Di balik angka laporan kesehatan personel
Awal April 2018 perhatian publik tersita oleh aksi keji Kompol F yang menembak mati adik iparnya (Kompas.com, 6/4/2018). Alumnus Akpol 2003 ini, diketahui kemudian sejak 2014 mengalami gangguan kesehatan mental Skizofrenia.
Di TNI AD Â berita dua prajuritnya Letkol D dan Letda H yang mengalami gangguan jiwa tingkat sedang, Â mendapat perhatian khusus dari Kasad saat itu Jendral TNI Andika Perkasa. Dalam perawatan psikiater RSPAD, kondisi kesehatan mental Pamen dan Pama TNI AD itu relatif stabil (koran jakarta, 25/9/2021).
Kasus yang terekspos di media mewakili catatan masalah kesehatan jiwa di lingkungan militer. Selain kasus tersebut, yang sering mendapat perhatian di kalangan militer adalah Gangguan Stres Pasca-Trauma.
Dalam penatalaksanaan ketiga kasus kesehatan jiwa di atas, bila diperlukan akan dilacak dari data kesehatan personel. Data kesehatan personel terekam sejak personel masuk di lembaga pendidikan (lemdik) kedinasan pertama dan diteruskan dalam laporan kesehatan secara periodik.
Temuan penyakit diperoleh dari proses legeartis untuk memastikan diagnosis baik penyakit menular, penyakit tidak menular dan penyakit akibat agen abiotik, serta tak terkecuali yang berhubungan dengan kondisi mental. Gejala yang dikeluhkan pasien tentu dikonfirmasikan dengan pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Namun juga ada dari individu yang berobat hanya diperoleh data keluhan, sementara tidak ditemukan hasil pemeriksaan yang signifikan. Suatu bentuk masalah kesehatan jiwa yang disebut psikosomatik.
Gangguan psikosomatik muncul secara fisik, namun memiliki asal usul psikologis. Tulisan ini menyoal kemungkinan Gangguan Psikosomatik muncul sejak taruna dalam proses pembentukan di lemdik kedinasan militer dan sipil.
Penatalaksanaan yang paripurna sesuai standar pelayanan medis akan membedakan apakah individu yang datang berobat hanya malingering (berpura-pura) atau benar-benar mengalami gangguan psikosomatik.
Gangguan psikosomatik
Psikosomatik adalah berbagai gangguan mental emosional yang bermanifestasi sebagai gejala fisik yang tidak bisa dijelaskan proses terjadinya gangguan. Munculnya keluhan fisik pada psikosomatik tanpa alasan medis yang jelas, melainkan dipengaruhi oleh pikiran dan emosi.
Gangguan ini dalam International Classification of Diseases (ICD-10) masuk pada klasifikasi gangguan somatoform, gangguan disosiatif/konversi, neurasthenia, serta faktor psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan penyakit fisik.
Klinik dan Tempat Perawatan Sementara (TPS) lemdik kedinasan merupakan lini terdepan layanan kesehatan jiwa. Poliklinik Psikosomatis RSCMÂ memperkirakan 30% dari keluhan fisik yang ditangani dokter di ruang praktek terkait dengan masalah psikologis.
Diagnosis psikosomatik dipastikan setelah dilakukan evaluasi yang cermat sesuai standar pelayanan medis, ternyata semua keluhan fisik pasien tidak bisa dijelaskan proses terjadinya gangguan. Gangguan psikosomatik juga bisa ditandai dengan memburuknya penyakit yang sebelumnya sudah ada.
Proses terjadinya gangguan psikosomatik secara pasti belum diketahui, tetapi diperkirakan sebagai akibat hiperaktifitas impuls syaraf yang dikirim otak ke bagian tubuh lainnya. (www.news-medical.net, 15/12/2022)
Proses emosi terdapat di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom atau vegetatif. Sistem saraf otonom berfungsi mengontrol aktivitas tubuh yang terjadi tanpa kita sadari, seperti tekanan darah, detak jantung, hingga suhu tubuh.
Sistem saraf otonom mendukung aktivitas organ dalam, otot polos, dan kelenjar. Maka manifestasi gangguan spesifik yang disebabkan oleh gangguan psikis di antaranya melibatkan jantung-pembuluh darah, pernapasan, pencernaan, endokrin dan saluran urogenital.
Di bawah ini diberikan beberapa contoh gangguan spesifik yang disebabkan gangguan psikis pada sistem pembuluh darah, pernapasan, pencernaan dan integumen.
a. Sinkop vasomotor
Seorang prajurit siswa selalu pingsan menjelang berangkat mengikuti pelajaran renang. Rasa takut berlebihan menghambat impuls lawan atau menghindar dan menyebabkan melebarnya pembuluh darah tungkai serta gangguan aliran darah pada anggota gerak bawah. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pasokan darah yang membawa oksigen ke otak dan kehilangan kesadaran.
b. Asma
Faktor genetik, alergi, infeksi dan stres semuanya berperan menimbulkan gangguan atau penyakit. Rangsangan emosi bersama alergi menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan sesak.
c. Gastritis
Stres dan kecemasan yang disebabkan berbagai konflik menyebabkan hiperasiditas lambung yang mengiritasi selaput lendir dinding lambung.
d. Hiperhidrosis.
Dalam seleksi calon prajurit  TNI kadang ditemukan seorang calon yang sedang diperiksa dari tangan dan telapak kakinya berkeringat menetes membasahi lantai. Peserta seleksi tersebut mengalami hiperhidrosis.
Berkeringat emosional sebagai fenomena kecemasan mempengaruhi saraf otonom yang membuat kelenjar keringat telapak tangan-kaki dan ketiak terperas. Berbeda dengan berkeringat thermal yang lokasinya di dahi, leher, punggung tangan dan lengan bawah.
Dari contoh di atas, maka para dokter lemdik kedinasan tidak boleh melihat penyakit hanya dalam bingkai fisik saja. Bukan tidak mungkin pada kasus-kasus yang gejalanya dikeluhkan peserta didik terkait problem mental.
Setelah dilakukan asesmen cermat sesuai standar pelayanan primer, ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis kedokteran jiwa (psikiater).
Apakah mungkin seorang taruna lemdik kedinasan mengalami gangguan psikosomatik? Kita dapat melakukan pendekatan dari pola pengasuhan di lemdik dan segitiga epidemiologi timbulnya penyakit.
Akumulasi tekanan lingkungan nonfisik
Tidak berbeda dengan warga masyarakat pada umumnya, status kesehatan para taruna juga ditentukan oleh keseimbangan antara Host (Pejamu), Environment (Lingkungan) dan Agent ( penyebab penyakit) dalam segitiga epidemiologi penyakit.
Sebagai pejamu, taruna memiliki  faktor genetik, status kesehatan (fisik dan mental), kebugaran, imunitas dan perilaku untuk mengatasi pengaruh lingkungan dan agen penyebab penyakit.
Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan sangat kompleks. Dalam relasinya dengan pejamu, faktor lingkungan nonfisik patut ditelisik dalam munculnya problem psikologis yang menimbulkan gangguan psikosomatik taruna lemdik kedinasan.
Lingkungan nonfisik adalah lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi antar manusia. Pada komunitas taruna lemdik kedinasan, interaksi antar taruna senior-yunior di antaranya terwujud sebagai pola pembinaan pengasuhan.
Seluruh taruna terikat sebagai keluarga. Secara umum, taruna senior adalah kakak asuh yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab pengasuhan membina yunior adik asuhnya. Di AAL seorang kadet senior menjadi Mentor dari seorang kadet yunior yang disebut Sisun (www.aal.ac.id).
Meskipun bertujuan baik, kewenangan pengasuhan juga membuka ruang adanya relasi kuasa negatif dan terjadi penyalahgunaan kewenangan.
Akumulasi semua tekanan lingkungan nonfisik, termasuk penyalahgunaan kewenangan pengasuhan taruna dapat memicu gangguan psikosomatik pada taruna yunior tertentu.
Pada titik inilah diperlukan ketajaman pisau diagnosis para dokter lembaga pendidikan munculnya kasus psikosomatik. Para dokter lemdik kedinasan tidak boleh menganggap remeh bila angka kunjungan prajurit siswa atau taruna ke klinik lembaga pendidikan misalnya gangguan lambung meningkat.
Penanganan kasus psikosomatik memerlukan waktu untuk observasi dan psikoterapi. Penderita dapat tertinggal dalam  pelaksanaan kegiatan akademis di kelas, latihan dan praktik lapangan, tertunda dan gagal mengikuti ujian bahkan tidak naik tingkat.
Dalam psikoterapi penderita gangguan psikosomatik diajak mengelola stres, bukan menghindari stresor. Ketika penderita kembali mengikuti kegiatan lemdik, sejak trompet bangun pagi sampai waktu istirahat malam kembali dia menghadapi tekanan lingkungan nonfisik yang kembali dapat memperberat gangguan psikosomtik bahkan menjadi laten.
Tidak mudah menangani gangguan psikosomatik di lemdik kedinasan, karena tekanan lingkungan nonfisik akan terus dialami oleh semua taruna selama pendidikan. Suatu lingkungan yang sama sekali berbeda bagi taruna tertentu yang hampir dua dekade kepribadiannya telah terbentuk di tengah keluarga dan lingkungan lama sebelum masuk lemdik kedinasan.
Kemungkinan setelah melalui sidang dewan akademi, penderita psikosmatik dapat diberhentikan dengan hormat sebagai taruna karena faktor tidak memenuhi syarat kesehatan.
Penutup
Meninggalnya Putu Satria Ananta taruna STIP akibat tindak kekerasan, menunjukkan lemahnya manajemen lemdik kedinasan sipil dalam mengawasi pembinaan pengasuhan dan relasi antara taruna senior yunior. Â Kasus ini juga menunjukkan kesalahan penerapan kultur militer pada pendidikan calon aparat sipil.
Selain temuan tindak kekerasan  pada lemdik kedinasan sipil, dampak negatif faktor lingkungan nonfisik yang terbentuk dari interaksi antar taruna dalam pembinaan pengasuhan, juga berpotensi menimbulkan gangguan psikosomatik taruna tertentu yang rentan.
Maka disarankan :
a. Pada proses seleksi calon taruna lemdik kedinasan tidak melakukan toleransi terhadap temuan pemeriksaan fisik yang mengindikasikan adanya gambaran psikosomatik.
b. Alasan masih dapat dilakukan penanganan (edukasi, psikoterapi, farmakoterapi) bukan berarti memberi peluang lulus terhadap peserta seleksi yang dinyatakan tidak memenuhi syarat pada pemeriksaan kesehatan jiwa.
Biasanya keluarga dan calon akan melakukan resistensi dengan menunjukkan hasil normal pada pemeriksaan kesehatan fisik praseleksi. Mereka tidak menyadari bahwa pemeriksaan kesehatan praseleksi dilakukan pada situasi normal. Sedang pada saat seleksi dilakukan dalam suasana kompetisi.
Situasi kompetisi dalam seleksi mempengaruhi kondisi emosi  yang menimbulkan hipertensi, meningkatnya debaran jantung dan nadi melebihi normal, hiperhidrosis dan lain-lain yang merupakan manifestasi kecemasan.
Rakyat turut dirugikan bila ada taruna pendidikan kedinasan harus diberhentikan karena tidak memenuhi syarat kesehatan akibat gangguan psikosomatik yang gagal menjalani pemulihan kesehatan jiwa.
Rakyat berhak mendapat calon-calon pemimpin negara dan calon aparat pelayanan publik yang terbaik melalui lemdik kedinasan militer dan sipil karena rakyat membiayai pendidikan mereka (pw).
Pudji Widodo,
Bertugas di AAL 2007-2009,
Krian, 23052024 (170/118)
Referensi :
1. Chris Tanto et al. Kapita Selekta Kedokteran Ed. V Jilid 2. Media Aesculapius, FKUI 2018,
2. Dania IA, Nasution AH. Aktor Psikologis yang Berpengaruh Terhadap Kondisi Fisik. Jurnal Kedokteran Kesehatan Ibnu Sina UISU, Vol. 25 No. 4, 2017.
Foto :Â www.pbs.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H