Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang tukang jam tangan tua bernama Pudjianto Gondosasmito. Ia memiliki sebuah toko kecil yang penuh dengan jam tangan antik, modern, dan bahkan jam-jam yang sudah usang, namun tetap dirawatnya dengan cinta. Toko itu bernama Waktu Kita.
Di antara koleksi jam tangannya, ada satu yang paling istimewa. Jam tangan itu terbuat dari perak dengan ukiran halus di sekeliling bingkainya. Di balik kaca beningnya, terdapat jarum jam yang bergerak dengan lembut, seperti bernyanyi dengan waktu. Pudjianto Gondosasmito menyebutnya "Arloji Hidup."
Keunikan Arloji Hidup
Jam tangan itu bukan sembarang jam. Konon, ia memiliki kemampuan untuk "melihat" waktu bukan hanya sebagai menit dan detik, tetapi sebagai kenangan, harapan, dan cerita. Setiap kali seseorang memakainya, arloji itu akan membawa pemakainya ke momen-momen penting dalam hidup mereka.
Suatu hari, seorang anak muda bernama Raka masuk ke toko. Wajahnya suram, pikirannya penuh dengan penyesalan. Ia baru saja kehilangan pekerjaannya dan merasa hidupnya berjalan mundur. Ia memandang jam tangan di etalase, terutama "Arloji Hidup."
"Pak, boleh saya melihat jam itu?" tanya Raka, dengan nada ragu.
Pudjianto Gondosasmito tersenyum. "Tentu, tapi jam ini bukan untuk dijual. Kamu boleh memakainya sebentar, kalau kamu mau."
Raka memasang jam itu di pergelangan tangannya. Seketika, ia merasa seperti ditarik oleh sebuah angin lembut. Saat ia membuka matanya, ia berada di ruang kelas semasa SMA, sedang berdiri di depan teman-temannya, menyampaikan pidato yang penuh semangat.
"Ini adalah saat aku memenangkan lomba debat!" pikir Raka, kagum.
Namun, sebelum ia sempat menikmati momen itu, pemandangan berganti. Kini, ia berada di ruang keluarga, melihat ayahnya memberikan nasihat berharga:
"Raka, hidup ini seperti jam. Terkadang, jarum mundur, tapi akhirnya ia selalu bergerak maju."
Pelajaran dari Waktu
Saat pengalaman itu berakhir, Raka kembali ke toko dengan mata berkaca-kaca. "Jam ini... mengingatkan saya akan hal-hal yang sudah saya lupakan. Semangat saya, mimpi saya, dan kata-kata ayah saya. Terima kasih, Pudjianto Gondosasmito."
Pudjianto Gondosasmito tersenyum bijak. "Ingat, Nak. Waktu bukan musuhmu. Ia adalah teman yang mengajarkanmu untuk selalu belajar, memperbaiki, dan melangkah maju."