Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer. Pensiunan.

Ada bila berarti

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kereta Api dan Keadilan Tranportasi

9 November 2024   02:56 Diperbarui: 9 November 2024   03:57 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trem listrik dan trem uap di Surabaya.

Dibesarkan di Surabaya membuat saya beruntung masih sempat naik moda tranportasi trem ketika masih anak balita. Ibu saya yang mengisahkan hal itu.

Kami berangkat dari stasiun trem Joyoboyo menuju kawasan pelabuhan di Perak. Dari sana kami melintas selat menuju Kamal Madura.

Di Surabaya dan sekitarnya pernah ada dua jenis trem sebagai tranportasi publik yaitu trem listrik dan trem uap. Yang kami pakai pesiar ke pelabuhan Tanjung Perak adalah trem dengan lokomotif uap. Menurut Kompas.com, trem digunakan di Surabaya pada tahun 1889 - 1970 (22/7/2022). 

Berbeda dengan trem yang saya tak bisa mengingatnya, pengalaman memanfaatkan kereta api dengan lokomotif hitam merupakan pengalaman berharga. Saya sudah duduk di Sekolah Dasar (SD) saat keluarga mengunjungi nenek di Grobogan Jawa Tengah. 

Dari Surabaya kami naik kereta api relasi Surabaya-Jakarta. Dari berbagai situs web, saya tidak menemukan nama kereta api jarak pendek relasi Surabaya-Semarang pada dekade 70an. Mungkin nama kereta api itu Ekspres Gaya Baru yang  berangkat dari Stasiun Pasarturi (roda-sayap.com . 19/2/2022).

Untuk menuju Stasiun Purwodadi, kami harus turun di Stasiun Gambringan. Dari sana kami lalu naik kereta dengan lokomotif tenaga uap kayu bakar. 

Gerbong penumpangnya dari material kayu seperti rangkaian gerbong kereta wisata yang masih ada di museum Ambarawa. Gerbong tanpa lampu penerangan membuat percikan bara kayu yang terbakar, menghias kegelapan malam yang tampak dari jendela  gerbong yang terbuka. 

Kereta api sangat berkesan di benak saya. Kampung tempat keluarga kami bermukim tidak jauh dari Stasiun Wonokromo. Kawasan stasiun menjadi lokasi saya bermain bila libur dan di luar jam sekolah. Naik kereta barang atau gerbong tangki minyak yang meluncur pelan, lalu meloncat turun di ujung stasiun merupakan pengalaman menyenangkan.

Pada dinding kamar saya menempelkan gambar rangkaian kereta api  yang saya lukis dengan pensil warna. Saat itu badan gerbong penumpang didominasi warna kuning dengan kombinasi hijau beridentitas PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api) yang pada tahun 1971 berganti menjadi PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). 

Beberapa kali untuk  kegiatan kepramukaan di Yogyakarta saat remaja saya memanfaatkan layanan kereta api. Namun saat menjalani kuliah di Semarang saya tidak pernah memanfaatkan layanan kereta api. 

Pasukan PJKA 

Kereta api menjadi andalan setelah saya kembali dari penugasan di Timor Timur. Mutasi ke Jakarta dan keluarga di Sidoarjo membuat saya bergantung kepada jasa kereta api pada tahun 1999 - 2000.

Kereta api Kertajaya dan KA Bangunkarta membawa saya Surabaya-Jakarta atau Jombang-Jakarta setiap akhir pekan kecuali saat giliran dinas jaga.

Gerbong kereta api menyatukan kami para karyawan yang mencari nafkah di Jakarta dan bertempat tinggal di "Jawa." Kelompok kami mendapat sebutan Pasukan PJKA, Pulang Jumat Kembali Ahad.

Sebagai kereta ekonomi, KA Kertajaya selalu penuh penumpang berjubel. Bukan hanya penumpang yang sah, penumpang nontiket juga ikut memanfaatkan KA Kertajaya. 

Stasiun Cikampek tak terlupakan. Matahari belum muncul dan sisa kantuk masih ada, ketika gerbong yang sudah penuh mendadak riuh karena serbuan pedagang asongan, penjaja mie rebus kemasan, tukang semir sepatu dan pengamen. Hal ini juga lazim terjadi di setiap stasiun, tapi tidak seriuh di Cikampek yang seperti pasar mendadak. 

Stasiun Cikampek juga menjadi halte terakhir bagi penumpang nontiket untuk wajib memberi salam tempel kepada kondektur. Salam tempel juga diberikan saat berangkat dari Surabaya,  lepas dari Semarang dan Pekalongan. 

Meskipun hanya beberapa, penumpang nontiket ada juga yang bisa memanfaatkan kereta api eksekutif. Salam tempel diberikan dua kali, saat lepas dari keberangkatan pertama dan  di Pekalongan tempat pergantian tugas kondektur.

Pada tahun 2004-2005 saya mendapat tugas ke Republik Demokratik Kongo. Di Kinsasha saya melihat rangkaian kereta api dengan penumpang yang memenuhi atap gerbong. Pemandangan tersebut membuat saya teringat hal yang sama pada KRL di Jabodetabek. 

Terbit rasa malu di hati, memiliki negeri yang lebih maju dibanding Kongo, namun Indonesia belum bisa memberi kesejahteraan warganya di bidang transportasi kereta api. Demikian pula para penumpang kereta api di Indonesia seharusnya bisa lebih tertib. 

Namun sulit berharap munculnya kesadaran  perorangan dan kolektif untuk tertib karena kompleksitas masalah perkeretaapian. Para pengguna jasa harus dipaksa taat seiring dengan dilakukannya perubahan radikal pada semua lini tata kelola perkeretaapian.

Memperbincangkan perubahan tata kelola perkeretaapian akan membawa ingatan kolektif masyarakat kepada sosok Ignatius Jonan. Tiga tahun setelah saya pulang dari Kongo, Pak Jonan ditunjuk pemerintah menjadi Dirut PT KAI yang dijabatnya pada 2009-2014. 

Salah satu modal Pak Jonan membenahi perkeretaapian adalah SDM di mana dari jumlah karyawannya yang ribuan 70%  berpendidikan SD dan SMP, dan hanya sekitar 86 an yang berlatar belakang sarjana termasuk Pak Jonan. Pak Jonan menjelaskan gagasan-gagasan strategis kepada bawahannya dengan mengubah prinsip pelayanan dari product oriented menjadi customer oriented. 

Upaya transformasi kereta api dimulai dari melaksanakan hal-hal yang dianggap kecil yaitu menjaga kebersihan toilet stasiun. Hasilnya, pada akhir tahun 2009 PT KAI mendapat keuntungan Rp 154,8 miliar, padahal sampai Pebruari  2009 mengalami kerugian Rp 83,5 miliar.  Sementara persoalan penumpang yang memenuhi atap gerbong kereta api baru bisa dibereskan pada Juli 2013.

Artinya menertibkan perilaku penumpang bukan tidak bisa, tetapi lebih membutuhkan  waktu dibanding pembenahan internal, membangun infrastruktur; sarana-prasarana dan  mengganti gerbong atau lokomotif tua juga gerbong ber-AC untuk semua kelas. Pak Jonan mensterilkan stasiun kereta api dari mereka yang tidak berhak, sehingga terwujud performa layanan yang efektif, efisien dan modern.

Tahun 2018-2019, saya kembali menjadi pasukan PJKA karena bertugas lagi di Jakarta. Beban pengeluaran pasti bertambah, karena dapur rumah menjadi dua, selain faktor transportasi.

Selain karena dinas, sampai sekarang untuk keperluan keluarga dan wisata, kereta api tetap menjadi andalan. Saya dan pembaca dapat memilh berbagai kelas layanan PT KAI, termasuk yang tertinggi kereta luxury dan kereta panoramik.

Keadilan transportasi

Bertugas di Jawa dengan segala kemudahan transportasinya, selalu memantik perbandingan dengan saat saya harus menapak berbagai penjuru tanah air, khususnya di wilayah terdepan, terpencil, tertinggal dan perbatasan (3TP). Terpikir berbagai kesulitan yang yang saya alami hanya sewaktu, sedang warga lokal mengalaminya setiap saat yang biang persoalannya adalah transportasi.

Mahalnya barang kebutuhan pokok, kurangnya akses pendidikan dan kesehatan, serta komunikasi informasi adalah realita yang dialami warga di daerah 3TP. Pada situasi tersebut, terpikir betapa nyamannya hidup di Jawa atau daerah lain di mana semua jenis moda transportasi ada. Pengakuan ini mendasari kebutuhan adanya keadilan transportasi.

Memang teknologi satelit dapat membantu masyarakat di daerah 3TP mendapat  sinyal dan koneksi yang cepat dan stabil, untuk mendukung berbagai aktivitas. Proses belajar mengajar terbantu secara daring, koordinasi antar institusi sejajar atau vertikal, transaksi perdagangan dan berbagai layanan publik dapat dilakukan berkat pemanfaatan teknologi komunikasi terkini.

Namun untuk distribusi kebutuhan pokok dan material pembangunan, distribusi bantuan bencana, evakuasi pasien dan layanan kedaruratan kesehatan, semua itu mutlak membutuhkan moda transportasi yang memadai dan sesuai kondisi wilayah. Padahal bila kapal pun ada, belum tentu bisa operasional karena risiko tinggi akibat kendala cuaca buruk dan tinggi gelombang.

Beruntung sejak 2015 pemerintah telah menerapkan tol laut, yang dengan trayek tetap dan jadwal teratur, dapat mewujudkan pemerataan distribusi barang dan jasa, menjamin ketersediaan barang pokok, mengurangi disparitas harga, menurunkan harga barang pokok sampai 30% khususnya di wilayah 3TP (Kemenhub RI, 22/2/2024).

Selain upaya pemerintah membangun tol laut yang 90% untuk kawasan Indonesia Timur,  pemerintah juga telah merencanakan pengembangan transportasi darat, khususnya moda transportasi kereta api di di luar Jawa. Kereta api sebagai moda transportasi yang murah, aman, dan ramah lingkungan perlu dikembangkan di pulau - pulau besar lainnya di Indonesia.

Seperti juga tol laut, pembangunan jaringan kereta api diharapkan meningkatkan konektivitas antar wilayah, memperlancar layanan logistik, serta mendorong tumbuhnya titik ekonomi baru di berbagai daerah. 

 sumber gambar : dephub.go.id
 sumber gambar : dephub.go.id
Dalam Rencana Strategis Perkeretaapian 2015 – 2019 yang disusun Kementerian Perhubungan, tercantum pembangunan jalur kereta api di luar Jawa dengan nilai Rp 105,6 triliun. Sampai Mei 2024 Kemenhub telah menyelesaikan 7 proyek kereta api yang termasuk Program Strategis Nasional (PSN) sektor tranportasi.

Salah satu proyek kereta api PSN adalah KA Makassar - Parepare. Sulawesi menjadi pulau pertama di luar Jawa yang kembali memiliki transportasi kereta api, setelah pada era kolonial Belanda pernah ada jalur kereta api Makassar - Takalar pada tahun 1922.

Sedang Kalimantan, yang lebih dulu pernah memiliki jaringan kereta batubara di Pulau Laut Kotabaru pada 1888 dan di Balikpapan sebagai tambang minyak sejak 1917, hingga kini belum ada kepastian pembangunan jaringan transportasi kereta api.

Bagaimana dengan kereta api Trans Papua? Meskipun jaraknya paling pendek dan biayanya terkecil dibanding Trans Tulawesi dan Trans Kalimantan, namun tampaknya tldak mudah.

Selain  pertimbangan adanya resistensi, perlu pendekatan kesejahteraan yang lebih baik terhadap kelompok antiintegrasi di Papua. Kendala pembangunan mungkin bukan pada pembiayaan, tetapi pada pelaksanaan proyek di lapangan berupa gangguan keamanan.

Penutup

Meskipun diharapkan berperan sama memberi kontribusi positif bagi perekonomian nasional, tol laut digarap lebih baik dibanding pengembangan jaringan kereta api di luar Jawa. Dari seluruh Rencana Strategis Perkeretaapian, trans kalimantan dan trans papua belum tersentuh.

Momentum pembangunan IKN sebagai keseriusan upaya menghapus sentralisasi Jawa, diharapkan menumbuhkan sentra ekonomi baru di berbagai wilayah secara simultan. Pada sisi inilah maka diperlukan percepatan pengembangan transportasi kereta api di luar Jawa.

Tumbuh sejahtera bersama antar daerah dengan konektifitas kereta api sebagai moda tranportasi modern, diharapkan menepis kecemburuan perbedaan kesejahteraan dan mengikat kohesivitas masyarakat. Inilah peran strategis moda transportasi kereta api, yang dengan daya jelajahnya antar daerah mewujudkan keadilan transportasi dan berdampak meningkatnya kesejahteraan di berbagai sektor kehidupan.

Pudji Widodo,
Sidoarjo, 08112024, (191/133).
Rujukan tulisan :
1, 2, 3, 4,

Sumber gambar : dephub.go.id,  kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun