[caption caption="Sumber Foto: mitosmitologia.com "][/caption]  Kalau Tempe Mendoan diklaim oleh bangsa Malaysia, apa yang bisa kita lakukan? Jangankan cuma Tempe Mendoan,  wong pulau saja bisa diklaim seenak udelnya. Buntut dari klaim tersebut tentu saja setiap memproduksi satu unit Tempe Mendoan, masyarakat Indonesia harus bayar royalti kepada pemerintah Malaysia.
Apalagi, bangsa Indonesia memang tidak memiliki bukti otentik bahwa Tempe Mendoan merupakan kuliner asli karya masyarakat Nusantara klasik. Silahkan anda ajukan argumentasi yang paling kuat sekalipun, Â tapi tak akan ada nama tokoh penemu Tempe Mendoan disertai profil lengkapnya. Yang umum diketahui, Tempe Mendoan berasal dari Banyumas, Jawa Tengah.
Kita juga tidak akan pernah tahu, penemu Tempe Mendoan ini termasuk golongan manusia, spesies dhemit, atau lelembut. Karena minimnya dokumentasi sejarah ini, saya khawatir, seratus atau dua ratus tahun lagi Tempe Mendoan hanya akan menjadi bagian dari sebuah mitologi. Apalagi berbagai macam makanan cepat saji sudah begitu mendominasi pangsa pasar kuliner Nusantara. Masyarakat juga lebih tertarik datang ke restoran cepat saji daripada berdesak-desakan di warteg.
Maka jangan heran jika saat ini ada sejumlah ustadz jebolan Arab Saudi yang mengatakan bahwa Wali Songo hanya tokoh fiktif dari negeri dongeng. Padahal, bagi masyarakat Indonesia, Wali Songo merupakan para ulama yang datang dari Hadramaut, Yaman dan berkontribusi besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.  Saya harap warga Indonesia tak perlu tersinggung dengan pernyataan tersebut. Maklumi saja. Barangkali sang ustadz cuma lulusan pesantren kilat.Â
Kiita ambil sisi baiknya saja lah. Buktinya, setelah kritik tersebut menyebar luas dari berbagai media di internet, banyak pihak yang selama ini diam, mulai angkat bicara dan ikut menjelaskan sejarah, asal muasal datangnya wali sembilan ke Nusantara. Berbagai bukti otentik diperlihatkan. Termasuk dokumen klasik yang berasal dari negeri Kincir Angin.
Soal dokumentasi sejarah, Indonesia mungkin berada di zona degradasi diantara negara-negara lain. Memang menyedihkan sekali, sangat mengharukan. Karena itu saya jadi heran, bangsa ini kok masih larut dalam euforia soal negeri kaya, kaya alamnya, kaya budayanya, kaya agamanya kaya sukunya. Iya. Soal itu, Indonesia memang sudah kaya sejak dahulu kala. Tapi apakah selama ini kita menikmatinya?
Berdo'alah agar kekayaan alam di Indonesia tidak menjadi dongeng pengantar tidur untuk anak cucu kita nanti. Dan semoga hutan di Pulau Kalimantan dan emas di Papua juga tidak akan menjadi sebuah bagian dari mitologi bangsa ini.   Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H