Mohon tunggu...
Dokter Andri Psikiater
Dokter Andri Psikiater Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Psikiater dengan kekhususan di bidang Psikosomatik Medis. Lulus Dokter&Psikiater dari FKUI. Mendapatkan pelatihan di bidang Psikosomatik dan Biopsikososial dari American Psychosomatic Society dan Academy of Psychosomatic Medicine sejak tahun 2010. Anggota dari American Psychosomatic Society dan satu-satunya psikiater Indonesia yang mendapatkan pengakuan Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine dari Academy of Psychosomatic Medicine di USA. Dosen di FK UKRIDA dan praktek di Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang (Telp.021-29779999) . Twitter : @mbahndi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Gangguan Lambung Kronis? Jangan-jangan Psikosomatik!

6 Oktober 2015   22:53 Diperbarui: 8 November 2022   18:52 2661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Shutterstock via KOMPAS.com)

Oleh: dr. Andri,SpKJ,FAPM
(Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Setahun belakangan ini sejak beberapa tulisan saya yang berkaitan tentang gangguan lambung saya terbit di Kompasiana, saya mulai sering didatangi pasien yang mengalami masalah lambung yang lama (kronis).

Beberapa di antaranya adalah rujukan dari dokter penyakit dalam ahli gastroenterologi yang memahami adanya masalah berkaitan dengan gangguan psikiatrik pada pasien-pasien gangguan lambung.

Sebelum lebih jauh maka ada baiknya saya mengawali tulisan ini dengan membedakan masalah lambung yang organik dengan yang fungsional terlebih dahulu.

Gangguan lambung organik dan fungsional

Gangguan lambung bisa dibagi secara sederhana menjadi gangguan lambung organik dan gangguan lambung fungsional. Gangguan lambung dikatakan organik jika ditemukan adanya masalah lambung yang dikaitkan dengan adanya kerusakan organik anatomis pada pasien yang mengalami masalah lambung tersebut.

Paling terkenal dalam kategori di sini adalah Peptic Ulcer atau Ulkus Lambung. Ulkus atau luka di lambung ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi.

Pemeriksaan ini biasanya dilakukan jika keluhan lambung yang membawa pasien ke dokter tidak hilang dalam dua minggu dengan pengobatan standar empiris yang biasanya diberikan berdasarkan gejala. Peradangan pada lambung atau gastritis juga sering dikaitkan dengan masalah lambung pada pasien.

Belakangan keluhan panas di dada (heart burn) dikaitkan dengan adanya gangguan refluks di lambung sampai ke kerongkongan atau dikenal dengan istilah Gastro-Esophageal Reflux Disorder (GERD). Masalah ini tentunya merupakan kompetensi seorang ahli gastroenterologis.

Kenyataannya dalam praktek dan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Gangguan lambung yang paling banyak adalah gangguan lambung fungsional.

Tiga penelitian untuk hal yang sama dari Williams tahun 1998 dengan jumlah responden 1386, Stanghellini tahun 1996 dengan jumlah responden 1057 dan Heikkinen tahun 1996 dengan jumlah responden 706, menyatakan kasus dengan keluhan dispepsia lebih dari 30% ditemukan pada kasus-kasus dispepsia fungsional daripada GERD dan Ulkus lambung.

Gejala dispepsia yang paling sering dikeluhkan adalah rasa begah setelah makan, cepat kenyang, nyeri epigastrium/ulu hati dan rasa terbakar di epigastrium.

Secara statistik lebih jauh lagi berkaitan dengan dispepsia fungsional adalah prevalensi gangguan dispesia fungsional pada orang dewasa dari berbagai penelitian terbaru berkisar antara 5%-25%. Sayangnya pasien yang mengalami gangguan dispepsia fungsional hanya sekitar 25% yang berobat.

Rata-rata kunjungan ke pelayanan primer pasien dispepsia fungsional adalah sekitar 4-5% dari populasi pasien yang berobat. Kasus dispepsia fungsional cukup erat kaitannya dengan masalah psikosomatik yang bisa dialami pasien baik sebagai salah satu tanda gejala gangguan cemas atau karena efek psikologis dari mengalami masalah dispepsia yang panjang.

Sisi Psikologis Masalah Lambung

Masalah psikologis terkait masalah lambung tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis yang mempersarafi lambung.

Secara embriologi otak dan lambung berhubungan erat satu sama lain. Hal ini tidak mengherankan karena sistem saraf enterik yang mensarafi lambung secara embriologi berasal dari bagian kepala saraf yang sama yang berhubungan langsung di otak.

Walaupun dalam perkembangan awalnya otak dan lambung arahnya berpisah tapi ada jalur yang tetap mempertahankan hubungan saling mempengaruhi di antara keduanya.

Tidak heran sistem saraf enterik ini sering disebut sebagai otak kecil. Salah satu hubungan antara lambung dan otak yang erat tergambar dalam gangguan saluran cerna fungsional.

Keluhan lambung pada pasien juga biasanya dikaitkan dengan proses motilitas atau pergerakan lambung saat ada atau tidak ada makanan serta sensitifitas lambung. Kategori Rome II sebelumnya bahkan mengatakan bahwa tipe untuk gangguan lambung fungsional dikaitkan dengan gambaran gejala seperti nyeri ulu hati dan kembung.

Model pendekatan biopsikososial yang disarankan pada kasus lambung fungsional ini juga berkaitan dengan daya adaptasi pasien, faktor genetik bawaan, faktor lingkungan dan stres yang dihadapi pasien. Sehingga penanganan kasus-kasus lambung fungsional apalagi yang kronis memerlukan juga pendekatan psikologis untuk mengatasinya.

Pengobatan Keluhan Dasar atau Penyertanya

Di awal artikel saya menyatakan bahwa terkadang masalah gangguan cemas menjadi dasar dari keluhan lambung fungsional. Untuk itulah kita perlu untuk mengobati gangguan atau masalah dasarnya.

Beberapa minggu belakangan ini saya bertemu dengan beberapa pasien yang setelah menjalani pengobatan psikiatrik selama kurang lebih dua bulan untuk keluhan lambungnya, kondisinya saat ini sudah membaik.

Pasien-pasien ini sebelumnya telah menjalani pengobatan gangguan lambungnya lebih dari 6 bulan bahkan ada yang tahunan tapi belum mencapai hasil yang maksimal.

Tentunya paling senang jika mendengar pasien mengatakan sudah bisa kembali makan makanan yang dulunya sangat dia hindari karena ketakutan akan sakit lambungnya tersebut.

Masalah lambung fungsional yang biasanya memang tidak didasari oleh kelainan organ tetap membuat pasien takut untuk makan makanan yang merangsang atau keras.

Beberapa pasien bahkan dengan inisiatif sendiri makan makanan lunak seperti bubur atau nasi tim saja walaupun kenyataannya tidak ada perubahan dalam keluhannya.

Keluhan lambung yang berkaitan dengan problem masalah psikiatrik juga perlu penanganan yang khusus. Efek samping obat antidepresan yang sering dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan lambung makin membuat pasien ketakutan jika harus mengobati masalahnya dengan antidepresan.

Tentunya dokter dan pasien perlu saling memahami bahwa ada kondisi lain yang memicu hal ini. Selama saya menangani kasus gangguan lambung fungsional yang berkaitan dengan psikosomatik, syukurlah tidak pernah saya mengalami hal seperti ini.

Jadi jangan ragu untuk berobat ke psikiater jika mengalami masalah lambung fungsional yang terus menerus dan tidak ada hasil dari pengobatan yang telah dilakukan. Mungkin masalah lambung fungsional anda terkait dengan masalah psikosomatik.

Semoga artikel ini membantu. Salam Sehat Jiwa!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun