"Ah, rupanya Haji Parkesit cuma lihai dalam mengumpulan uang untuk pergi haji atau umroh," batin saya. "Ia sama sekali tak paham perkara khilafiyah. Lebih parah lagi, ia tak mau menerima nasehat dari orang lain."
Padahal, kalau mau sedikit teliti, imam solat di Mekkah dan Madinah juga tidak mengeraskan bacaan bismillah saat membaca  surat Al Fatihah terutama saat solat jahr, maghrib, isya, dan subuh. Bahkan, di negara-negara yang mayoritas masyarakatnya mengikuti mazhab Maliki, bacaan bismillah dalam surat Al Fatihah memang tidak dibaca sama sekali.
Sempat terbesit di dalam pikiran saya, jangan-jangan beliau tidak pernah ikut solat jamaah saat berada di tanah suci. Jangan-jangan beliau kesana cuma dalam rangka plesiran sembari berburu air zam-zam, kurma Arab atau malah berburu janda Arab. Ah, saya tak boleh berprasangka buruk. Biarlah itu menjadi urusan dia dengan Allah SWT. Saya tak mau ikut campur terlalu jauh.
Saya sendiri bukan bermaksud sok tahu, atau merasa lebih paham urusan agama. Saya sadar betul, bahwa saya hanyalah seorang pemuda yang cuma pernah mondok di pesantren kilat saat bulan ramadan tiba. Saya cuma tahu sedikit tentang agama, cuma kulit-kulitnya saja.
Tapi saya terus berupaya untuk belajar, saya terus mencari ilmu, hingga saya bertemu dengan mahluk tuhan bernama khilafiyah. Dan saat ini, khilafiyah telah menjadi teman sekaligus sahabat saya. Kami begitu akrab dan saling menghormati satu sama lain. Saya yakin suatu saat khilafiyah akan menjadi kekasih saya. Ya Allah, cantik betul makhluk Tuhan bernama khilafiyah itu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H