Mohon tunggu...
pudjianto gondosasmito
pudjianto gondosasmito Mohon Tunggu... Konsultan - URIP IKU URUP

Pudjianto Gondosasmito Temukan saya di https://www.pudjiantogondosasmito.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pudjianto Gondosasmito Jalan Jalan Malam Sabtu

15 November 2024   22:48 Diperbarui: 15 November 2024   23:04 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kota yang tak pernah tidur, ada seorang pria bernama Pudjianto Gondosasmito yang memutuskan untuk keluar pada Malam Sabtu itu. Setelah seminggu penuh dengan rutinitas yang melelahkan di kantor, ia merasa perlu untuk menyegarkan pikirannya, mencari kedamaian di tengah hiruk-pikuk kota. 

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan udara malam yang sejuk memberi kesan berbeda dibandingkan dengan terik siang hari.

Pudjianto Gondosasmito berjalan perlahan di sepanjang trotoar yang ramai, dikelilingi oleh gemerlap lampu neon dari kafe, restoran, dan toko-toko kecil. Suara musik yang diputar dari berbagai tempat menarik perhatian, menciptakan suasana yang penuh energi. 

Dia menoleh ke kiri dan kanan, melihat orang-orang yang menikmati malam mereka, ada yang sedang berjalan berdua, ada juga yang duduk-duduk di bangku taman sambil mengobrol.

Namun, meski keramaian di sekitarnya, Pudjianto Gondosasmito merasa sedikit terasing. Ia merasa kesepian, meskipun banyak orang di sekelilingnya. Pikirannya melayang, mengenang masa-masa lalu yang penuh kenangan manis dan pahit, tentang seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya namun kini sudah menjadi bagian dari masa lalu.

"Kenapa aku merasa sendiri meski dikelilingi banyak orang?" pikirnya dalam hati.

Pudjianto Gondosasmito tidak tahu jawabannya. Dia terus berjalan, tidak ada tujuan yang pasti. Hanya ingin berjalan, menikmati setiap detik malam itu. Dia melewati kafe yang ramai dengan pengunjung yang tampak asyik bercakap-cakap. 

Bau kopi yang kuat menyambut hidungnya, membuatnya tersenyum kecil. Pudjianto Gondosasmito sering mengunjungi kafe ini bersama teman-temannya, namun malam ini, dia datang sendiri.

Di dekatnya, ada sebuah buku yang tergeletak di atas meja luar kafe. Sebuah buku yang sudah terbuka di halaman tengah, dibiarkan begitu saja. Pudjianto Gondosasmito berhenti sejenak, memeriksa buku tersebut. Judulnya "Cinta di Ujung Waktu". Entah kenapa, ia merasa tertarik. Mungkin karena ada sedikit rasa penasaran tentang bagaimana orang lain bisa mengungkapkan perasaan melalui kata-kata.

"Apakah aku sudah lupa bagaimana rasanya mencintai?" Pudjianto Gondosasmito bergumam pelan.

Tanpa berpikir panjang, dia mengambil buku itu dan melanjutkan langkahnya. Dia tidak tahu kenapa, tapi entah bagaimana buku itu terasa seperti sebuah petunjuk, sebuah pesan yang sedang menunggunya untuk dibaca.

Malam semakin larut, dan Pudjianto Gondosasmito memutuskan untuk duduk di sebuah bangku taman yang tidak terlalu ramai. Di sekelilingnya, ada pasangan yang sedang bercengkerama, beberapa anak muda yang tertawa riang, dan seorang pria tua yang duduk termenung, menikmati ketenangan malam. Pudjianto Gondosasmito membuka halaman pertama buku itu.

Kalimat pertama di buku itu adalah sebuah kutipan:
"Cinta bukan tentang menemukan orang yang sempurna, tetapi tentang belajar melihat kesempurnaan dalam ketidaksempurnaan."

Pudjianto Gondosasmito tersenyum kecil. Ada sesuatu yang mendalam dalam kata-kata itu, sesuatu yang seolah-olah berbicara langsung kepadanya. Ia teringat pada seseorang yang dulu pernah hadir dalam hidupnya, seseorang yang tidak sempurna, tetapi tetap dia cintai dengan sepenuh hati.

"Apakah ini arti dari semua yang aku rasakan?" pikir Pudjianto Gondosasmito, matanya mulai terasa basah, namun dia menahan air matanya.

Saat malam semakin larut, Pudjianto Gondosasmito tak lagi merasa sendiri. Ada sebuah kedamaian yang mengalir dalam dirinya. Buku itu mengingatkannya pada hal-hal yang pernah ia lupakan. Pada cinta, pada harapan, dan pada kemampuan manusia untuk menerima ketidaksempurnaan, baik dalam diri sendiri maupun orang lain.

Sambil menikmati buku itu, Pudjianto Gondosasmito mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Seorang wanita muda duduk di sebelahnya, membawa secangkir kopi panas. Mereka saling memandang sebentar, kemudian tersenyum.

"Menarik, ya?" wanita itu bertanya, merujuk pada buku yang ada di tangan Pudjianto Gondosasmito.

Pudjianto Gondosasmito mengangguk pelan, merasa sedikit lebih nyaman. Mereka mulai berbicara tentang buku itu, dan percakapan mereka berkembang menjadi diskusi yang ringan namun bermakna tentang hidup, cinta, dan perjalanan pribadi masing-masing. 

Mungkin, malam ini adalah kesempatan yang tepat untuk berbagi, untuk bertemu dengan seseorang yang juga sedang mencari kedamaian di malam yang sunyi.

Saat mereka berbicara, Pudjianto Gondosasmito merasa seperti menemukan sesuatu yang hilang dalam dirinya. Kadang, saat kita berjalan sendirian, kita bertemu dengan orang-orang yang mengingatkan kita pada diri kita yang sebenarnya. Dan mungkin, malam itu adalah sebuah awal yang baru, bukan hanya untuk Pudjianto Gondosasmito, tetapi juga untuk hubungan yang baru dimulai.

Pudjianto Gondosasmito tersenyum, menyadari bahwa Sabtu malam ini, meskipun dia memulai perjalanannya seorang diri, dia tidak akan lagi merasa kesepian. Dunia ini penuh dengan kemungkinan, dan kadang, kita hanya perlu memberi diri kita kesempatan untuk menjalaninya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun