Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mitologi

8 Maret 2016   11:21 Diperbarui: 8 Maret 2016   11:33 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 [caption caption="Sumber Foto: mitosmitologia.com "][/caption]  Kalau Tempe Mendoan diklaim oleh bangsa Malaysia, apa yang bisa kita lakukan? Jangankan cuma Tempe Mendoan,   wong pulau saja bisa diklaim seenak udelnya. Buntut dari klaim tersebut tentu saja setiap memproduksi satu unit Tempe Mendoan, masyarakat Indonesia harus bayar royalti kepada pemerintah Malaysia.

Apalagi, bangsa Indonesia memang tidak memiliki bukti otentik bahwa Tempe Mendoan merupakan kuliner asli karya masyarakat Nusantara klasik. Silahkan anda ajukan argumentasi yang paling kuat sekalipun,  tapi tak akan ada nama tokoh penemu Tempe Mendoan disertai profil lengkapnya. Yang umum diketahui, Tempe Mendoan berasal dari Banyumas, Jawa Tengah.

Kita juga tidak akan pernah tahu, penemu Tempe Mendoan ini termasuk golongan manusia, spesies dhemit, atau lelembut. Karena minimnya dokumentasi sejarah ini, saya khawatir, seratus atau dua ratus tahun lagi Tempe Mendoan hanya akan menjadi bagian dari sebuah mitologi. Apalagi berbagai macam makanan cepat saji sudah begitu mendominasi pangsa pasar kuliner Nusantara. Masyarakat juga lebih tertarik datang ke restoran cepat saji daripada berdesak-desakan di warteg.

Maka jangan heran jika saat ini ada sejumlah ustadz jebolan Arab Saudi yang mengatakan bahwa Wali Songo hanya tokoh fiktif dari negeri dongeng. Padahal, bagi masyarakat Indonesia, Wali Songo merupakan para ulama yang datang dari Hadramaut, Yaman dan berkontribusi besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.  Saya harap warga Indonesia tak perlu tersinggung dengan pernyataan tersebut. Maklumi saja. Barangkali sang ustadz cuma lulusan pesantren kilat. 
Kiita ambil sisi baiknya saja lah. Buktinya, setelah kritik tersebut menyebar luas dari berbagai media di internet, banyak pihak yang selama ini diam, mulai angkat bicara dan ikut menjelaskan sejarah, asal muasal datangnya wali sembilan ke Nusantara. Berbagai bukti otentik diperlihatkan. Termasuk dokumen klasik yang berasal dari negeri Kincir Angin.

Soal dokumentasi sejarah, Indonesia mungkin berada di zona degradasi diantara negara-negara lain. Memang menyedihkan sekali, sangat mengharukan. Karena itu saya jadi heran, bangsa ini kok masih larut dalam euforia soal negeri kaya, kaya alamnya, kaya budayanya, kaya agamanya kaya sukunya. Iya. Soal itu, Indonesia memang sudah kaya sejak dahulu kala. Tapi apakah selama ini kita menikmatinya?

Berdo'alah agar kekayaan alam di Indonesia tidak menjadi dongeng pengantar tidur untuk anak cucu kita nanti. Dan semoga hutan di Pulau Kalimantan dan emas di Papua juga tidak akan menjadi sebuah bagian dari mitologi bangsa ini.    

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun