MTEL melaporkan bahwa uang kasnya per 31 Des 2021, membengkak menjadi Rp. 19,1 triliun. Â Karena perusahaan baru saja IPO pada akhir tahun 2021, maka langsung dapat ditebak, bahwa kenaikan tersebut berasal dari uang IPO pada bulan Nov 2021 sebesar Rp. 18,4 triliun. Â Peningkatkan jumlah kas yang sangat signifikan, membuktikan saham IPO, sukses laku terjual, sehingga tidak dibutuhkan akun siluman "UANG MUKA" untuk menutupi ketidak-lakuan penjualan saham IPO.
Yang paling menarik adalah melihat kualitas laba emiten, dimana total laba tahun 2021 sebesar Rp. 1,38 triliun, tetapi sanggup menghasilkan surplus CFO sebesar Rp. 5,36 triliun. Â Apakah ada jebakan betmennya?
Sebelum dianggap sebagai jebakan betmen, maka saya koreksi dahulu jumlah CFO-nya dengan mengembalikan komponen pembayaran beban-bunga sebesar Rp. 827,4 miliar, yang sebelum dicatat pada kelompok pengeluaran financing (CFF), menjadi kelompok pengeluaran operasional (CFO), sehingga surplus CFO, jumlahnya turun menjadi = 5,36 triliun -- 827,4 miliar = Rp. 4,54 triliun. Â
Adapun Koreksi yang mengembalikan pembayaran bunga, dari CFF menjadi bagian dari CFO, agar supaya dapat dibandingkan dengan laba bersih tahun berjalan, dimana dalam perhitungan laba bersih tahun berjalan, didalamnya terdapat komponen "beban bunga". Sehingga setelah jumlah CFO dikoreksi, perbandingan antara CFO dengan laba menjadi apple-to-apple. Â
Langkah selanjutnya, seperti yang telah sayasering jelaskan pada postingan sebelumnya, maka saya akan membuat patokan, yaitu dengan memfaktorkan beban non-cash, jumlahnya dapat dilihat pada CLK 27. Â Total beban non-cash = 1,32 triliun + 1,13 triliun = Rp. 2,45 triliun.
Misalnya laba MTEL hanya = 0, tetapi semua penjualan telah dibayar oleh pelanggan, dan semua beban cash sudah dibayar oleh MTEL, Â maka paling tidak MTEL masih mampu menghasilkan surplus cash flows sebesar beban non-cashnya = Rp. 2,45 triliun.
Karena Laba aktual MTEL = Rp. 1,38 triliun, maka jika semua penjualan sudah dibayar, dan semua beban cash sudah dibayar, MTEL secara teoritis akan mampu menghasilkan surplus cash flows (CFO) sebesar = laba + beban non cash = 1,38 triliun + 2,45 triliun = Rp. 3,83 triliun. Â Jumlah CFO teoritis ini, biasa juga disebut sebagai cash profit.
Sekarang dapat dibandingkan, CFO teoritis (cash profit) = Rp. 3,83 triliun vs CFO Aktual setelah dikoreksi = Rp. 4,54 triliun. Â Â
Karena jumlah CFO aktual lebih besar daripada CFO teoritis, maka dapat disimpulkan bahwa emiten ini, telah sukses "menerima pembayaran cash dari seluruh penjualan tahun berjalan", dan juga telah membayar seluruh cash expenses tahun berjalan. Â Hal seperti ini adalah kondisi management keuangan yang sangat ideal, karena semua tagihan kepadapelanggantelah dibayar. Â
Sedangkan selisih lebih, antara CFO teroritis vs CFO aktual sebesar = 4,54 triliun -- 3,83 triliun = Rp. 709,6 miliar, menunjukan bahwa, pada tahun 2021, emiten ini sukses (1) menurunkan jumlah modal kerja, atau (2) mampu meningkatkan jumlah pendanaan modal kerja dari pihak ketiga. Jumlah keduanya sebesar 709,6 miliar. Â
Kalau anda bingung, kenapa saya langsung menghubungakan antara surplus CFO dengan modal kerja, sebab seperti yang saya pernah jelaskan, bahwa perhitungan CFO jika anda menggunakan perhitungan cash flows metode indirect methods, maka anda akan paham bahwa;
CFO = cash profit + mutasi modal kerja.
Sehingga dengan menggunakan formula "indirect methods", jika jumlah CFO lebih besar dari pada jumlah cash profit, maka secara otomatis nilai mutasi modal kerja = postif.Â
Adapun nilai mutasi modal kerja = positif, yaitu jika jumlah piutang dagang turun, atau jumlah persediaan turun, atau jumlah utang dagang naik.
Oleh karena itu, dapat dipastikan tidak ada laba tahun berjalan 2021, yang digunakan untuk modal kerja. Â Bahkan kalau emiten ini ingin memanfaatkan penurunan modal kerja sebesar Rp. 709,6 miliar, untuk digunakan membayar dividend, hingga DPR > 100%, maka secara teoritis emiten ini sanggup.
Kesimpulan
Ini adalah emiten yang IPO-nya sukses seluruh saham IPO laku terjual.
Emiten ini, CFO-nya ganteng, sebab CFO aktual yang telah dikoreksi sebesar Rp. 4,54 triliun lebih besar dari CFO teoritisnya (Rp. 3,83 triliun).
Emiten ini modal kerjanya cantiq, meskipun sedang mengalami kenaikan penjualan, tetapi tidak memicu kenaikan modal kerja, bahkan sebaliknya, emiten ini semakin effisien, sehingga jumlah modal kerja lebih kecil daripada tahun sebelumnya sebanyak Rp. 709,6 miliar.
Kenaikan laba tahun 2021 sebesar 129% adalah kenaikan laba yang berkualitas, sebab seluruh laba telah masuk kantong kas emiten, sehingga laba tersebut tidak tertahan ditangan pelanggan (sebagai piutang), atau masih tertahan dalam persediaan. Â Dengan demikian tidak ada bagian laba tahun 2021 yang digunakan untuk menambal kebutuhan modal kerja.
Demikian semoga yang punya MTEL dapat tidur nyenyak dengan kinerja emiten tahun 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H