Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wali Songo, Fiktif atau Nyata?

23 Januari 2018   14:54 Diperbarui: 23 Januari 2018   14:59 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, tetapi juga yang paling tidak jelas, kata sejarawan M.C Riclefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.

Memang ada banyak versi tentang masuknya Islam ke Indonesia. Di Ensiklopedia Islam yang diterbitkan oleh Ikhtiar Baru Van Hoeve setebal 7 jilid, Islam disebut baru masuk ke Indonesia pada 1803 Masehi. 

Di sana, Islam dicatat dibawa masuk oleh tiga serangkai haji dari Sumatera Barat yakni Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang yang dikenal mengusung paham Islam puritan yang dikenal tidak kompromi dengan tradisi dan budaya. Dalam ensiklopedia tersebut, nama Wali Songo tidak disebut sama sekali.

Bagi orang yang terlanjur memahami bahwa penyebar Islam di nusantara adalah Wali Songo, tentu ini bukanlah kabar yang baik.Ini bisa jadi mimpi buruk, bahkan sangat buruk. Ada banyak dugaan yang mengiringi terbitnya Ensiklopedia Islam tersebut. 

Satu di antaranya menduga ini adalah upaya sistematis kelompok Islam minoritas menggulung Islam mayoritas yang sudah mapan terlebih dahulu.

Namun, ada versi lain yang membantah itu. Sejarawan Agus Sunyoto, dalam Atlas Wali Songo, mengungkapkan pada dasawarsa 13, Morcopolo mencatat Islam sudah masuk ke nusantara pada 1433. 

Saat singgah si Perlak (Aceh), ia mencatat penduduk Perlak terbagi atas tiga golongan : muslim Arab-Persia, muslim cina, dan penduduk pribumi yang memuja roh-roh. Ma Huan, pada 1433, juga mencatat penduduk yang tinggal di sepanjang pantai utara Jawa terdiri atas tiga golongan : muslim Cina, Persia-Arab, dan pribumi non Islam yang secara budaya masih sangat kotor. 

Catatan lain menyebutkan Islam sudah masuk pada 674 Masehi. Ini ditulis oleh Dinasti Tang yang dalam catatannya, pada 674 ada saudagar asal Arab yang berdagang ke Kalingga (Jawa Tengah).

Jadi, sejak 674 sampai 1433 atau selama 800 tahun, agama Islam belum dianut secara besar-besaran oleh penduduk pribumi. Baru kemudian, pada seperempat akhir abad ke-15 sampai paruh kedua abad ke-16, setelah kemunculan Wali Songo, Islam dianut oleh lebih banyak orang, bahkan sudah menyebar ke seluruh penjuru Pulau Jawa. 

Tome Pires, duta raja Portugal di Cina yang juga ahli obat-obatan mencatat pada 1515 seluruh wilayah di sepanjang pantai utara Jawa dipimpin oleh adipati-adipati muslim. Itu berarti proses islamisasi di nusantara hanya dilakukan dalam waktu yang sangat singkat.

Upaya menghapus sejarah Wali Songo dari peta penyebaran Islam di nusantara tentu berbahaya. Namun, itu juga berangkat dari lemahnya data dan catatan yang ada tentang Wali Songo. 

Sebagian besar masyarakat muslim Indonesia barangkali mengetahui Wali Songo dari film, sinetron, atau cerita rakyat. Dari cerita-cerita itu, sosok Wali Songo dicitrakan sebagai tokoh sakti mandraguna, bisa menghilang, berjalan di atas air, dan segala macam keanehan lainnya. Kita bisa mengetahuinya lewat kisah-kisah tentang Syekh Siti Jenar yang juga sangat banyak versi sejarahnya. 

Masyarakat Indonesia tidak mengenal Wali Songo sebagai manusia biasa yang menguasai ilmu agama, filsafat, tassawuf, hukum tata negara, ilmu falak, sistem kalender, ilmu pengobatan, sastra, dan arsitektur.

Menyebut Islam di nusantara baru masuk di abad 1803 Masehi tidak ilmiah, bahkan cenderung ngawur. Apalagi jika kita berkunjung ke makam Fatimah binti Maimun, di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik yang inskripsinya menunjuk kronogram 475 Hijriah atau 1082 Masehi. 

Menurut Agus Sunyoto, secara arkeologis, inilah peninggalan Islam tertua di nusantara. Jika merujuk pada makam Fatimah binti Maimun, berarti Islam sudah menyebar ke seluruh dunia dan sampai ke nusantara pada masa Dinasti Abbasiyah.

Batulicin, 23 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun