Masyarakat yang biasa hidup penuh ketenangan mulai terusik. Suara alat berat yang mengeruk bumi Banjarsari mulai mengusik tidur mereka. Aktivitas belajar mengajar siswa siswi SDN 2 Banjarsari juga ikut terganggu karena tambang batubara hanya berjarak sekitar 20 meter dari sekolahan. Tak hanya itu, sebaran debu yang berasal dari aktivitas alat berat itu juga mulai mengganggu masyarakat setempat.
Tak terhitung berapa kerugian yang diderita masyarakat Desa Banjarsari. Tak hanya kerugian materil, psikologis masyarakat juga sangat terganggu. Mereka berupaya melawan. Tetapi siapa yang bisa melawan arus kapitalisme yang begitu deras?
[caption caption="SDN 2 Banjarsari "]
Setidaknya ada puluhan rumah yang sudah lenyap dan berubah menjadi kubangan raksasa dengan kedalaman lebih dari 30 meter. Yang patut disayangkan ialah tanggung jawab perusahaan yang tak pernah peduli dengan lingkungan. Pemerintah pun dibuat tak berdaya. Sampai hari ini kondisi Desa Banjarsari begitu memprihatinkan.
Saya sendiri sudah tak bisa lagi menghitung berapa banyak lubang galian eks tambang batubara yang sampai hari ini tidak pernah direklamasi. Lubang-lubang itu dibiarkan menganga begitu saja.
Penderitaan warga semakin lengkap saat ganti rugi yang dibayarkan sejumlah perusahaan dinilai tidak sesuai ekspektasi masyarakat. Saat ini sebagian warga Desa Banjarsari sudah mulai meninggalkan kampung halamannya untuk mencari peruntungan baru di daerah lain.
Bagi mereka, Desa Banjarsari adalah kenangan yang indah sekaligus pahit. Mungkin beberapa tahun lagi Desa Banjarsari sudah berubah menjadi desa hantu, karena sudah tak ada masyarakat yang mau tinggal di desa itu.
"Lestarikan alam hanya celoteh belaka, lestarikan alam mengapa tidak dari dulu. Oh mengapa...".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H