Saya baru saja menghadiri dan menjadi pembicara di 4th Asian Central Nervous System Summit meeting di Bangkok, Thailand. Pada kesempatan kali ini saya tidak hanya datang sebagai peserta sebagaimana ACNS pertama di Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok tahun 2013 lalu tetapi juga berkesempatan untuk menjadi pembicara untuk topik bagaimana mencegah depresi pada usia lanjut. Selain itu juga saya menjadi moderator pada acara ini berkaitan dengan tema Mental Health Issues in Asia.
Topik saya adalah sekian kecil topik yang membahas tentang bagaimana mencegah gangguan jiwa khususnya pada usia lanjut. Beberapa pembicara lain lebih fokus pada diagnosis dan terapi terbaru di bidang gangguan jiwa khususnya depresi dan gangguan cemas. Pembicara dari Asia sendiri hanya terdiri dari 3 orang yaitu Prof Kongsakon dari Thailand, Prof Kim Jae Min dari Korea Selatan dan saya sendiri. Dominasi pembicara Asia di acara seminar di Asia sendiri memang masih kurang sampai saat ini. Pembicara lain berasal dari USA, Italy, United Kingdom dan Belanda.Â
Ledakan Populasi Lanjut Usia di Asia
Presentasi saya dibuka dengan menunjukkan adanya suatu kondisi yang perlu menjadi perhatian yaitu tingginya angka populasi lanjut usia di Asia dan Global. Khususnya untuk Asia saja, tahun 2000 populasi lanjut usia yang 206.822 akan meningkat dua kali lipat di tahun 2025 menjadi 456.303 dan tiga kali lipat di tahun 2050 menjadi 857.040. Untuk Asia Tenggara sendiri populasinya di tahun 2000 berjumlah 24.355 dan menjadi dua kali lipat di tahun 2025 menjadi 57.836. Sedangkan di tahun 2050 diprediksikan akan bertambah empat kali lipat menjadi 128.958. Data ini diambil dari laporan United Nations di tahun 2001.Â
Sangat menariknya adalah pertambahan populasi lanjut usia ini hanya terjadi di benua Asia sedangkan di benua lain seperti Eropa, Amerika dan Afrika termasuk stabil sejak 1980. (Sumber : World Population Aging 2015 : Highlights.United Nation)Â
Ledakan usia populasi lanjut usia ini menimbulkan masalah terkait lanjut usia termasuk gangguan jiwa pada populasi ini yang akan mengalami peningkatan juga. Populasi gangguan jiwa pada lanjut usia menurut laporan WHO sebesar 15% dan yang terbanyak adalah depresi dan demensia. Â Â
Perbedaan Depresi Pada Lanjut Usia
Depresi adalah gangguan kejiwaan yang sangat sering dialami oleh manusia. Gejala yang berkaitan dengan suasana perasaan ini sangat mengganggu kualitas hidup dan meningkatkan risiko kematian akibat bunuh diri. Pasien yang mengalami gangguan depresi memiliki ciri dan gejala yang mengenai perasaan, pikiran dan perilaku. Gejala umum seperti rasa sedih yang berlebihan, penurunan mood, putus asa dan tiada harapan serta tidak ingin beraktifitas seperti biasa karena rasa lelah dan tidak ada keinginan bergerak yang sangat berat.Â
Pada lanjut usia gejala depresi lebih sering dikeluhkan sebagai gejala berkaitan dengan fisik seperti banyaknya keluhan fisik seperti nyeri, rasa lelah, sulit tidur dan gangguan konsentrasi. Sering gejala ini terkaburkan dengan gejala demensia sehingga tidak jarang pasien depresi pada lansia juga mengalami apa yang disebut pseudodementia atau demensia palsu karena walaupun tidak mengalami demensia tapi mengalami penurunan memori yang cukup signifikan akibat depresinya.Â
Masalah yang terkait depresi pada lanjut usia sayangnya tidak dikenali baik di pelayanan kesehatan primer dan sekunder karena masih banyaknya pendapat kalau depresi atau gangguan suasana perasaan pada lanjut usia adalah sesuatu yang wajar karena proses penuaannya. Penelitian yang dimuat di Jurnal Canadian Psychiatry, Vol49, Suppl 1, March 2004 mengatakan bahwa pasien gangguan depresi pada lansia hanya bisa dideteksi oleh dokter di pelayanan primer tidak lebih dari 51%.
Padahal prevalensi gangguan depresi lansia di pelayanan primer bisa mencapai 4.4% pada wanita dan 2.7% pada laki-laki. Selain itu faktor klasik stigma gangguan jiwa juga masih turut menghantui orang untuk mencari pertolongan untuk masalah gangguan jiwa.Â
Masalah depresi pada lanjut usia juga semakin dipersulit karena faktor terkait masalah medis yang dialami individu dan juga fisiologis yang sudah semakin berkurang fungsinya. Belum lagi penggunaan obat yang banyak pada beberapa lansia dengan penyakit yang beragam. Tidak heran jika angka kesembuhan depresi pada lansia hanya berkisar 30% saja.Â
Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati
Populasi Lanjut Usia memang akan terus meningkat terutama di Asia. Jika kita tidak mencegah masalah gangguan jiwa pada lanjut usia khususnya depresi maka akan sangat menimbulkan masalah di kemudian hari. Produktifitas yang rendah dari lanjut usia ditambah dengan masalah gangguan jiwa akan membuat kompleks penanganan dan kondisi keseharian tempat tinggal lanjut usia tersebut.Â
Beberapa faktor risiko bisa dikenali baik dan dimodifikasi baik. Saat kemarin saya presentasi, masalah faktor risiko ini menjadi lebih dapat perhatian daripada sekedar penanganan kasus-kasus depresi lansia yang sebenarnya tidak mempunyai angka kesembuhan yang terlalu baik. Faktor seperti makanan sehat, olahraga, sosialisasi, berhenti merokok dari sekarang dan tidak minum alkohol adalah hal-hal yang sebenarnya mudah dilakukan segera sejak muda.
Makanan sehat sendiri dalam seminar ini banyak dibahas terutama terkait dengan minyak ikan omega 3 yang mempunyai faktor proteksi terhadap terjadinya depresi dan gangguan perasaan lain pada individu. Sosialisasi yang baik di antara individu bukan dari sekedar jumlah kelompok yang dimiliki tetapi juga kualitas hubungan sosialisasi itu menjadi faktor utama sebagai pencegah stress atau stress buffering.
Pola hidup sehat selama ini kadang tidak menjadi perhatian utama karena dianggap hanya dilakukan jika perlu saja. Bahkan ada beberapa yang berpendapat bahwa pola hidup sehat membuat orang seperti tidak menikmati hidup.Â
Pada akhir presentasi saya mengingatkan kembali bahwa dengan prevalensi angka kejadian depresi lansia yang tinggi dan tingkat kesembuhan yang rendah, maka ada baiknya upaya pencegahan depresi sejak dini adalah salah atu yang harus lebih ditekankan. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Salam Sehat Jiwa.
[caption caption="Bersama para pembicara di ACNS Meeting saat jamuan makan malam (Foto dokumen pribadi)"][/caption]
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik Omni Hospitals Alam Sutera)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H