Apakah transaksi dengan Pihak berelasi selalu cenderung merugikan? Â Jawabnya tergantung dengan hubungan bisnis antara emiten dengan pihak berelasinya.
Hubungan dengan pihak berelasi mungkin mencurigakan apabila bisnis emiten dengan pihak berelasi masih satu jenis (mirip-mirip). Contoh transaksi penjualan kepada pihak berelasi oleh $JAYA kepada $PPGL, maka "kecenderungan: untuk transfer pricing gampang dilakukan. Misalnya pernah saya bahas disini https://stockbit.com/post/8544177 terlihat ketika menggunakan ROA, dimana ROA JAYA = 9,5% sedang ROA PPGL- sendirian = 1.175%
Kenapa ROA JAYA vs ROA PPGL timpang? Karena dari asset tetap milik PPG-sendirian yang hanya sebesar Rp. 1,2 miliar, tetapi mampu menghasilkan laba-sendirian sebesar Rp. 14,6 miliar. Bandingkan dengan si JAYA laba = Rp. 5,7 miliar tetapi harus punya asset tetap senilai Rp. 59,9 miliar.
Darimana PPGL bisa mendapatkan laba? Karena bisnisnya dimulai dari JAYA yang menjual jasa angkutan truk kepada PPGL, pada tahun 2021 senilai Rp. 14,3 miliar, dan oleh si PPGL diteruskan kepada konsumen akhir, dijual seharga Rp. 258 miliar. Dari total penjualan PPGL didalamnya terdapat pendapatan dari angkutan laut, sehingga tidak heran kalau dalam beban PPGL terdapat "beban pelayaran" sebesar Rp. 139,5 miliar.
Selain itu, kecenderungan untuk melakukan transfer pricing, juga mungkin terjadi apabila "pihak berelasi" mengambil posisi sebagai distributor (broker). Contoh pada emiten $CLEO yang menjual produknya hampir sebagain besar kepada pihak berelasi.Â
Sayangnya pihak berelasi bukan emiten IPO sehingga kita tidak dapat mengukur kewajaran transaksi. Sehingga hanya meninggalkan pertanyaan penting;
(1) kenapa emiten tidak jualan langsung kepada supermarket / distributor pihak ketiga secara langsung? atau;
(2) kenapa emiten tidak membuat perusahaan "distrubutor" sendiri yang menjadi "anak usaha", bukan pihak berelasi, sehingga untung dari aktivitas distribusi kembali masuk ke kantong emiten pada saat dikonsolidasi?
Lalu bagaimana hubungan dengan pihak berelasi yang relative aman? Yaitu apabila pihak berelasi adalah konsumen akhir atau bahasa kerennya antara "emiten" dengan pihak "berelasi" adalah dalam satu "supply chain". Jadi pihak berelasi bukan mengambil posisi sebagia broker yang kemudian selanjutnya akan menjual produk yang dibeli dari emiten, kepada konsumen akhir (pihak ketiga).
Misalnya emiten $HAIS dan $MTEL, dimana para pihak berelasi adalah konsumen akhir (pengguna jasa), sehingga posisi pihak berelasi tidak mencari margin secara langsung. Memang ada kemungkinan bahwa pihak berelasi akan menikmati keuntungan dengan membeli jasa emiten HAIS dan MTEL lebih murah daripada harga wajarnya. Tetapi itu tidak memberikan manfaat signifikan kepada pihak berelasi yang membeli jasa dari emiten, sebab;
Untuk kasus HAIS yang tarif pajak badannya lebih murah dari pada tarif pajak tambang batubara, dimana HAIS dikenakan pajak final 1,2%, justru malah sebaliknya, seharusnya emiten HAIS mendapatkan titipan laba dari pihak berelasi.Â
Yang artinya HAIS justru "mungkin" mencharge pihak berelasi pada harga service yang lebih mahal. Sehingga LABA HAIS jadi naik, dan dikenakan tarif pajak yang lebih murah. Sehingga secara konsolidasian HAIS Grup membayar pajak lebih murah.
Untuk emiten MTEL, kemungkinan transfer laba dari anak ke induk (pihak berelasi) atau sebaliknya dari induk ke anak, tidak memberikan manfaat pajak yang signifikan sebab tarif pajak nya sama saja.Â