Berbeda dengan 3 kelompok sebelumnya yang bergaya militer, pada Keraton Agung Sejagad (KAS) di Purworejo, kecuali Sang Raja dan Ratunya seluruh anggotanya mengenakan topi Pet. Sedang kelompok King of the King (KOK) tidak mengatur pakaian seragam identitas kelompok.
Organisasi kerajaan fiktif
Kini mari kita cermati profil kelompok-kelompok halu tersebut  dari beberapa aspek sebagai berikut :
a. Melibatkan nama organisasi dunia PBB.
Di antara kelompok fiktif tersebut di atas ada yang berupaya untuk meyakinkan masyarakat bahwa aksi mereka telah mendapat legitimasi PBB. Bahkan "pejabat" PKFCSEA dengan mengenakan seragam pasukan PBB berani meminta ijin untuk menghadap Pangdam I Bukit Barisan yang justru membuat mereka harus berurusan dengan polisi militer, dan selanjutnya diserahkan ke Polrestabes Medan.
Berbeda dengan PKFCSEA, pemerhati dan pelestari budaya Kesultanan Selaco mendapat legitimasi warisan budaya sejarah kepemimpinan Surawisesa dari PBB dan memiliki akta notaris badan hukum dari Kemenkum HAM. Menurut penulis, bukti tersebut menepis Kesultanan Selaco sebagai organisasi fiktif seperti kelompok halu yang lain.Â
Jajaran pimpinan Kesultanan Selaco sempat mengenakan seragam mirip TNI AD, namun brevet kualifikasi yang dikenakan adalah  kualifikasi olah keprajuritan personel TNI. Di kemudian hari, 2 orang pimpinan Kraton Selaco tersebut mendatangi Kodim setempat dan menyerahkan pakaian seragam mereka. (pwrionline.com 28/10/2018).Â
Melaui detik.news.com  27/11/2019, Direktur United Nation Information Center di Jakarta, Michele Zaccheo menyatakan bahwa dalam struktur organisasi PBB tidak ada jabatan pimpinan Pasukan PBB penanggungjawab wilayah Asia Tenggara. Sebagaimana verifikasi yang dilakukan pada PKFCSEA, patut juga dikritisi bagaimana suatu organisasi kebudayaan langsung mendapat legalisasi dari organisasi PBB tanpa melalui verifikasi pemerintah di mana organisasi tersebut berkedudukan.
b. Berhubungan dengan lembaga keuangan yang berkedudukan di Swiss.
Ini bukan cerita baru, namun tetap saja mampu membius dan menimbulkan harapan masyarakat yang berminat bergabung bahwa akan mendapat kompensasi kelak di kemudian hari. Meskipun untuk itu seperti yang terjadi di kelompok King of The King (KOK), partisipan harus mendaftar dulu dengan menyerahkan uang 1,7 -- 2 juta rupiah.