Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hakikat Secangkir Kopi

14 Februari 2016   09:10 Diperbarui: 4 April 2017   18:29 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara bagi mbah Somat, pakaian bukanlah hal yang penting. "Pakaian itu cuma bungkus," katanya. Yang penting hati yang bersih. Karena itu, mbah Somat dikenal kurang rapi dalam berbusana. Ia juga hampir tidak pernah menggunakan kopiah atau gamis putih. Ia lebih enjoy dengan kaos oblong dan celana panjang biasa.

Setelah menghabiskan beberapa batang rokok, mbah Somat berkata, "Kalau segala yang wajib sudah terpenuhi, tapi lisan masih ngawur. Itu juga percuma. Betul nggak mbak Sri," kata mbah Somat sembari memalingkan wajah ke arah mbak Sri yang saat itu masih sibuk menggoreng singkong.

"Halah mbah mbah. Mana saya tahu urusan begituan. Saya cuma tahu urusan nggoreng singkong, ngulek sambel, sama anu, eh..."mbak Sri menghentikan ucapannya.

"Sama apa mbak," mbah Fakih nyeletuk.

"Hanya tuhan yang tahu mbah," jawab mbak Sri, sambil mesam mesem.

Sudah hampir tiga jam kedua ulama ini berdebat di warung mbak Sri. Tapi belum juga menemukan titik temu. Mbah Fakih tetap ngotot dengan ilmu syari'atnya. Dan mbah Somat tetap konsisten dengan ilmu tarekatnya.

Saat kumandang azan maghrib terdengar lirih, perdebatan itu tak juga usai. Mbak Sri sempat bingung. Karena dua orang ini bukan orang sembarangan. Keduanya merupakan ulama besar yang sangat disegani di kampungnya. Bahkan kemasyhuran mbah Fakih dan mbah Somat sampai ke telinga masyarakat di kampung sebelah.

Karena tak berani protes, mbak Sri hanya bisa geleng-geleng kepala. "Beliau-beliau ini kok terlalu asik dengan perdebatan itu. Apa ndak dengar ada azan maghrib?"

"Aku kok ndak habis pikir. Lha terus yang jadi imam siapa itu?",mbak Sri mengernyitkan dahinya sembari mengangkat pundaknya. "Ah, emang gue pikirin," bathinnya.

Selepas isya, perdebatan antara mbah Fakih dan mbah Somat semakin memanas. Tak pernah ada kata sepakat di antara mereka. Jika sebelumnya hanya adu logika, kali ini keduanya sudah perang dalil. Mbah Fakih mengeluarkan puluhan hadits sohih. Begitupula dengan mbah Somat. Tapi, bagai air dan minyak, tetap saja, dalil yang digunakan bertentangan satu sama lain.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun