Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Potensi

11 Maret 2016   10:36 Diperbarui: 21 Maret 2016   16:52 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi, sumber foto: Food.detik.com "][/caption]

Raut wajah Haji Mukiyo terlihat begitu resah. Seperti layaknya politisi dan pengamat politik, ia ikut-ikutan galau memikirkan kondisi negara yang tak kunjung sembuh dari sakit Polio. Menurut Haji Mukiyo, semuanya sudah tak bisa dipikir dengan logika. Logikanya, kondisi seperti ini tidak mungkin terjadi di sebuah negeri kaya raya dengan sumber daya alam yang melimpah ruah.

Tapi mau bagaimana? Segalanya serba terlanjur. Terlanjur basah, terlanjur basi, dan terlanjur-lanjur lainnya. Tapi bukan terlanjur janda lho ya. Heuheu...

Padahal, negeri ini merupakan salah satu negara dengan potensi sumber daya alam yang luar biasa besar. Tapi kok?!

Tunggu dulu! Indonesia tak hanya kaya dari sumber daya alamnya saja. Sebenarnya, sumber daya manusianya juga tak kalah ajaib. Banyak orang cerdas nan kreatif di negeri ini.

Buktinya, kerak nasi saja bisa dijual dan bisa dijadikan panganan yang gurih lagi nikmat. Orang Jawa mengenalnya dengan sebutan Intip. Bahkan, di daerah Banjar, kulit cempedak pun bisa dijadikan makanan yang digilai hampir seluruh masyarakat. Orang Banjar menyebutnya Mandai.

Kreativitas masyarakat Indonesia di sektor kuliner memang luar biasa. Ini baru sebagian kecil dari berbagai macam kuliner unik yang populer di masyarakat Nusantara. Di sejumlah daerah lain seperti di Sumatera, Sulawesi, Bali, atau Papua tentu ada banyak sekali kuliner khas yang mungkin tak akan pernah kita jumpai di negara-negara maju yang berada di daratan Eropa atau Amerika.

Betapa ruginya orang Amerika. Mereka memang jauh lebih paham soal teknologi modern daripada masyarakat Indonesia. Soal teknologi, mereka dua atau tiga langkah lebih maju.

Tapi orang Amerika hanya tahu kalau beras hanya bisa diolah menjadi nasi. Sementara orang Indonesia tentu sudah biasa ngremus Intip sambil dolanan Facebook atau Twitter.

Kerugian serupa juga dialami oleh kaum kapitalis yang hanya mampu merampok sumber daya alam di Indonesia, tetapi mereka tidak sempat mencuri kekayaan Indonesia di berbagai sektor lainnya. Mungkin menurut mereka, negeri ini hanya kaya di sektor sumber daya alam. Padahal, kekayaan di sektor tersebut hanya seujung jari dari seluruh kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

Saya sangat bersyukur, karena yang dicolong oleh kaum kapitalis hanya hutan Kalimantan, emas di Papua, batubara, dan berbagai sumber daya alam lainnya. Coba kalau orang Amerika mengetahui bahwa beras tak hanya bisa dijadikan nasi, tetapi juga bisa dibuat Intip. Saya yakin, yakiiiin sekali, kalau Intip sudah menjadi makanan yang mendunia. Terkenal di dunia internasional.

Intip akan dibahas di forum-forum resmi. Bahkan Presiden Barack Obama akan mengampanyekan Intip disela-sela pidato kenegaraan. Dan tokoh kontroversial Donal Trump akan meninggalkan tradisi makan daging babi. Karena ia sudah sangat gila dengan makanan ringan bernama Intip.

Karena gaungnya yang luar biasa besar, pertemuan forum umat Islam sedunia tak akan membahas soal persatuan mazhab, konflik Timur Tengah, atau apapun masalah tentang dunia Islam. Para ulama dari berbagai belahan dunia akan membahas soal Intip yang menurut mereka memiliki citarasa ajaib dan mengagumkan. Jumhur ulama dari berbagai mazhab sepakat mengakui bahwasanya Intip adalah makanan yang berasal dari Surga. Hanya sebagian ulama asal Iran dan Saudi yang menolak keras, dan malu-malu mengakui eksistensi Intip. Alasannya, karena Intip buatan Amerika. Hhhh...

Oh iya, harap bedakan antara Intip dengan rengginang. Keduanya memang mirip. Sebagian orang yang kurang paham sering menyamakan kedua kuliner tersebut. Tapi hakikatnya, perbedaan keduanya seperti Arab Saudi dengan Iran. Mereka seperti Amerika Serikat dan Rusia. Atau seperti Sunni dan Syiah.

"Belum paham mbah," celetuk seorang teman.

Waduuuuuh. Sepertinya sampeyan perlu mentradisikan budaya ngemut sandal supaya paham apa yang saya maksud.

"Tapi ini kan soal perbedaan intip dan rengginang. Bukan soal Saudi dan Iran, Rusia dan Amerika, apalagi Sunni dan Syiah,"katanya lagi.

Wuuaaaaasyuuuuuuu. Yo wes kalau nggak mudeng ya nggak usah dimudengi, nggak usah dipahami. Karena tidak semua hal yang kita ketahui, harus kita pahami. Saya juga nggak paham, kenapa kok emas di Papua itu kok ujug-ujug dikuasai orang Amerika. Padahal tanahnya milik orang Indonesia.

Saya juga nggak paham, kenapa orang asing yang membabat habis hutan di Kalimantan. Lalu setelah hutannya habis, mereka keruk tanahnya untuk diambil emas hitamnya. Lalu sekonyong-konyong mereka pergi begitu saja meninggalkan lubang-lubang menganga bekas galian batubara.

Lalu, warga Indonesia cuma bisa bilang, "lho kok?!"

Bagi saya, ini seperti saat kita bermpimpi memiliki sebuah kerajaan yang serba mewah, serba megah, dan serba-serba lainnya. Tapi setelah bangun, tiba-tiba yang kita lihat hanya sempak dan kutang yang menggelantung di tali jemuran. Lalu kita semakin kaget saat mengetahui kita berada di gubuk reot yang hampir roboh.

"Lho, lho, lho... Kok begini. Perasaan tadi saya punya istana megah yang sangat besar. Saking besarnya dan luasnya, mau ke toilet saja harus naik kereta kuda atau permadani. Sebab di kerajaan tak ada Gojek atau angkutan kota butut seperti di Kalimantan. Kemudian, di sebelah di samping kanan dan kiri saya ada tujuh bidadari yang kecantikannya puluhan kali lipat lebih cantik dari Miss Universe atau Miss World. Luna Maya atau Aura Kasih tentu tak ada apa-apanya"

Tapi, meskipun berbagai potensi sumber daya alam yang belum sempat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia sudah kadung dicolong duluan, buktinya rakyat Indonesia masih bisa survive. Dan kita tak kehabisan sesuatu yang bernama potensi.

Apalagi orang Jawa masih memiliki Intip sebagai makanan ajaib, dan orang Banjar masih bisa makan Mandai sambil update status status caci maki yang ditujukan ke Perusahaan Listrik Negara.

Walaupun pada akhirnya Freeport berhasil mengeruk seluruh sumber daya alam di Papua, itu tak akan membuat warga Papua menjadi lemah dan gampang masuk angin. Hakikatnya, masyarakat Papua, dan seluruh rakyat Indonesia merupakan bangsa yang kuat, tangguh, dan memiliki kesabaran sudah sangat teruji.

Tentu kita sebagai masyarakat Indonesia tak perlu khawatir dengan kondisi seperti ini. Toh, kita masih punya kerikil, untuk dijadikan batu akik. Kata Mbah Klowor, daripada protes kesana kemari karena merasa dizolimi dan diperlakukan tidak adil, lebih baik kita berpartisipasi untuk mempertahankan negara yang buruk ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun