Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengintip Neraka

3 Juli 2016   06:40 Diperbarui: 3 Juli 2016   15:35 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: lampuislam. org)

Menyaksikan tausyiah ustadz yang sering nongol di televisi membuat saya pesimis dengan keindahan surga. Saya justru semakin penasaran dengan kondisi sosial kemasyarakatan di neraka. Sebenarnya yang membuat saya begini tidak lain karena penjelasan sang ustadz, yang kalau boleh saya bilang sangat konvensional, tidak menarik sama sekali.

Bukan karena saya tidak ingin masuk ke surga, tapi karena surga yang dijelaskan sang ustadz memang tidak membuat saya terkesan. Dari tausyiahnya itu, ia memaparkan bahwa surga merupakan tempat yang amat luas, berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan bumi yang kita pijak hari ini.

Di surga terdapat sungai-sungai yang airnya amat jernih dan rasanya lebih nikmat dibandingkan madu di dunia. Sayangnya, sang ustadz tidak menjelaskan lebih rinci, apakah air sungai di surga bisa dimanfaatkan untuk memancing ikan? Ia juga, mungkin lupa menjelaskan, tingkat kekentalan air sungai di surga. Karena kalau terlalu kental, saya khawatir masyarakat di surga tidak akan nyaman berenang disana.

Selain itu, kata ustadz, di surga terdapat berbagai macam buah-buahan yang rasanya jauh lebih nikmat dari buah-buahan di bumi. Kenikmatan surga semakin lengkap dengan keberadaan bidadari-bidadari surga yang cantik jelita, jauh berkali-kali lipat lebih memesona dibandingkan mantan kekasih saya, Raline Shah dan Sanni Aura Syahrani.

Diluar penjelasan sang ustadz, ada dugaan bahwa di surga juga tidak ada Facebook, salah satu media sosial paling populer sejagat raya. Juga tidak ada Twitter, Patch, Instagram, apalagi Youtube. Dan jangan pernah Anda tanyakan seberapa kencang koneksi internet di surga.

“Disini tidak ada menu makanan ayam bakar korupsi, sayur lodeh kolusi, dan sambel goreng nepotisme. Dan mohon maaf, disini tidak ada jaringan telepon dan koneksi internet seperti yang ada di dunia,” demikian bocoran yang saya dapatkan dari salah seorang malaikat yang sering mondar-mandir surga – neraka.

Bagi Anda yang saat di dunia terbiasa datang ke diskotek setiap akhir pekan, jelas tidak cocok dengan tradisi dan budaya masyarakat di surga. Sebab, selain tidak ada orang yang menjual Inex dan minum-minuman keras, di surga juga tidak ada house music garapan Dj Sudrun.

Genre musik di surga amatlah sedikit. Masyarakat surga hanya mengenal musik-musik bergenre sholawat. Itu pun sholawat yang langsung diajarkan oleh Nabi Muhammad. Sementara sholawat-sholawat lainnya yang dikarang para ulama kontemporer tidak akan pernah Anda temukan di surga.

“Karena sholawat itu bid’ah ndolalah,” demikian fatwa sahabat saya, alumni pesantren kilat.

Dan jangan sekali-kali Anda berharap bisa menonton konser band legendaris seperti The Beatles, The Rolling Stones, Queen, atau Nirvana. Sebab personel band legenda seperti John Lennon, Mick Jagger, Kurt Cobain, atau Freddie Mercury sudah ditakdirkan menyatu dengan kerak api neraka.

Karena kondisi di surga terlihat kurang asyik, saya justru penasaran dengan keadaan di dalam neraka. Jangan-jangan kehidupan di neraka justru lebih asyik karena kita bisa bertemu dan bersalaman dengan bintang-bintang porno populer dari Amerika, Eropa, dan Asia. Termasuk model-model seksi yang biasa menampilkan posengangkang sambil makan pisang raja di sampul depan majalah dewasa.

Oh iya, salah satu alasan mengapa saya lebih tertarik mengamati kondisi sosial masyarakat di neraka justru karena saya ingin melihat bagaimana nasib orang-orang yang membawa kayu gelondongan dari hutan Kalimantan, atau mereka yang membuang limbah-limbah sawit ke sungai-sungai.

Saya juga ingin menyaksikan, bagaimana nasib oknum aparat penegak hukum yang menjual harga dirinya hanya untuk mengejar kemewahan dan jabatan, atau oknum lainnya yang secara konsisten dan istiqomah melindungi bisnis  pengusaha hitam, dan secara diam-diam ikut nimbrung dalam bisnis tersebut.

Bagaimana nasib pengusaha yang menggunakan kekayaannya untuk membeli hukum demi melancarkan bisnis ilegalnya. Lalu dengan uangnya yang tak habis tujuh belas turunan, ia membantu pembangunan kantor-kantor megah, dan  perumahaan-perumahaan elite agar aparat-aparat penegak hukum semakin tunduk di bawah kakinya, dan patuh terhadap semua perkataannya.

Lalu bagaimana dengan oknum wakil rakyat yang kerjaannya hanya sibuk dengan study banding ke negeri, dan sibuk dengan jatah proyek yang ia terima dari hasil kongkalikong bersama oknum-oknum lainnya?

Wong sang kiai super alim yang tak sengaja mengambil kayu kecil dari pagar tetangga untuk mengatasi slilit di giginya saja terancam gagal masuk surga. Hanya karena sang kiai yang alim lupa minta izin kepada si pemilik rumah. Apalagi orang-orang yang merampok sumber daya alam, dan orang-orang yang hobinya mencuri uang rakyat. Belum lagi pemimpin yang zalim kepada rakyatnya, atau pemimpin yang hanya bisa umbar janji saat kampanye, sementara realisasinya, nol besar.

Kondisi sosial kemasyarakatan di neraka memang jauh lebih berdinamika dibandingkan kondisi di surga yang kelihatannya lempeng-lempeng saja. Kalau ada kesempatan, saya ingin sekali mengajak sang ustadz mengintip neraka, sekadar melihat-lihat atau ngabuburit disana. Saya yakin, sang ustadz justru lebih enjoy dan akan membuatnya awet muda. Apalagi menurut selentingan yang saya dengar, sang ustadz ternyata fans fanatik Maria Ozawa.

Bagaimana pak ustadz?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun