Namun sulit berharap munculnya kesadaran  perorangan dan kolektif untuk tertib karena kompleksitas masalah perkeretaapian. Para pengguna jasa harus dipaksa taat seiring dengan dilakukannya perubahan radikal pada semua lini tata kelola perkeretaapian.
Memperbincangkan perubahan tata kelola perkeretaapian akan membawa ingatan kolektif masyarakat kepada sosok Ignatius Jonan. Tiga tahun setelah saya pulang dari Kongo, Pak Jonan ditunjuk pemerintah menjadi Dirut PT KAI yang dijabatnya pada 2009-2014.Â
Salah satu modal Pak Jonan membenahi perkeretaapian adalah SDM di mana dari jumlah karyawannya yang ribuan 70%  berpendidikan SD dan SMP, dan hanya sekitar 86 an yang berlatar belakang sarjana termasuk Pak Jonan. Pak Jonan menjelaskan gagasan-gagasan strategis kepada bawahannya dengan mengubah prinsip pelayanan dari product oriented menjadi customer oriented.Â
Upaya transformasi kereta api dimulai dari melaksanakan hal-hal yang dianggap kecil yaitu menjaga kebersihan toilet stasiun. Hasilnya, pada akhir tahun 2009 PT KAI mendapat keuntungan Rp 154,8 miliar, padahal sampai Pebruari  2009 mengalami kerugian Rp 83,5 miliar.  Sementara persoalan penumpang yang memenuhi atap gerbong kereta api baru bisa dibereskan pada Juli 2013.
Artinya menertibkan perilaku penumpang bukan tidak bisa, tetapi lebih membutuhkan  waktu dibanding pembenahan internal, membangun infrastruktur; sarana-prasarana dan  mengganti gerbong atau lokomotif tua juga gerbong ber-AC untuk semua kelas. Pak Jonan mensterilkan stasiun kereta api dari mereka yang tidak berhak, sehingga terwujud performa layanan yang efektif, efisien dan modern.
Tahun 2018-2019, saya kembali menjadi pasukan PJKA karena bertugas lagi di Jakarta. Beban pengeluaran pasti bertambah, karena dapur rumah menjadi dua, selain faktor transportasi.
Selain karena dinas, sampai sekarang untuk keperluan keluarga dan wisata, kereta api tetap menjadi andalan. Saya dan pembaca dapat memilh berbagai kelas layanan PT KAI, termasuk yang tertinggi kereta luxury dan kereta panoramik.
Keadilan transportasi
Bertugas di Jawa dengan segala kemudahan transportasinya, selalu memantik perbandingan dengan saat saya harus menapak berbagai penjuru tanah air, khususnya di wilayah terdepan, terpencil, tertinggal dan perbatasan (3TP). Terpikir berbagai kesulitan yang yang saya alami hanya sewaktu, sedang warga lokal mengalaminya setiap saat yang biang persoalannya adalah transportasi.
Mahalnya barang kebutuhan pokok, kurangnya akses pendidikan dan kesehatan, serta komunikasi informasi adalah realita yang dialami warga di daerah 3TP. Pada situasi tersebut, terpikir betapa nyamannya hidup di Jawa atau daerah lain di mana semua jenis moda transportasi ada. Pengakuan ini mendasari kebutuhan adanya keadilan transportasi.
Memang teknologi satelit dapat membantu masyarakat di daerah 3TP mendapat  sinyal dan koneksi yang cepat dan stabil, untuk mendukung berbagai aktivitas. Proses belajar mengajar terbantu secara daring, koordinasi antar institusi sejajar atau vertikal, transaksi perdagangan dan berbagai layanan publik dapat dilakukan berkat pemanfaatan teknologi komunikasi terkini.