Mohon tunggu...
IDM JAMBI
IDM JAMBI Mohon Tunggu... -

Ikatan Diaspora Muda Jambi atau IDM Jambi adalah organisasi kepemudaan yang mewadahi pemuda asal Propinsi Jambi yang sedang dan telah berkarya di luar negeri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membaca Dalam

14 Maret 2019   13:32 Diperbarui: 14 Maret 2019   13:42 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di dalam semesta, perkara terpenting ialah manusia. Sebelum menyelami pembahasan kosmos, agaknya terlebih dahulu melihat manusianya, karena jagat raya diperuntukannya; dimensi-dimensi dunia semuanya dibebankan padanya, agama-agama hadir karenanya, dan wahyu langit ditujukan padanya. 

Akal adalah keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk lain kecuali manusia, itu yang menyebabkan ia memiliki kebebasan dan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas. Sepanjang sejarah ia selalu menjadi subjek bentangan jagat dan kandungannya, sehingga banyak sekali warna yang dibuatnya; produk-produk sosial, budaya, dan semua 'peninggalan' (turost) dimana mampu menyusun konstruksi pola pikir manusia setelahnya untuk hidup lebih modern dan mudah.

Al-Ghozali menyebut akal : "perumpamaan 'cahaya' Allah." Sedang al-Jahidz punya pandangan serupa: "akal adalah 'wakil' Tuhan yang terdapat pada manusia.

Meski akal bukan segalanya, tetapi ia juga wadah transfer wahyu dan ilham untuk memproduksi dan menyingkap sesuatu yang berputar di sekelilingnya. Sehingga dengan akal ia berbeda dengan makhluk lainnya.

Jelas, akal mempunyai fungsi yang sangat agung yaitu berpikir. Dipaksa atau tidak, daya berpikir manusia akan selalu bekerja; melihat pohon ia berpikir, melihat kendaraan berpikir, melihat alam berpikir, mendengar suara juga berpikir, dan semua organ tubuh yang memiliki panca-indra akan membuka peluang besar untuk berpikir. Walaupun daya kritis terhadap satu objek berbeda-beda.

Yang menggunakan akalnya dengan renungan yang lebih mendalam, cukup hanya melihat satu benda mampu mampu melihat dunia, sebaliknya daya pikir yang tidak diasah walaupun melihat ribuan benda hanya mendapat satu poin.

Namun demikian, agaknya kita pura-pura lupa bahwa objek yang paling mendasar---untuk dipikirkan---ialah kepribadian manusia, mampu mengenal dirinya sendiri; apakah aku dengan diriku sepakat untuk makan atau tidak? Sepakat untuk berjalan? Sepakat untuk mengatakan bahwa yang demikian adalah A atau B? Sungguh kompatibelitas antara aku dan diriku syarat untuk mendeteksi lebih dalam "apa yang sebenarnya Tuhan kehendaki terhadapku?" 

Filsuf Prancis tekemuka Ren Descartes dengan ungkapannya yang masyhur: "Aku berpikir maka Aku ada." setelah aku ada, sastrawan Oscar Wilde pernah melontarkan ungkapan yang penuh teka-teki: "sebagian besar orang adalah orang lain." Kedengarannya mungkin seperti cletukan Wilde yang aneh, namun ia mampu mempertahankan pandangannya dengan cukup padu: "pikiran mereka adalah pendapat orang lain, hasrat mereka adalah tipuan belaka, hidup mereka bagai peniruan."

Untuk mengenal diri sendiri ialah mengetahui identitas dan personalitasnya. Seringkali gesekan dan gejolak terjadi terhadap diri kita atau komunitas dalam sekala yang lebih luas karena minimnya pemahaman tentang identitas dan personalitas. Mencampur-adukan dua hal yang sangat berbeda, meletakan identitas pada konotasi yang begitu sempit, klasifikasi tunggal.

Meski rasa memiliki identitas bukan hanya sumber lahirnya kebanggaan dan kesenangan, melainkan pula sumber tumbuhnya kekuatan dan kepercayaan diri. Tidak heran bila gagasan tentang identitas memperoleh pengakuan yang sangat luas, dari seruan yang sangat umum untuk mengasihi sesama hingga teori-teori canggih tentang modal sosial dan definisi-diri komunitarian.

Namun, banyak pembunuhan, manusia mati sia-sia, juga karena identitas. Rasa ketertarikan yang kuat dan eksklusif pada satu 'titik' bisa mengandung di dalamnya tentang jarak dan keterpisahan dari 'titik' yang lain. Terlalu bangga terhadap diri sendiri akan melihat orang lain kecil, remeh, tidak sepadan. Maka hanya mengenal identitas tidak cukup, karena ia hanya casing, bukan muatan yang paling dasar.

Personalitas adalah kepribadian yang asli, yang belum tersentuh najis pencapaian, profesi, karir, dan sebagainya. Jadi sebenarnya rada aneh kalau KTP secara keseluruhan disebut identitas.

Personalitas adalah apa adanya dirimu. Untuk sampai pada "dirimu", sulit-sulit mudah. Islam mempunyai Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah panutan bagi siapapun; latar belakang identitas yang  bagaimanapun. Beliau adalah pemimpin yang disegani, pedagang sukses, orator ulung, penyusun formasi budaya, dan semua contoh hidup sebagai manusia ada dalam dirinya; tetapi ia manusia biasa. Mengikutinya bukan berarti menjadi orang lain, tetapi menjadi manusia yang paling manusia pada tingkat yang sangat "normal".

Namun, sangat disayangkan asumsi publik merubah pandangan tersebut. Mereka melihat Nabi Muhammad Saw. Sebagai manusia yang selalu 'serius', tidak pernah bergurau, hidupnya selama 24 jam dipenuhi dengan ibadah fisik, hari-harinya selalu puasa, seolah meletakkan beliau pada posisi bukan manusia.

Padahal sejarah membuktikan bahwa beliau adalah kepribadian manusia yang sangat mendasar. Siapa saja yang mengikutinya artinya sedang dalam perjalanan menuju kesempurnaan atau manusia yang sangat "normal", walaupun tingkat spiritual kejiwaan tidak akan pernah sampai pada tingkat kenabian.

Dengan mengikutinya, kita mampu membaca ke dalam; siapa sebenarnya aku? Ada apa dengan diriku? Apakah aku benar-benar aku? Atau aku adalah aku yang lain?

Setelah membaca kedalam, maka akan kita jumpai bahwa ada ruang yang sangat luas yang mampu menampung apa saja. Ruang itu adalah kedewasaan dan kebijakan.

Oleh: Aziz Kurniawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun