Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Saya Murtad Saja"

20 Mei 2016   20:55 Diperbarui: 20 Mei 2016   21:39 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya menarik juga. Saya kok baru tahu jika ulama-ulama Islam juga banyak yang intelek dan bisa menemukan berbagai pengetahuan modern yang sangat berpengaruh bagi perkembangan ilmu pengetahuan dunia.

"Coba kau baca dahulu. Kalau tidak menarik, bisa kau kembalikan kapan saja," ujarnya, sembari memberikan sebuah buku tokoh-tokoh intelektual Islam, dan kitab yang mereferensikan pemikiran Khalifah Al Makmun dari Dinasti Abbasiyah.

Suatu ketika, ia mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk. Saya sih manggut-manggut saja. Bagi saya pelajaran itu masih terlalu tinggi. Tapi saya yakin, suatu saat saya akan memahami apa yang ia katakan. Semakin hari, Islam semakin membuat saya jatuh cinta. Sepertinya saya mulai menemukan jalan yang saya cari selama ini. Akhirnya saya putuskan untuk mengucapkan kalimat sakral itu. "Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah."

Sahabat saya langsung memeluk saya. Ia berkata, "Engkau telah menemukan jalanmu. Dan sekarang, kita bisa berjalan beriringan sambil berdiksusi tentang betapa hebatnya orang-orang Islam itu."

Sampai suatu hari, dunia telah mengetahui keislaman saya. Saya yakin, mereka akan menyambut dengan suka cita. Tapi dugaan ini ternyata salah. Saya justru dicela sebagai orang sesat, bahkan sebagian orang menyebut saya kafir. Mereka berkata, saya telah masuk Islam ke aliran yang salah yang telah difatwa sesat ratusan tahun yang lalu.

Saya amat terkejut dengan tuduhan-tuduhan itu. Nafas saya sesak. Tak terasa mata saya menggerimis ditengah hujatan-hujatan mereka kepada saya. Lalu, apa yang harus saya lakukan? Padahal, keislaman saya berangkat dari niat untuk mencari ketenangan dan kedamaian hidup. Tapi mengapa mereka justru mencela, mencaci maki, mengolok-olok, dan menyesatkan saya? Padahal sebelumnya saya tidak pernah mengagumi agama yang dibawa Nabi Muhammad sebelum sahabat saya menjelaskan tentang Islam.

Mereka justru mengklaim sebagai kelompok yang paling benar dan sejalan dengan isi kandungan  Al Qur'an dan As Sunnah. Mereka mengajak saya masuk ke dalam kelompoknya. "Segera engkau tinggalkan ajaran-ajaran itu. Ikutlah bersama kami. Sebab ajaran-ajaran Islam selain yang kami ajarkan sudah terkontaminasi  oleh tradisi dan ritualitas budaya masyarakat. Islam mereka tidak semurni Islam kami. Mereka semua sesat!."

Adapula yang mengatakan bahwa belajar Islam tidak bisa dilakukan secara otodidak dan parsial. Belajar Islam harus melalui ulama-ulama yang mu'tabar yang sanadnya bersambung kepada Rasulullah SAW. Sementara kelompok lainnya juga mengatakan bahwa kelompoknya adalah wujud ajaran Islam yang kaffah, Islam yang sesuai ajaran Nabi Muhammad.

Sambil meneteskan air mata, saya terus berdo'a kepada Tuhan. "Ya Allah, tunjukkanlah hamba jalan yang lurus. Jalan yang benar-benar engkau ridhoi." 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun