Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Saya Ngutang karena Allah!"

3 Maret 2017   18:41 Diperbarui: 4 Maret 2017   04:00 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dream. co.id

Selain banyak yang menanyakan terkait suku dan agama, di antara  teman-teman saya juga cukup banyak yang penasaran mengenai mazhab atau aliran agama yang saya yakini.
Tak hanya itu, secara lebih spesifik, mereka juga mempertanyakan sebenarnya saya ini lebih condong ke NU atau ke Muhammadiyah, sebab selama ini saya dinilai tidak tegas dalam memilih satu di antara dua ormas tertua di Nusantara itu. Kadang NU, kadang Muhammadiyah, bahkan, sebagian dari mereka menduga saya adalah anggota FPI.

"Wajah sampeyan itu lho, persis banget sama wajah-wajah warga NU. Tapi sorot mata sampeyan itu, kok, identik dengan Muhammadiyah? Dan perkataan sampeyan itu kalau diperhatikan, kok, FPI banget?" begitu komentar salah satu kawan saya yang pernah menimba ilmu di salah satu pesantren tradisional di daerah ini.

Seharusnya, kata dia, saya konsisten dengan memilih satu di antara ormas-ormas itu. Namun, sampai hari ini saya memang tak pernah menjawabnya dengan gamblang. Kadang-kadang saya hanya menanggapi permintaan itu dengan cengengesan saja.

Sebagian lainnya justru lebih jauh lagi. Mereka justru menduga saya sebagai pengikut Salafi, HTI, Majelis Mujahidin, JIL dan karena saya juga suka bercerita soal ahlul bait, sesekali juga dituduh sebagai pengikut Syiah.

Tetapi, sesungguhnya tak ada masalah dengan sangkaan itu. Bahkan saya juga tidak mempermasalahkan jika misalnya saya disangka sebagai atheis atau agen zionis sekalipun, sebab hal tersebut sama sekali tidak akan mengubah prinsip dan hal lain yang selama ini saya yakini.

Yang penting, saya tidak disalahpahami sebagai orang kaya. Bagi saya sangkaan ini jelas jauh lebih merepotkan daripada tuduhan komunis sekalipun. Tuduhan sebagai orang kaya, atau sebagai orang sukses, mapan, atau terserah apa namanya merupakan salah satu fitnah besar di akhir zaman. Dan saya jelas tak terima dengan tuduhan itu.

Selain akan menimbulkan fitnah, tuduhan ini akan membuat orang berbondong-bondong meminta belas kasih saya dan ujung-ujungnya mereka pasti akan meminjam uang kepada saya atau istilah gaulnya minjem duit. Sementara istilah yang lebih populer di kampung saya adalah ngutang.

Perkara ngutang minjem duit memang sangat kompleks. Dan menghadapi orang yang hobi ngutang jauh lebih rumit daripada menganalisa siapa yang ada di balik perang Timur Tengah atau latar belakang apa yang menyebabkan Kerajaan Arab Saudi berkunjung ke Indonesia.

Sebelumnya saya ingin menjelaskan bahwa tidak hanya agama saja yang memiliki banyak sekte atau mazhab. Tetapi, mereka yang hobi ngutang pun memiliki pemahaman dan kecenderungan berpikir yang berbeda-beda.

Ada sekelompok orang yang suka ngutang, namun pola pikirnya sangat ekstrim. Kalau ia tidak dipinjami uang, ia akan melakukan tindakan anarkis, bahkan radikal seperti memukuli bahkan membacok kita. Kalau pun pada akhirnya kita terpaksa mengalah dan memberikan pinjaman uang kepada mereka, kelompok jenis ini sangat jarang melunasi utangnya, kecuali karena alasan-alasan tertentu yang tidak bisa dipahami manusia.

Kemudian, ada juga kelompok orang yang hobi ngutang, namun tidak terlalu memaksakan kehendak. Mereka tidak akan memukul, apalagi membacok. Namun, jika tidak dipinjami uang, ia tidak segan-segan menyantet kita. Kelompok ini juga cenderung malas mengembayar utang. Dan jangan coba-coba menagih mereka kalau tidak mau menerima paket premium yang berisi berbagai jenis penyakit kiriman dari mereka.

Di luar dua aliran ekstrim itu sebenarnya juga kelompok-kelompok beraliran moderat yang sangat santun saat ingin minjem duit. Mereka tidak punya pemikiran untuk melakukan kekerasan apalagi sampai menyantet orang. Mereka cenderung pasrah, meskipun pada akhirnya mereka tetap susah untuk ditagih.

Dari beberapa kelompok moderat ini, hanya segelintir yang memang benar-benar memiliki komitmen untuk mengembalikan utangnya tepat waktu.

Selain beberapa sekte ngutang yang sudah saya sebutkan, tentu masih banyak sekte-sekte lainnya, entah itu sekte ngutang super radikal, moderat, atau liberal.

***

Di sebuah warung kopi, saat saya sedang bersantai sembari menikmati angin semilir, datang seseorang yang wajahnya lesu, sumpek, dan penuh dengan keputusasaan. Langkahnya gontai. Sesekali ia menghisap rokok murahnya, lalu menghembuskan asapnya ke udara. Begitu seterusnya, sampai ia memecah kebekuan di antara kami.

Sambil memukul meja ia kemudian berkata, "Mas, saya mau pinjem duit! Tapi, sebentar jangan dipotong dulu. Saya tahu kalau sampeyan tidak mau meminjamkan uang ke saya karena sampeyan akan beralasan bahwa sampeyan tak punya uang, bahkan untuk membeli beras saja sampeyan tidak mampu. Saya tahu sampeyan pinter ngeles, bahkan saya tahu betul sampeyan itu rajanya ngeles. Sampeyan mungkin bisa mengecoh orang lain dengan mengatakan bahwa sampeyan itu sebenarnya orang susah, bahkan sampeyan adalah salah satu pendiri Komunitas Orang Susah di daerah ini. Tetapi, itu semua tidak akan membuat saya tertipu!"

"Sebentar, Mas," saya mencoba memotong.

"Cobalah sampeyan gunakan hati nurani sampeyan itu. Apakah sampeyan tidak melihat cahaya di wajah saya yang semakin hari semakin redup? Apakah sampeyan tidak melihat bahwa air mata saya telah habis karena saya tidak mampu menghadapi persoalan yang sedang mencekik leher saya dan sebentar lagi akan membunuh saya?
Apakah sampeyan tidak kasihan dengan saya yang pengangguran ini? Saat saya ini merantau kesini saya sama sekali tidak pernah berniat menjadi gelandangan apalagi sampai bercerai dengan istri saya. Tetapi, nyatanya saya ditinggalkan oleh orang yang paling saya cintai. Bahkan kemarin ia mencela saya dengan kata-kata kasar. Ia mengatakan saya 'cuma modal kontil' saja. Saya tak pernah berniat bekerja. Saya dituding tidak becus mengurusi rumah tangga. Setiap hari ia menghina saya karena saya belum mendapat pekerjaan, saya bukan pegawai, bukan karyawan perusahaan besar, juga bukan pejabat yang punya kekayaan miliaran. Saya benar-benar terhina, Mas!"

"Sebentar, Mas. Coba beri kesempatan saya bicara. Ini istri saya sedang menelepon," saya kembali menyela.

"Gombal sampeyan itu! Saya tahu itu modus licik sampeyan agar sampeyan bisa lari dari saya dengan alasan dipanggil istri. Itu modus lama. Saya sudah tahu bahwa itu adalah salah satu jurus pamungkas sampeyan agar bisa menghindari saya. Jadi, tolonglah, sampeyan harus segera mempertimbangkan hal ini dan sampeyan segera mengambil keputusan. Sampeyan juga tak perlu membuka dompet, sebab saya pun tahu kalau sampeyan tak pernah menyimpan uang di dompet.

"Tapi, Mas. Saya benar-benar tak..."

"Sampeyan mestinya bersyukur, Mas, sebab Allah telah memberikan banyak sekali rezeki untuk sampeyan. Lihatlah, sampeyan sudah punya segalanya, harta benda, rumah, istri cantik, semuanya serba cukup. Dan sampeyan pun pasti tahu bahwa yang menyuruh saya mendatangi sampeyan adalah Allah. Sampeyan pun pasti paham betul meskipun manusia bisa berikhtiar, namun semua perbuatan manusia hakikatnya adalah ciptaan Allah. Jadi, kesulitan yang saya hadapi selama ini adalah bagian dari takdir Allah. Dan saya yakin kedatangan saya kesini juga karena Allah. Apakah sampeyan mau menantang Allah?"

Belum sempat saya menjawab, air bah sudah menjelma tsunami.

Majelis Ketapang 3.3.2017 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun