Mohon tunggu...
Priyanto Sukandar
Priyanto Sukandar Mohon Tunggu... -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kebijakan Setengah Hati Menteri Jonan yang Blunder

3 Juni 2016   10:43 Diperbarui: 3 Juni 2016   12:28 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekilas pernyataan Menteri Jonan memberikan angin segar bagi mitra pengemudi transportasi berbasis aplikasi. Namun, kita menelaah lebih lanjut aturan yang ada, maka skema koperasi ini juga tak akan bisa mengakomodasi para mitra pengemudi transportasi berbasis aplikasi. Ini disebabkan UU Koperasi 25 tahun 1992 tak mengatur mengenai pengemudi transportasi berbasis aplikasi.

Dalam UU Koperasi juga tidak dijelaskan mengenai kepemilikan aset yang sudah dimiliki oleh anggota koperasi. Yang dijelaskan dalam UU Koperasi hanya modal koperasi sehingga aset yang dimiliki oleh mitra pengemudi tak bisa dimasukkan ke dalam aset koperasi. Sehingga dari sisi UU koperasi dimungkinkan pengemudi transporasi berbasis aplikasi masuk ke dalam koperasi jika ingin tetap bisa berusaha.

Namun, di PM 32 tahun 2016 yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan tentu saja mengganjal. Jika merujuk Pasal 23 dan 30 PM 32 tahun 2016 dijelaskan bahwa kendaraan wajib dimiliki oleh penyedia jasa. Dalam Pasal 23 PM 32 tahun 2016 juga ditulis STNK kendaraan wajib didaftar atas nama penyedia jasa. Lalu di mana posisi mitra pengemudi transporasi berbasis aplikasi?

Bukannya ingin membela mitra pengemudi transporasi berbasis aplikasi, namun kita sebagai masyarakat harus tetap kritis menyikapi aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jika aturan tersebut menjunjung azas kesetaraan dan memiliki spirit untuk mengatur transportasi nasional, tentu masyarakat akan mendukung. Jika aturan dibuat tanpa mementingkan masyarakat luas atau justru hanya membela segelintir pengusaha culas, tentu aturan tersebut harus kita kritisi.

Apalagi proses penerbitan PM 32 tahun 2016 tersebut telah menyalahi UU No. 12 tahun 2011. Dalam UU No 12 tahun 2011 pasal 96 huruf 1 ditulis, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, masyarakat harus dilibatkan. Dengan begitu, masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan jika dalam proses pembentukan PM 32 tahun 2016 tersebut sudah cacat hukum,  peraturan menteri tersebut juga harus batal demi hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun