Minggu yang baru saja berlalu kemarin memang minggu yang sibuk buat saya. Setelah melakukan presentasi poster di acara European Association of Psychosomatic Medicine Annual Meeting 2019 yang ulasannya saya tulis di sini Stigma Penghambat Pasien Datang Ke Psikiater, Jumat malam saya melakukan perjalanan pulang dari Rotterdam ke Jakarta untuk melakukan presentasi di Minggu pagi dengan tema "Terapi Depresi dengan Keluhan Fisik".Â
Topik ini menjadi penting untuk diulas karena seperti juga artikel saya di sini Empat Gejala Fisik Terkait Depresi ternyata banyak pasien dengan depresi sebenarnya lebih berkaitan gejalanya dengan gejala gangguan fisik.Â
Beban Depresi dan Gejala Fisik Yang Menyertainya
Gejala fisik pada pasien depresi seperti nyeri, kelelahan gangguan lambung, ketegangan otot atau alat gerak tubuh adalah sebenarnya salah satu gejala dasar pada kondisi depresi.Â
Beberapa artikel mengatakan bahwa pasien Asie lebih sering menyatakan gejala fisik sebagai keluhan dari depresinya walaupun pendapat ini masih kadang diperdebatkan.Â
Terkait dengan diagnosisnya sendiri, buku pedoman diagnosis seperti ICD-10 atau DSM 5 tidak terlalu menekankan gejala fisik (somatik) sebagai salah satu gejala penting dalam depresi, begitu juga alat ukur/skala yang sering kali ada untuk mengukur derajat depresi tidak terlalu menekankan gejala fisik sebagai salah satu keluhan utama.
Dampak dari tidak dikenalinya gejala fisik sebagai gejala depresi membawa beban yang besar dalam kehidupan dan kualitas hidup individu. Penyakit depresinya sendiri menjadi lebih parah, lebih sering berulang, memiliki ide bunuh diri yang berkepanjangan serta membebani secara ekonomi.Â
Fungsi pasien sendiri pasti akan menurun jauh serta membebani ekonomi jika pasien cenderung mencari terus pengobatan untuk gejala fisiknya yang tidak kunjung sembuh. Masalahnya gangguan fisik pada depresi sering ditemukan sebagai gejala sisa dari depresi itu sendiri.Â
Gejala fisik sendiri bisa dianggap sebagai prediksi terjadinya depresi. Dr Gerber dalam penelitiannya yang dimuat J Gen Intern Med. 1992 Mar-Apr;7 (2):170-3 mengatakan bahwa keluhan sulit tidur dan kelelahan merupakan prediktor terjadinya depresi lebih pada 60% kasus, sedangkan pasien yang sering mengeluh lebih dari tiga keluhan fisik ke dokter memiliki kemungkinan terjadinya depresi sebesar 56%.Â
Survei yang dilakukan saya sendiri kepada 936 pasien depresi di tahun 2018 juga mengatakan bahwa keluhan nyeri seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, nyeri punggung dan ketegangan otot adalah gejala fisik yang paling sering dikeluhkan.Â
Diagnosis dan Terapi Tepat Atasi Depresi dan Keluhan Fisiknya
Perlu terapi tepat untuk atasi depresi agar pasien dapat berfungsi kembali menjadi baik. Keluhan fisik yang menyertai pasien depresi atau yang malah lebih ditampilkan oleh pasien daripada keluhan psikologisnya perlu mendapatkan perhatian dari dokter baik di pelayanan spesialis maupun di pelayanan primer. Hal ini agar pasien mendapatkan diagnosis yang sesuai dan terapi yang tepat atas keluhan fisiknya.Â
Jangan sampai pasien tidak terdiagnosis kondisi depresinya karena pasien lebih fokus menceritakan masalah keluhan fisiknya daripada psikologisnya sendiri. Hal ini sering terjadi pada kasus sehari-hari karena masih banyak rasa malu yang meliputi jika pasien mengeluh keluhan psikologis.Â
Kita memahami stigma gangguan kejiwaan masih begitu kental terjadi di Indonesia bahkan di seluruh dunia sekalipun. Keluhan fisik memang lebih sering diterima daripada keluhan psikologis pada kondisi kesehatan secara umum sendiri.Â
Tentunya pengenalan gejala depresi, baik gejala fisik maupun psikologis akan membuat diagnosis yang baik dan terapi yang tepat pula. Kualitas hidup pasien juga akan menjadi lebih baik dan tujuan dari terapi yaitu kembalinya fungsi pasien akan bisa tercapai. Semoga artikel ini membantu. Salam sehat jiwa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H