Mohon tunggu...
Putri Amanda Pratiwi
Putri Amanda Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi FIS UNJ

Pendidikan Sosiologi 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengemis Bentuk Kemiskinan

25 Desember 2021   14:24 Diperbarui: 25 Desember 2021   14:27 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengemis dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang yang mecari penghasilan dengan cara meminta-minta di muka umum. Mereka melakukan berbagai cara dan juga alasan untuk mengharapkan rasa iba dari orang lain. Sebenarnya pengemis ialah orang-orang yang betul-betul dalam keadaan kesulitan karena tidak ada bantuan dari lingkungannya dan tidak memiliki suatu keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan, bukan karena rasa malas untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. Strategi yang biasa dilakukan seorang pengemis dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Pertama, yang biasanya beraksi di perempatan jalan atau disekitaran lampu merah. Kedua,mangkal di tempat umum yang banyak orang kunjungi seperti pasar, terminal, stasiun kereta, dll. Ketiga, yang biasanya berkeliling kampung dan menghampiri rumah-rumah warga dari rumah ke rumah.

Karena bagi sebagian orang, mengemis itu merupakan pekerjaannya maka permasalahan ini dapat ditinjau melalui teori Erving Goffman, yakni teori dramaturgi. Goffman mengonsepkan dramaturgi ini sebagai pertunjukkan teater yang memiliki aktor, penonton, dan panggung yang terbagi dua menjadi front stage, dan back stage. Pengemis di sini berperan sebagai aktor dan masyarakat berperan sebagai penonton. Dan panggung tersebut ialah muka umum dan juga lingkungan rumahnya. Teori ini menekankan pada pandangan bahwa ketika individu sedang berinteraksi, ia ingin mengelola pesan yang diharapkan tersampaikan pada orang lain terhadapnya. Maka dari itu, setiap orang melakukan 'pertunjukan' bagi orang lain.

Dalam panggung depan pertunjukan (front stage), yakni di tempat-tempat umum dan untuk memerankan peran tersebut, biasanya sang aktor menampilkan perilaku tertentu serta menggunakan atribut tertentu seperti pakaian yang lusuh dan tidak memakai alas kaki dengan nada bicara yang memelas meminta belas kasih penonton. Di panggung inilah seorang aktor akan berusaha untuk menampilkan peran yang dimainkan dihadapan banyak orang dengan karakter yang berbeda dengan kepribadian asli yang dimilikinya. Dalam panggung tersebut, aktor ingin menampilkan seseorang yang hidupnya perlu bantuan uluran tangan dari orang lain untuk dikasihani.

Di panggung belakang (back stage), yakni di rumah dan lingkungan sekitar rumahnya. Di panggung ini, pengemis lebih condong memperlihatkan sifat aslinya yang sangat berbeda dengan ketika ia berada di panggung depan. Di panggung belakang lah seorang aktor lebih bersikap bikjasana dan menghilangkan kesan memelas yang ia tampilkan ketika berada di panggung depan.

Seperti yang sudah disampaikan di atas, mengemis bagi sebagian orang sudah dijadikan sebagai mata pencahariannya. Seperti artikel yang dilansir dari kompasiana.com, seorang pengemis mengaku mengemis karena lelah bekerja. Bahkan ia menargetkan untuk mendapatkan uang sebanyak Rp200 juta baru kemudian pulang ke kampung halamannya di Padang, Sumatera Barat. Ia mengatakan uang tersebut akan dibelikan mobil, tetapi sebelum targetnya terpenuhi, ia sudah terkena razia. Inilah contoh kasus dramaturgi, di panggung depan ia memelas agar orang lain merasa iba, padahal ia telah memiliki uang yang sangat banyak untuk dibelikan sebuah mobil.

Solusi

Solusi yang dapat dilakukan untuk permasalahan pengemis tersebut, yakni dengan memberikan latihan dan bimbingan, menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih layak, serta diberlakukannya pengawasan. Dengan melakukan razia pun dapat meminimalisir meningkatnya jumlah pengemis dan dengan memberikan bantuan juga merupakan solusi dari permasalahan ini.

Penutup

Kemiskinan yang ada di daerah-daerah akan selalu ada di masyarakat. Karena kemiskinan tersebut, pengemis bermunculan. Kita harus tetap berusaha untuk mengentas kemiskinan dan menertibkan pengemis yang ada. Permasalahan ini tidak hanya ditanggung oleh pemerintah, tetapi juga kita sebagai masyarakat agar kemiskinan dapat diminimalisir. Pemerintah dapat mengadakan pusat pelatihan kerja dan masyarakat harus mempunyai kesadaran diri agar tidak memilih menjadi seorang pengemis serta bagi masyarakat yang mempunyai usaha dapat membuka lowongan pekerjaaan.

Daftar Pustaka

Anggraini, Ria. 2019. Pengemis tapi Tajir. https://www.kompasiana.com/r1a/5de39f96097f360f9f7a2794/pengemis-tapi-tajir (Diakses pada 23 Desember 2021, pukul 13.12 WIB)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun