Meskipun bermanfaat, pembangunan PSEL bukan tanpa kritik karena PSEL membutuhkan sampah besar dan terus menerus, serta mendorong kembali masyarakat berhenti mengelola sampah dari sumbernya, termasuk rumah tangga karena semua sampah akan dibawa ke TPA.Â
Kekhawatiran tersebut tidak perlu menjadi alasan bila keberadaan rumah kompos, bank sampah, pusat daur ulang dan konversi menjadi energi listrik skala kecil di TPST yang melibatkan masyarakat, Â dimanfaatkan dengan optimal oleh pemda.Â
Artinya dalam pengelolaan sampah peran komponen masyarakat tetap merupakan prasyarat penting dalam mereduksi sampah sampai tingkat TPA.
Perlu kesadaran setiap warga masyarakat  agar ikut berperan melakukan manajemen pengelolaan sampah. Institusi pemda dengan segala perangkatnya melakukan tindakan pengelolaan skala besar dari TPS sampai TPA dan tegas menegakkan peraturan.Â
Namun langkah besar itu menuju TPS dimulai dari peran warga sejak dari rumah masing-masing dengan memilah sampah dan meletakkannya secara sistematis sesuai prinsip reduce-reuse-recycle.
Tinggalkan prinsip buang sampah di tempatnya, tetapi letakkan sampah sesuai tempat pemilahan dan manfaat, karena tidak ada sampah yang tidak berguna.Â
Sampah non-organik yang terpilah memudahkan pemulung mengambil sehingga tempat sampah di depan rumah segera bersih atau dibawa ke bank sampah dan pusat daur ulang.Â
Sampah organik dari dapur rumah bisa diolah menjadi kompos, atau ecoenzyme. Limbah dapur segar dapat  dimanfaatkan menjadi produk komersial seperti manisan basah, manisan kering dan sirup.Â
Maka menjadi tantangan bagi kita mewujudkan pemilahan sampah menjadi budaya kebersihan sebagai kebutuhan, bukan semata taat kepada sanksi dan peraturan.
Wasana Kata
Pelaksanaan regulasi sampah memang berjalan lambat,
Tak perlu menunggu, tetap ada yang bisa kita perbuat.