[caption caption="Foto: rmol. co "][/caption]
Salah satu momen paling menjengkelkan itu ketika mengetahui wanita cantik yang sering menjadi teman curhat kita ternyata seorang waria. Apes!
Hal seperti ini bukan sesuatu yang aneh kalau Anda berada di Thailand. Seperti diketahui, Thailand memang memiliki beberapa kota yang menjadi destinasi wisata utama seperti Bangkok, Phuket, Pattaya atau kota Hatyay.
Di kota-kota ini Anda lebih mudah mencari banci daripada mencari martabak telor. Tapi ya itu tadi, membedakan wanita beneran dan wanita jadi-jadian di negeri Gajah Putih itu perlu proses yang cukup panjang. Kita tak bisa hanya melihat sepintas saja.
Seharusnya masyarakat Indonesia bisa belajar dari sikap selektif-nya pria-pria tulen di negeri Gajah Putih itu saat ingin berkenalan dengan seorang wanita. Mereka pasti tidak ingin jika dikemudian hari baru mengetahui bahwa wanita kenalannya adalah seorang banci.
Berkenalan dengan wanita saja harus begitu selektif. Apalagi saat memilih calon pemimpin. Tetapi realitanya, sebagian masyarakat Indonesia belum bisa membedakan mana pemimpin ori dan yang mana pemimpin berkualitas KW.
Sebenarnya saya ingin menyarankan Anda untuk menolak calon pemimpin yang hobi membagi-bagikan amplop. Tetapi sepertinya sulit. Amplop beserta isinya ternyata masih memiliki daya magis yang bisa mempengaruhi pola pikir manusia.
Tak heran jika tolak ukur keberhasilan calon pemimpin masih dinilai melalui amplopnya. Semakin banyak menyebarkan amplop, semakin besar potensi calon pemimpin itu menang di Pilkada.
Di Kalimantan Selatan mungkin tak ada tim sukses pasangan calon yang berani memberikan amplop kosong kepada masyarakat. Sejelek-jeleknya pasti ada isinya. Minimal mereka memberikan Rp 100. Itupun masih ditambah dengan ajakan solat hajat untuk mendo'akan agar calon pemimpin tersebut menang di Pilkada.
Tapi jangan senang dulu, tak perlu bergembira ria secara berlebihan saat menerima amplop. Persis seperti meneliti waria di Thailand, Anda harus memeriksa secara teliti uang didalam amplop dengan cara "dilihat, diraba dan diterawang".
Jangan sampai ketika uang itu akan digunakan untuk membeli beras di toko sembako terdekat, eh pedagangnya bilang,"maaf mas, uang ini palsu".