nilai demokrasi. Karena pada dasarnya, setiap partai politik seharusnya mempunyai langkah-langkah pencegahan atau mitigasi dalam menangani konflik internal yang lebih demokratis. Seperti halnya yang dialami oleh Partai Demokrat beberapa waktu lalu, cukup banyak yang menilai bahwa konflik tersebut bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. 

Terakhir, kepercayaan terhadap partai politik yang menurun. Jika itu terjadi, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan baik secara komunikasi ataupun dukungannya terhadap partai politik.

Permasalahan atau konflik internal partai politik merupakan suatu hal yang tak dapat diindahkan. Karena permasalahan internal tersebut akan selalu menghantui dan mengancam stabilitas dalam berjalannya partai politik tersebut. 

Namun permasalahan tersebut pada dasarnya setiap masalah pasti memiliki sebab akibat dan pasti terdapat jalan keluarnya. Sehingga untuk menghindari masalah internal, partai politik haruslah memiliki komitmen serta keteguhan yang ajeg untuk selalu menjaga dan menjalankan ideologi partai politiknya. 

Tidak hanya itu, perlu juga sistem duduk perkara yang tidak pragmatis, sehingga di setiap munculnya perbedaan cara pandang antar anggota di dalam tubuh partai, hal tersebut dapat diselesaikan secara aklamasi.Untuk itu, pada akhirnya partai politik harus senantiasa menjalankan fungsi partai politik dengan sebaik mungkin. Disertai dengan mitigasi atau pencegahan terjadinya konflik internal yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun