Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Warta Duka Menjelang Senja dan Bara di Kivu Utara

26 September 2020   21:26 Diperbarui: 26 September 2020   21:32 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari di Kamp Madiba

Bising musik dangdut orkes melayu Palapa membuat saya terbangun dari nyenyak tidur. Sinar matahari masuk melalui celah pintu tenda kelompok komando (pokko) yang bagian atasnya tidak tertautkan ke lubang kancingnya.

Pagi ini saya terlambat bangun, karena itu saya segera keluar dari balutan sleeping bag. Setelah selesai mandi dan mengenakan perlengkapan, saya menyambar roti panggang buatan Bintara Komunikasi (bakom) Serma Subur.

Di lapangan komando taktis (kotis) atau Temporary Operation Base (TOB) sudah siap rangkaian kendaraan yang terdiri 1 mobil pengawal taktis jeep defender yang dilengkapi senjata SMS GPMG, 2 mobil dump truck, 1 mobil tangki air dan 1 mobil ambulan.  

Teriakan "Pulogadung, pulogadung" merupakan aba-aba pemberangkatan dan peringatan bagi personel yang belum masuk kendaraan. Hari ini sesuai rencana saya bertugas mendampingi personel yang bertugas membangun landasan pacu lapangan terbang (lapter) Mavivi, Beni.

Sebutan pulogadung untuk lapter Mavivi adalah gambaran kerinduan kami para personel Kontingen Garuda XX/B kepada keluarga dan tanah air yang akan kami tingalkan selama satu tahun.

Selama bertugas di Kongo, kami memang sering menggunakan nama lokasi di tanah air sebagai ganti penyebutan nama tempat atau fasilitas di distrik tempat kami bertugas, misalnya Kodim untuk markas tentara Kongo FARDC, pasar tanah abang untuk pertokoan dan pasar tradisional di pusat kota Beni.

(Penulis bersama tim medis rumah sakit lapangan Kontingen Batalyon Afrika Selatan MONUC di Kamp Maniba kota Beni, Kivu Utara DRC, dokpri)
(Penulis bersama tim medis rumah sakit lapangan Kontingen Batalyon Afrika Selatan MONUC di Kamp Maniba kota Beni, Kivu Utara DRC, dokpri)
Di pintu gerbang kamp Madiba, seorang prajurit wanita Royal South African Infantry Battalion (RSAI Batt) memberi hormat lalu menyodorkan data personel keluar kamp yang harus kami isi. Prajurit wanita tersebut sering penulis jumpai bertugas di pos penjagaan kamp Madiba, dia pun sudah mengenal penulis.

Pernah dia bertanya setelah tahu bahwa penulis adalah dokter Kontingen Garuda XX-B, mengapa penulis sering pergi ke lapangan sedang dokter RSAI Batt lebih banyak berada di klinik. 

Kepadanya penulis memberikan penjelasan singkat dan sederhana, bahwa itu adalah bagian dari manajemen stres untuk penulis dan memberi semangat bagi personel yang bertugas di lapangan.

Kompi Zeni (Kizi) TNI Garuda XX-B atau Indonesia Engineer Company (Indoengcoy) MONUC menempatkan sekitar 50 orang personel di Kamp Madiba Beni. Nama Kesatrian atau kamp RSAI Batt diambil dari nama Madiba yang merupakan kota kelahiran Nelson Mandela, tokoh pejuang anti apartheid Afrika Selatan.

Kami menempati area dekat pintu gerbang dan di pinggir depan, sehingga di belakang tenda tenda pasukan Garuda adalah perimeter perlindungan berupa gundukan tanah setinggi 3 meter mengelilingi kamp yang dilengkapi kawat berduri dan menara jaga pemantau.

Sesuai perintah Panglima Divisi Timur MONUC Mayor Jenderal Marinir Patrick Cammaert, Kizi TNI bertugas membangun landasan pacu lapter Mavivi Beni yang semula merupakan lapangan udara perintis dan hanya bisa didarati pesawat ringan.

Kelak bila sudah selesai lapter Mavivi dapat didarati pesawat sekelas Hercules C-130. Kegiatan pembangunan lapter yang dilaksanakan kontingen Indonesia mendapat kawalan pasukan RSAI Batt. Selain dari Indonesia, MONUC diperkuat empat Kompi Zeni dari China, Nepal, Uruguay dan Afrika Selatan.

Di kota Beni Divisi Timur MONUC selain menempatkan kontingen Afrika Selatan dan Indonesia, juga menempatkan Batalyon Infanteri India. Bukan hanya bertemu dalam kegiatan formal, personel dari ketiga kontingen juga sering bertemu di lapangan misalnya bersama-sama di sungai untuk mengambil air baku keperluan logistik pasukan.

Sedang di kota Goma yang merupakan ibu kota Kivu Utara terdapat kontingen China yang memiliki fasilitas Rumah Sakit PBB Level III. Untuk berbagai kepentingan PBB, pasukan Indonesia juga wajib melayani berbagai permintaan dukungan dari dua batalyon infanteri tersebut.

Suatu ketika, India bermaksud membangun lapangan olah raga sebagai fasilitas umum di kota Beni, namun karena yang terlihat sibuk di lapangan adalah personel Indonesia dan yang tampak hilir mudik mengangkut tanah urug adalah dump truck kontingen Indonesia, maka bagi masyarakat setempat Indonesialah yang membangun lapangan olahraga tersebut.  

Selama bertugas dari awal Oktober 2004 sampai akhir September 2005,  Indoengcoy Garuda XX/B terbagi dalam 3 wilayah penempatan, yaitu di Bunia sebagai lokasi Komando Utama atau Central Operation Base, TOB Idohu, TOB Komanda yang kemudian dilikuidasi dan bergeser ke TOB Beni. 

Bunia terletak markas komando Brigade Ituri MONUC. Di TOB Idohu dan TOB Komanda, Indoengcoy bertugas membangun dan merehabilitasi jalan raya. TOB Beni merupakan TOB terjauh, sekitar 210 km dari Bunia.

Pelaksanaan dukungan logistik secara periodik, termasuk penggantian personel dilakukan dengan transportasi darat, kecuali untuk menuju TOB Beni menggunakan jalur udara dengan Helikopter Bangladesh.  

Selama bertugas di TOB Beni, penulis bekerjasama dengan tim kesehatan RSAI Batt. Kepada dokter RSAI Batt, saya minta bantuan agar bintara kesehatan paramedis Indoengcoy bisa konsultasi kepada dokter RSAI Batt selama saya berada di COB Bunia.

Salah satu tantangan pembinaan kesehatan prajurit adalah resiko mengidap malaria sebagai penyakit endemis di Kongo. Sebagian besar diagnosis malaria ditegakkan dengan diagnosis klinis, karena tim kesehatan Indoengcoy hanya memiliki seorang analis kesehatan yang secara periodik harus menjalani tour of area di tiga lokasi kekuatan Indoengcoy digelar.

Bintara analis kesehatan Indoengcoy sering berpindah lokasi tugas karena harus memeriksa kualitas air di seluruh kamp Indoengcoy. Bila terdapat dugaan kasus malaria di lokasi di mana bintara analis ini bertugas, tentu sang analis bisa membuat preparat darah apus malaria, sehingga bisa mendukung diagnosis laboratoris.

Di sisi lain saat itu tim kesehatan RSAI Batt sudah dilengkapi dengan rapid test malaria, yang sangat membantu untuk kecepatan diagnosis malaria di lapangan tanpa tergantung kehadiran seorang analis kesehatan.  

Salah satu keuntungan kehadiran penulis di lapangan adalah bisa berinteraksi dengan warga lokal untuk merebut hati mereka melalui pelayanan kesehatan.

Di negeri yang kaya tambang dan mineral namun kondisinya tercabik-cabik perang ini, penulis tidak pernah menemukan fasilitas pelayanan dasar pemerintah di sepanjang wilayah yang saya lewati dalam perjalanan darat antara Bunia-Idohu-Komanda-Beni. Yang ada hanyalah polikllinik milik Medecins Sans Frontieres (MSF, Doctors Without Borders), organisasi kemanusiaan yang berpusat di Swiss. 

Untuk itulah kepada warga yang sedang melintas di lapter Mavivi saat sedang menuju atau kembali dari kebun, penulis sempatkan bertegur sapa dan kadang memberi obat meski untuk terapi simtomatis.

COB Indoengcoy di Bunia memiliki rumah sakit lapangan (rumkitlap) 5 tempat tidur yang dilengkapi dengan kamar operasi dan sering membantu warga lokal yang meminta bantuan untuk mengkhitankan anak balitanya.

Tentu saja karena keterbatasan alat dan fasilitas rujukan bila terjadi resiko kedaruratan serta tingginya jumlah kasus HIV menyebabkan kami tidak melayani khitan di seluruh di TOB. Cukuplah dengan obat simptomatis, multivitamin, oralit serta selalu memberi makan  kepada anak-anak warga lokal yang selalu ikut mengerumuni mobil pengantar makan siang untuk personel di lokasi pengambilan tanah urug.

Banyak di antara anak-anak tersebut yang perutnya buncit  karena pembesaran limpa dan selaput bola matanya menguning akibat tingginya timbunan pigmen bilirubin. Kedua tanda klinis tersebut adalah akibat malaria kronis.

Pertama kali kontingen Indonesia diserang

Lima belas tahun kemudian, ibarat gulungan seluloid fim yang diputar ulang, semua kenangan selama melaksanakan tugas di Kongo terbayang kembali. Memerlukan waktu sekitar hampir satu jam dari kamp Madiba menuju lapter Mavivi.

Melewati pasar tradisional di tepi kota Beni, kolone kendaraan harus berjalan pelan karena ramainya warga di depan pasar. Pengemudi ambulan mengulurkan kemasan roti jatah logistik MONUC ke prajurit FARDC yang mendekat ke pintu ambulan.

Hal demikian juga sering dilakukan oleh personel Indoengcoy saat melaksanakan pergeseran logistik dari Bunia-Idohu dan Komanda kepada warga lokal yang ditemui dalam perjalanan atau kepada prajurit lokal di beberapa check point.

Beberapa individu bersenjata laras panjang AK sering dijumpai tiba-tiba muncul dari pinggir jalan, sulit membedakan apakah milisi atau tentara reguler FARDC karena mereka sering tanpa identitas. Lambaian tangan mereka adalah gestur yang harus cepat dimaknai.

Tanpa mengurangi kecepatan konvoi kendaraan dan tetap menjaga kewaspadaan, maka lagi-lagi lemparan kemasan roti jatah logistik PBB menjadi model pendekatan membangun komunikasi.

Memberikan pakaian kepada anak dan remaja, membantu alat olah raga dan buku, mendukung air bersih saat terjadi KLB Diare dan memperbaiki tempat ibadah adalah beberapa kegiatan lain yang dilakukan Indoengcoy di setiap lokasi TOB. Kegiatan bernuansa Civic Mission di luar tugas pokok ini barangkali yang membuat iring-iringan warga lokal di pinggir jalan mengucungkan ibu jari dan meneriakkan "Indo good" kepada kendaraan Indoengcoy yang sedang melintasi mereka.

Itulah sedikit kebaikan yang kami bagikan kepada warga Kongo sampai Indoengcoy XX-B mengakhiri tugas, tak pernah sekalipun kami mengalami resistensi dengan masyarakat sampai diganti kontingen berikutnya.

Bukan hanya perjalanan dalam kolone beberapa kendaraan, namun truk tangki air dan mobil pengantar logistik makan siang yang berjalan sendirian dari kamp Madiba menuju lapter Mavivi tak pernah sekalipun mengalami gangguan yang membayakan personel dan material Indoengcoy Garuda XX-B.

Berpartisipasi sejak tahun 2003 dalam misi perdamaian PBB di Kongo (MONUC) sampai tahun 2019 (GarudaXX-A sampai Garuda XX-Q), Kontingen Indonesia tidak pernah mengalami kerugian personel akibat kontak tembak dengan pihak yang bertikai.

Selama itu Indoengcoy telah tiga kali pindah COB dari Provinsi Ituri (COB Bunia), COB Dungu di Provinsi Haut Uele , dilanjutkan di lokasi Provinsi yang paling panas, di Kivu Utara (COB Beni).

Sampai akhirnya datang berita yang mengejutkan ketika pada tanggal 24 Juni 2020, salah seorang personel Kontingen Indonesia Serma Rama Wahyudi gugur di Halulu, 20 km dari kota Beni. Penulis membayangkan sore hari setelah jam kerja selesai, beriringan mobil Indoengcoy meninggalkan lapter Mavivi dan kembali menuju TOB Beni.

Sama seperti itulah saat Serma Rama Wahyudi kembali dari melaksanakan dukungan logistik untuk tim yang bertugas memperbaiki jembatan di Halulu, di tengah perjalanan menuju Beni, tim Serma Rama Wahyudi meskipun dikawal 2 unit APC Malawi Battalion diserang milisi Allied Democratic Force (ADF).  

Provinsi Kivu Utara merupakan daerah yang tidak stabil dan sejak tahun 1998 merupakan flashpoint konflik bersenjata. Namun hingga akhir penugasan Kontingen Indonesia tidak pernah mendapat gangguan dari para milisi yang terlibat konflik bersenjata, di sisi lain RSAI Batt beberapa kali mengalami kontak senjata dengan milisi saat melaksanakan patroli rutin.

Harapan munculnya perdamaian tak kunjung datang, perkembangan konflik di wilayah ini bukan bertambah baik setelah bertahun-tahun rotasi penugasan Indoengcoy. Hal ini terbukti di wilayah Beni terjadi 350 sampai 450 orang terbunuh dari Oktober 2014 sampai Juni 2015 <1>.

Sebelum bergeser ke kota Beni, Garuda XX-B menempatkan 1 peleton di TOB Komanda, namun kemudian dilikuidasi. Selain tetap memelihara lapter Beni, Kontingen Indoengcoy dekade berikutnya juga mendapat tugas membangun lapter di wilayah Dungu dengan kawalan Morocco Battalion (Morbatt) di bawah kendali MONUSCO sebagai pengganti misi MONUC yang berakhir pada Mei 2010.

Perbaikan infrastruktur jalur pengerahan pasukan dan dukungan logistik MONUSCO di wilayah Dungu bertujuan untuk menekan aktifitas milisi Lords Resistance Army (LRA) yang mengganggu keamanan perbatasan Kongo-Sudan <2>.

Batalyon Infanteri Bangladesh (Banbatt) yang bertugas mengawal kontingen Indoengcoy XX-B mengalami kontak tembak dengan milisi dan 9 personelnya gugur sebelum TOB Komanda dilikuidasi. Kontingen lain yang mengalami kerugian personel adalah Nepal, yang kehilangan satu personel berpangkat Mayor.

Ini merupakan kerugian personel PBB terbesar selama penulis bertugas di Kongo. Dari berbagai sumber penulis mendapat catatan kerugian personel Pasukan Korps Helm Biru PBB di wilayah misi Republik Demoratik Kongo (DRC) sebagai berikut :

a. Tanggal 25 Februari 2005 : Sembilan personel Kontingen Bangladesh meninggal dalam kontak senjata dengan kelompok bersenjata lokal di Kafe, wilayah Ituri,  Kongo Utara (www.voaindonesia.com, 26/2/2005).

b. Tanggal 23 Januari 2006 : Personel Kontingen Guatemala tewas dalam bentrokan melawan pemberontak di taman Garamba. Kontingen Guatemala melaksanakan misi pengintaian di kawasan yang diduga menjadi basis kelompok teroris asal Uganda (kompas.com, 09/12/2017).

c. Tanggal 30 Juli - 2 Agustus 2010 : Sedikitnya 154 warga sipil di 13 desa yang berada di jalur seanjang 21 km di Banamukira Provinsi Kivu Utara mengalami serangan, penjarahan dan pemerkosaan.

Kekerasan tersebut dilakukan oleh Pasukan Demokratik Pembebasan Rwanda (FDLR) dan milisi Mai-Mai. FDLR adalah kelompok bersenjata etnis Hutu yang terlibat pembersihan etnis di Rwanda pada tahun 1994 (Kompas.com, 27/8/2010).

d. Tanggal 2-3 Januari 2012 : Sedikitnya 26 warga sipil tewas akibat serangan yang dilakukan Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Rwanda (FDLR) di wilayah Shabunda Provinsi Kivu Selatan (www.bbc.com, 5/1/2012).

e. Tanggal 20 November 2014 : Sekitar 100 orang tewas akibat pembantaian yang dilakukan ADF di empat desa  tak jauh dari Mbau, 20 km dari kota Beni (internasional.kompas.com,24/11/2014).

f. Tanggal 30 November 2015 : 25 orang tewas akibat serang ADF di Eringeti, 55 km dari Beni (www.aljazeera.com, 18/1/2016).

g. Tanggal 9 November 2016 : Serangan bom rakitan melukai 32 personel PBB/MONUSCO dari India yang sedang tidak bersenjata dan 1 warga sipil tewas di distrik Kyshero Goma (kompas.com, 9/11/2016).

h. Tanggal 13 Februari 2017 : Setidaknya 11 orang tewas setelah bentrokan tentara dengan milisi di Tshimbulu, beberapa hari sebelumnya tentara juga menewaskan 60 orang milisi. Para milisi lokal tersebut setia kepada kepala suku yang tewas dalam pertempuran dengan polisi tahun lalu (republika.co.id, 14/2/2017).

i. Tanggal 7 Desember 2017 : Terjadi pertempuran antara personel MONUSCO dan elemen Pasukan FARDC dengan pemberontak (ADF). Serangan terhadap Pangkalan Operasi Kompi MONUSCO di Semuliki wilayah Beni, Provinsi Kivu utara menyebabkan 15 personel yang sebagian besar dari Tanzania gugur dan 53 personel luka-luka (penanegeri.com, 9/12/2017). 

j. Tanggal 15 November 2018  : 8 personel pasukan PBB/MONUSCO (7 dari Tanzania dan 1 dari Malawi) gugur dalam operasi melawan milisi pemberontak ADF di Kididiwe, 20 km dari kota Beni (medcom.id, 16/11/2018).

k. Tanggal 21 April 2019 : Milisi lokal menyerang dan membakar Rumah Sakit Katwa di dekat Kota Butembo. Serangan ini mengganggu upaya pemerintah Kongo yang sedang mengatasi wabah Ebola (www.voaindonesia.com,  21/4/2019).

l. Tanggal 22 Juni 2020 : Personel Kizi Indonesia Serma Rama Wahyudi gugur dan satu personel luka ringan setelah timnya diserang kelompok ADF di wilayah Makisabo jam 17.30 waktu setempat (kompas.com, 24/06/2020).

Serangan terjadi saat tim Kizi dalam perjalanan kembali ke COB Beni setelah melakukan dukungan logistik untuk TOB di Halulu. Di TOB Halulu Kizi mendapat tugas membangun jembatan.

Almarhum adalah satu-satunya prajurit TNI yang gugur akibat kontak senjata setelah Kontingen Garuda Indonesia terlibat dalam misi perdamaian PBB mulai tahun 2003 sejak Perang Kongo I (1996 -- 1997) dan Perang Kongo II (1998 - 2003).

Prajurit TNI mengusung peti jenazah Pelda Anumerta Rama Wahyudi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, sumber foto : nasional.kompas.com, 3 Juli 2020
Prajurit TNI mengusung peti jenazah Pelda Anumerta Rama Wahyudi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, sumber foto : nasional.kompas.com, 3 Juli 2020
Hari minggu tanggal 21 Juni 2020, Serma Rama Wahyudi sempat menghubungi isteri dan ketiga anaknya di tanah air melalui video call. Itulah kontak terakhir Serma Wahyudi dengan keluarganya. Smartphone menjadi pengobat rindu dan telah mempertemukan prajurit di daerah operasi dengan keluarga secara virtual.

Berbeda dengan kala penulis bertugas, hanya bisa mendengar suara dan mengirim pesan singkat karena teknologi android belum ada, dengan area  yang terjangkau signal pun terbatas.  

Sama seperti Serma Wahyudi, yang berusaha memberi informasi kepada keluarga di tanah air menjelang pergeseran lokasi, demikian pula dulu kebiasaan penulis sebelum konvoi kendaraan berangkat maupun sebelum boarding ke helikopter.

Suatu ketika penulis sudah berada di dalam Helikopter Mi-8 Bangladesh yang akan membawa penulis dari Bunia ke Beni, namun harus keluar kembali, karena helly memerlukan perbaikan.

Seluruh penumpang yang turun menunggu dan tetap duduk di helipad sambil melihat yang diperbaiki dan diperiksa ulang adalah rotor helikopter. Akhirnya penerbangan tetap dilaksanakan langsung setelah perbaikan selesai dan penulis mengulangi berdoa memohon perlindungan Tuhan.  

Almarhum Rahma Wahyudi yang pangkatnya dinaikkan setingat lebih tinggi, tiba di tanah air tanggal 2 Juli 2020. Panglima TNI menyambut kedatangan jenazah almarhum di bandara Halim Perdanakusuma.

Almarhum mantan Komandan Seksi Angkutan Indoengcoy Garuda XX-Q/MONUSCO yang berasal dari satuan Detasemen Peralatan 1/4 Korem 031/Wirabima Pekanbaru, selanjutnya diterbangkan langsung menuju Pekanbaru. Jenazah Pelda (Anumerta) Rama Wahyudi dimakamkan di TMP Kusuma Darma Pekanbaru dengan Irup Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Irwansyah, MA, MSc.    

Wasana kata
Perubahan mandat yang diberikan PBB kepada pasukan PBB yang bertugas di Kongo tercermin dari perubahan organisasi MONUC menjadi MONUSCO pada tahun 2010. Namun gambaran stabilisasi yang menjadi sasaran misi tidak tampak menunjukkan perkembangan perbaikan. 

Bahkan keterlibatan Indonesia semakin besar mulai tahun 2018 dengan ditunjuknya satu Rapid Deployable Battalion Kontingen Garuda XXXIX-A, sebagai pasukan reaksi cepat PBB di Kongo. Hal ini merupakan indikasi penguatan kapabilitas militer untuk "menggebuk" para milisi penghambat perdamaian.

Terdapat tiga kategori upaya perdamaian di wilayah konflik yang memerlukan intervensi pasukan PBB, yaitu peace making, peace keeping dan peace building. Proses stabilisasi yang diperankan MONUSCO sebenarnya harus sudah memasuki fase peace building yang ditandai dengan peningkatan peran lembaga nirmiliter untuk memfasilitasi perdamaian.

Upaya mewujudkan sasaran peace building tampaknya semakin sulit. Dilansir dari AFP (7/7) Kantor Hak Asasi manusia Gabungan PBB (UNJHRO) di Kongo melaporkan bahwa ADF telah menewaskan hampir 800 warga sipil sejak awal 2019 <3>. 

Penderitaan rakyat Kongo diperparah karena mereka masih menghadapi musuh yang lain yaitu wabah Ebola dan pandemic Covid-19. Ketiga hal ini juga menjadi ancaman faktual bagi pasukan PBB, selain faktor beratnya medan tugas dan cuaca, serta endemis penyakit malaria maupun HIV.  

Kontingen Kompi Zeni TNI Garuda XX-Q masih akan bertugas sampai akhir September 2020, sedang Batalyon RDB Garuda XXXIX-B Force Intervention Brigade (FIB) MONUSCO bertugas hingga Desember 2020.

Semoga peran kedua pasukan ini dapat mempercepat terwujudnya perdamaian di tengah rumitnya faktor penyebab konflik di Kongo. Sudah cukup pengorbanan Pelda Anumerta Rama Wahyudi.

 Kini 15 tahun kemudian penulis mengenang saat sore hari kembali dari tugas rutin di bandara Mavivi menuju TOB di kota Beni. Pada sore hari pula Serma Rahma Wahyudi dari TOB Halulu kembali ke kota Beni. Bedanya penulis tiba kembali di Beni dengan selamat, sedang Serma Rahma Wahyudi tidak.

Tugas Rahma Wahyudi berakhir di Makisabo, dia gugur akibat seangan milisi ADF. Almarhum Rahma Wahyudi tak sempat mengikuti seremoni Hari Perdamaian Internasional 21 September 2020. Selamat jalan Pahlawan, semoga almarhum mendapatkan kedamaian di keabadian.

Pudji Widodo
Sidoarjo, 09072020.

Sumber :
1. Moloo, Zahra. aljazeera.com, 18 Januari 2016, diakses 2 Juli 2020.
2. Puspen TNI. tni.mil.id, tanggal 15 Juni 2009, diakses 2 Juli 2020.
3. Redaksi Kumparan. kumparan.com,  7 Juli 2020 diakses 8 Juli 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun