Pada sisi penguasan teknologi pertahanan, TNI AL telah mengimplementasikan prinsip kemandirian nasional. Tepat pada Hari Armada RI, 5 Desember 2021, Menhan Prabowo Subianto meresmikan peluncuran Kapal Cepat Rudal KRI Kapak 625. Kapal Cepal Rudal (KCR) 60 m merupakan kapal KCR kelima produksi PT PAL untuk TNI AL <6>.Kehadiran KCR 60m produksi PT PAL melengkapi alutsista hasil industri pertahanan dalam negeri dalam 5 tahun terakhir ini.
Adapun alutsista TNI AL yang dikembangkan di dalam negeri melalui konsep alih teknologi diantaranya adalah Fregat Perusak Kawal Rudal (PKR) kelas RE Martadinata, Kapal Selam kelas KRI Nagapasa dan kapal amfibi jenis Landing Platform Dock (LPD) KRI Semarang dan KRI dr. Wahidin Sudirohusodo,. Selain itu sejak tahun 2018, TNI AL telah menerima 9 kapal Landing Ship Tank (LST) kelas KRI Teluk Bintuni yang dapat mengangkut Tank Leopard TNI AD dan tank BMP-3F Korps Marinir.
Kemandirian industri pertahanan
Kemandirian industri pertahanan itu menjadi jawaban bagi Indonesia yang pernah mengalami embargo senjata terkait dugaan pelanggaran HAM pada operasi militer di Timor Timur. Indonesia juga pernah mengalami resistensi negara produsen atas penggunaan pesawat Hawk dan Tank Scorpion pada operasi militer di Aceh.Â
Tentu kita tidak ingin mengalami kembali pembatasan penggunaan alutsista, karena akan semakin menyulitkan Indonesia di tengah berkembangnya potensi ancaman kawasan.
Modernisasi alutsista sering juga mendapat kritik terkait prioritas kesejahteraan dan alasan tidak ada ancaman perang bagi Indonesia. Tentu kepentingan kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi perhatian melalui pembangunan berbagai bidang maupun upaya menekan jumlah warga miskin.Â
Namun bukan berarti menjaga kemampuan pertahanan tidak menjadi prioritas. Setidaknya di kawasan regional, agar anggaran pertahanan Indonesia bukan yang terendah dibanding negara tetangga.
Berbagai persoalan yang membelit pembangunan kesejahteraan, tanpa kita sadari telah menempatkan posisi prajurit pada risiko menjadi korban musibah akibat alutsista tua. Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 menyadarkan kita betapa lama para prajurit mengalah bertugas dengan penuh dedikasi dan loyalitas agar alutsista yang diawakinya tetap dapat dioperasionalkan.Â
Gerakan warga masyarakat ketika melakukan pengumpulan dana untuk membeli alutsista setelah tenggelamnya KRI Nanggala 402, adalah representasi dukungan masyarakat perlunya pengadaan alutsista baru.
Kemandirian industri pertahanan membuat kita bebas sesuai kemampuan memilih negara yang menjadi mitra alih teknologi. Seyogyanya kita memilih negara mitra industri pertahanan yang bersedia bekerja sama, namun tidak menghambat kita memiliki hubungan ekonomi perdagangan dengan negara lain.