Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer. Pensiunan.

Ada bila berarti

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bukan Hijau Bukan Merah - KKO AL Memilih Ungu

31 Januari 2024   06:41 Diperbarui: 31 Januari 2024   06:51 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


 Topi lapangan ala USMC dan baret

Setelah mendapat identitas nama spesial sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL) pada 9 Oktober 1948, pengadaan personel terutama perwira merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Mulai tahun 1949 KKO AL mengirim personel tugas belajar ke Belanda dan mulai tahun 1952 ke Amerika Serikat. Beberapa bintara KKO AL juga mendapat kesempatan belajar di AS <1>.

Secara formal personel tugas belajar mendapat pengetahuan dan kemampuan teknis, taktis dan strategis serta organisasi korps marinir. Kelak organisasi KKO AL menjadi besar dengan susunan elemen  pelaksana komando seperti Korps Marinir AS. Namun sesuai sejarah pembentukannya, KKO AL tetap dalam garis komando di bawah organisasi Angkatan Laut seperti marinir Inggris dan Belanda.

Personel tugas belajar juga dapat mempelajari berbagai hal tentang angkatan bersenjata dari negara lain. Mereka dapat mengamati tradisi, sejarah satuan dan berbagai hal yang relevan dengan rawatan kedinasan, termasuk seragam pakaian dinas. Bukan kebetulan bila pakaian dinas harian KKO AL yang dikenakan sampai tahun 1973, sama dengan pakaian seragam personel Korps Marinir AS (USMC), yaitu coklat.

Korps Marinir AS juga menjadi model Korps Marinir Korea Selatan dan Filipina. Personel Korps Marinir dua negara ini juga mengenakan seragam dinas berwarna coklat seperti personel USMC. Demikian pula bentuk field cap prajurit KKO AL sampai era Korps Marinir sekarang. Topi lapangan tersebut seperti yang dikenakan para marinir Korsel, meniru utility atau  six-point cap USMC yang sudah dipakai sejak tahun 1944.

Sebagai identitas korps, KKO AL memilih tutup kepala baret ungu. Enam belas tahun setelah lahir, KKO AL baru mengenakan baret. Sementara Kopassus TNI AD  pada 1953  setahun setelah  dibentuk sudah berbaret merah. Kavaleri TNI AD memilih baret hitam, sedang baret coklat saat itu telah menjadi identitas Artileri TNI AD.

Pada dekade tersebut dunia sudah mengenal satuan Royal Marines Commando berbaret hijau dan British Army Parachut Regiment berbaret merah maron. Warna yang kemudian lazim digunakan satuan militer komando dan lintas udara di seluruh dunia. Di Indonesia, TNI AD menganut sebaliknya, baret hijau untuk paratrooper dan baret merah untuk prajurit berkualifikasi komando.

Pilihan warna baret KKO AL didasari penggunaan pita ungu sebagai kode pengamanan dalam operasi pendaratan di Padang pada tahun 1958, dalam rangka Operasi 17 Agustus. Selain fakta tersebut, belum ditemukan dokumen yang menunjukkan alasan pemilihan baret ungu. Baret warna ungu untuk pertama kalinya digunakan oleh Batalyon-1 KKO AL dalam Operasi Alugoro di Aceh pada tahun 1961 <2>. Penggunaan baret KKO AL ditetapkan dalam Instruksi KKO No. 10135.17 tanggal 20 Juli 1961. 

Baret ungu dalam perspektif desain KKO AL

Berbagai referensi menyebutkan bahwa warna adalah salah satu unsur dari desain. Deskripsi desain tersebut tidak tercantum dalam Instruksi KKO No. 10135.17 tanggal 20 Juli 1961 tentang penggunaan baret. Namun dalam perspektif kekinian, ide para pendahulu KKO AL memilih warna baret ungu tetap dapat dimaknai berhubungan dengan desain postur dan kualitas KKO AL yang eksklusif, elite, unggul dan kompetitif di masa depan.

Selain warna sebagai unsur desain, aspek historis  proses pembentukan warna juga relevan untuk mendeskripsikan dasar pemilihan warna baret ungu. Makna yang terkandung dari pembentukan warna lebih mudah diterima dan rasional. Hal tersebut tidak bermaksud menghapus adanya pendapat bahwa ungu adalah warna selendang penguasa pantai selatan Ratu Roro Kidul.

Bukan tanpa makna bila terdapat nama warna ungu Tyrian atau ungu Royal dan ungu Imperial. Pewarna ungu Tyrian dibuat oleh orang Fenisia, di kota Tyre, pantai barat daya Lebanon. Ungu Tyrian adalah hasil ekstraksi lendir siput laut Bolinus brandaris.

Rumitnya proses produksi pewarna ungu Tyrian ini, membuat kain ungu menjadi mahal dan eksklusif. Pewarna ungu Tyrian lebih bernilai dibanding emas. Pada zaman kekaisaran Bizantium terbit peraturan yang membatasi penggunaan pewarna ungu.

Para senator Romawi diizinkan mengenakan garis ungu Tyrian di toga mereka. Eksklusivitas ini berlanjut hingga era Ratu Elizabeth I (1558 M - 1603 M). Hukum sumptuary melarang siapa pun kecuali keluarga kerajaan untuk mengenakan warna ungu.

Dalam teori warna, dikenal warna primer, warna sekunder, warna antara, warna tertier dan warna kuartener. Warna primer meliputi merah, kuning dan biru. Ungu terbentuk dari kombinasi warna primer merah dan biru. Selanjutnya kombinasi warna merah dan ungu menghasilkan ungu kemerahan sebagai warna antara <3>. Pendapat lain menyebut ungu magenta adalah warna tersier.

Kombinasi Warna
Kombinasi Warna


KKO AL tidak memilih warna merah yang telah menjadi identitas prajurit komando RPKAD. Demikian pula KKO AL tidak memilih baret hijau marinir Inggris, atau baret biru gelap marinir Belanda. Menurut Jacob Olesen terdapat  140 tingkat warna ungu. Warna tersier ungu magenta, ungu kemerahan adalah warna seludang bunga dengan nama ilmiah Bougainvillea sp, yang dipilih KKO AL sebagai warna baret. Ciri gugur sebelum layu bunga Bugenvil menjadi filosofi kerelaan berkorban prajurit KKO AL demi kejayaan NKRI.

Merah adalah warna simbol kualifikasi komando, sedang warna biru adalah warna dasar panji ALRI. Maka  warna tersier magenta ungu kemerahan sebagai kombinasi merah dan biru, merupakan penanda bahwa Korps Komando adalah pasukan pendarat ALRI. Nama Komando dan warna baret ungu magenta menjadi identitas setiap personel KKO AL sebagai entitas elit Angkatan Laut.

Maka ketika KKO AL berganti nama menjadi Korps Marinir, nama komando tidak pernah hilang dari sejarah. Warisan pendidikan komando di Sekolah Perang Khusus KKO AL, juga bertransformasi menjadi Pendidikan Komando Marinir dalam kurikulum pendidikan kejuruan Marinir di lembaga Kodikmar Kodiklat TNI AL dan Akademi Angkatan Laut.

Kualifikasi komando harus dikuasai setiap prajurit pasukan pendarat sebagai kekuatan yang diproyeksikan dari laut. Dengan demikian para pendahulu ALRI telah merintis KKO AL memiliki kemampuan special operation capable untuk mewujudkan tugas Angkatan Laut. Kekhususan tugas yang menempatkan KKO AL sampai menjadi Korps Marinir TNI AL pada posisi eksklusif dan elite.


Sesuai eksklusifitas warna ungu, dalam sejarah kain ungu yang mahal dipergunakan oleh entitas terbatas. Demikian pula eksklusifitas mensyaratkan kualifikasi komando bagi mereka yang ingin bergabung dengan KKO AL. Eksklusifitas KKO AL juga karena diperlukan biaya mahal untuk membentuk postur kekuatannya. Postur KKO AL yang kemudian menjadi besar seiring perkembangan lingkungan strategis nasional, kawasan dan global.

Eksklusifitas KKO AL bukan berhenti pada status, tetapi dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui darma bakti sepanjang masa. Layaknya suatu desain produk, ungu mewakili KKO AL merupakan produk yang dirancang agar kompetitif  dalam "bisnis" pertahanan keamanan. Pesaing dalam hal ini  yaitu pihak yang mengancam kedaulatan NKRI. Hal tersebut telah dibuktikan dalam catatan sejarah panjang pengabdian KKO AL.

Pengabdian KKO AL menjadi bukti kualitas keunggulan. Aksi raid di Kalabakan, melawan kapal patroli KD Sri Selangor di perairan Nongsa dan ketabahan Usman-Harun serta pengintaian pantai Komoro di awal operasi Seroja adalah sebagian kecil bukti keunggulan KKO AL. Penuntasan tugas-tugas KKO AL diapresiasi dengan pemberian Panji Unggul Jaya yang sekelas panji matra angkatan dari Presiden Soekarno.

Peran KKO AL pada saat perang, masa damai dan krisis domestik, menempatkannya pada posisi elite. Faktor internal berupa motivasi menjaga kehormatan korps sebagai entitas elite ALRI. Dari sisi eksternal, keberhasilan tugas dan model interaksi  pendekatan terhadap masyarakat, menempatkan KKO AL/Korps Marinir pada posisi elite berdasar pengakuan  masyarakat.

Target meleset

Usia nama KKO AL hanya 27 tahun. Tepat pada hari lahirnya 15 November 1975 pasukan pendarat TNI AL itu kembali menggunakan nama Korps Marinir. Emblem baret pun berubah dengan penambahan jangkar. Ornamen peta Indonesia disertakan sebagai simbol komitmen menjaga kedaulatan NKRI.

Bukan hanya perubahan nama, perubahan kekuatan KKO AL bahkan sudah dimulai menyusul transformasi kekuasaan pasca pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965. Bukan sekedar mereduksi, tetapi Orde Baru signifikan mengamputasi kekuatan KKO AL. Tidak mudah dan butuh waktu lebih dari setengah abad untuk sampai kepada kekuatan Korps Marinir TNI AL kekinian.    


Periode pertama Kabinet Kerja memang mengakui telah lama kita memunggungi laut. Oleh karena itu Presiden Jokowi mendeklarasikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu pendukung terwujudnya poros maritim adalah pertahanan dan keamanan laut. Namun ternyata hingga menjelang periode kedua jabatan Presiden Joko Widodo berakhir, capaian Minimum Essential Forces (MEF) untuk Marinir hanya 62% dari target.

Indonesia membutuhkan KKO AL sebagai elemen TNI AL, yang besar, kuat dan modern. Tetap memilih berbaret ungu, Korps Marinir TNI AL melanjutkan menyusun kembali desain yang tertunda di era KKO AL. Hal itu dilakukan sesuai perkembangan lingkungan strategis, dengan tetap mempertimbangkan keuangan negara.

Mendahulukan kepentingan kesejahteraan rakyat, membuat TNI rela mengalah untuk urusan alutsista. Apakah desain unggul dan kompetitif Korps Marinir TNI AL telah terwujud? Tampaknya generasi penerus KKO AL terus diuji, termasuk menunggu realisasi janji peserta kontestasi Pilpres (pw).
*catatan ketiga untuk KKO AL.

Pudji Widodo
Sidoarjo, 310124 (147).
Rujukan data :
1. Muzzaki AM : KKO Hingga Marinir 1948 - 1975, Pasang Surut Pasukan Pendarat TNI AL. Matapadi Presindo, 2020.
2. Pramono D : Korps Marinir. LKBN Antara, 1996.
3. Said AA : Dasar Desain Dwimatra. Universitas Negeri Makassar, 2006. 

kompas.comKombinasi Warna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun