psikosomatik dari USA tempat saya bernaung yaitu di American Psychosomatic Society dan Academy of Psychosomatic Medicine.Â
Saat menuliskan artikel ini saya masih berada di Rotterdam, Negeri Belanda untuk menghadiri kongres tahunan European Association of Psychosomatic Medicine (EAPM). Ini merupakan kali pertama saya menghadiri acara EAPM karena sebelumnya lebih sering mengikuti acara kongresSelain itu juga saya beberapa kali mengikuti acara International College of Psychosomatic Medicine seperti di Glasgow tahun 2015 yang mana saya mendapatkan kesempatan untuk bicara di sana sebanyak dua kali sesi termasuk membawa poster.Â
Pada kesempatan menghadiri acara-acara kongres psikosomatik seperti itu memang saya tidak lupa membawa hasil karya saya berupa laporan kasus, hasil survey, penelitian kecil atau sekedar berbagi pengalaman klinis di Indonesia bersama dengan teman-teman sejawat yang meminati hal yang sama. Kali ini di EAPM saya membawakan suatu presentasi poster berjudul "Obstacle to Consult A Psychiatrist in General Hospital".Â
Tema ini saya pilih karena belum ada penelitian di Indonesia yang memberikan gambaran tentang proses konsultasi ke psikiater dari pandangan dokter yang akan mengkonsulkan, bukan dari sisi pasiennya. Penelitian di luar mengenai hal ini pun tidak banyak.Â
Presentasi saya berkaitan dengan tema tersebut menyatakan dari 132 responden dokter yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis dan dokter spesialis konsultan, rata-rata usia responden berkisar antara 24-30 tahun (63,6%) dan 30-35 tahun (19,7%), 36-40 tahun (7,6%), ini mengartikan para dokter yang menjadi responden saya masih di usia produktif bekerja dengan rata-rata lama kerja sebagai dokter paling banyak di rentang 1-5 tahun (52,3%) dan kurang dari satu tahun (30,3%).
Stigma Masih Melekat
Ketika responden yang terdiri dari para dokter baik spesialis maupun umum ditanya tentang apa saja hambatan yang membuat mereka sulit atau tidak mengkonsulkan pasien yang seharusnya perlu mendapatkan rujukan ke dokter spesialis jiwa atau psikiater, maka jawaban mereka adalah sebagai berikut di bawah:
a. Pasien menolak untuk dikonsulkan ke psikiater (91 responden atau 71,7%)
b. Tidak ada psikiater di tempat dokter tersebut bekerja (43 responden atau 36,36%)
c. Khawatir akan mengeluarkan pengeluaran tambahan untuk konsultasi ke psikiater (24 responden atau 18,8%)
d. Dokter yang menjadi responden tidak mengenali gejala gangguan jiwa (15 responden atau 11,7%)Â
Ketika dokter yang menjadi responden ini ditanya lebih jauh terkait dengan kasus medis apa yang biasanya dikonsulkan ke psikiater, maka mereka menjawab: kasus psikosomatik, dispepsia, nyeri kepala, trauma kepala, insomnia, kanker dan penyakit kronis seperti diabetes dan stroke.Â
Responden yang merupakan para dokter ini juga menyatakan bahwa Kecemasan/Anxiety (64,4% dari jumlah responden) dan Depresi (62,6% dari jumlah responden) merupakan gejala yang paling banyak didapatkan dari pasien-pasien yang akan dikonsulkan ke psikiater.Â
Masalah lain yang biasanya dikonsulkan adalah gejala psikotik seperti halusinasi, delusi/waham, perilaku gelisah dan mengganggu, pasien yang memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya, pasien yang akan menjalani prosedur khusus yang dapat menyebabkan masalah psikologis dan juga pasien yang tidak kooperatif dalam pengobatan di rumah sakit. Â
Hasil ini tidak berbeda jauh dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Thomson dan kawan kawan pada tahun 1990 pada 200 dokter. Artinya walaupun sudah berjalan lebih dari 30 tahun, masalah stigma di kalangan dokter jiwa dan pasien masih sangat kuat.Â
Semoga hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan buat kita untuk terus dapat memberikan edukasi dan informasi yang baik terakit gangguan kejiwaan pada kondisi medis umum yang bisa terjadi pada siapa saja.Â
Hal ini menjadi penting karena kemampuan untuk memberikan terapi awal yang tepat kepada pasien akan memberikan hasil yang lebih baik daripada menundanya. Semoga artikel ini bermanfaat. Salam Sehat JiwaÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI