Dasar regulasi konsumsi gula
Mencegah lebih baik daripada mengobati adalah pepatah yang relevan sepanjang zaman. Lalu apa pentingnya komparasi antara penanganan pandemi Covid-19 dengan regulasi konsumsi gula yang menjadi subjudul tulisan ini?Â
Kesamaan aspek preventif dan promotif yang menjadi salah satu kunci sukses pengalaman penanganan pandemi Covid, diharapkan menjadi motivasi dalam mencegah penyakit yang berhubungan dengan kadar gula darah.
Mungkin tidak tepat karena Covid-19 adalah penyakit menular sedang Diabetes termasuk penyakit tidak menular. Pada kedua persoalan kesehatan tersebut diperlukan ketangguhan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan kesehatan.
Penjelasan Pasal 5 ayat 2.c UU Nomor 17 tentang Kesehatan Tahun 2023 menyebutkan bahwa pembangunan berwawasan kesehatan diantaranya melalui penguatan upaya kesehatan promotif dan preventif serta pemberdayaan masyarakat. Pasal tersebut tentu menjadi dasar kebijakan operasional semua upaya kesehatan preventif, termasuk informasi nilai gizi makanan.
Dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Peraturan ini telah diubah menjadi Permenkes RI Nomor 63 Tahun 2015 dengan perubahan pada pasal 10.
Saat diterbitkan, peraturan ini masih mengacu kepada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Â Seperti UU Kesehatan 2023, pada UU Kesehatan 2009 pun telah menempatkan paradigma kesehatan baru yang mengutamakan upaya kesehatan preventif. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10% dari total energi (200kkal). Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari. Ketentuan ini dipertegas Pasal 194 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menyebutkan Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan Gula-Garam-Lemak (GGL) dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.
Namun lima tahun setelah Permenkes tersebut terbit, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2018 didapatkan data sangat tingginya tingkat konsumsi makanan manis 87,9% dan minuman manis 91,49% (yankes.kemkes.go.id). Â Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan rata-rata konsumsi gula putih 160 gram per hari. Angka ini tiga kali lebih banyak dari anjuran konsumsi gula harian Kementerian Kesehatan RI.
Konsumsi harian makanan dan minuman manis serta konsumsi gula harian akan meningkatkan risiko mengidap penyakit diabetes melitus (DM) tipe-2 selain obesitas. Dari seluruh pengidap DM, 90% merupakan DM tipe-2 yang terkait dengan resistensi insulin.