Mohon tunggu...
Nadia Indah
Nadia Indah Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Nadia Indah Permatasari, M.Psi., Psikolog (Praktik Mandiri "Praktik Psikolog Nadia")

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

5 Stages of Grief (5 Tahap Duka)

24 Januari 2023   08:00 Diperbarui: 24 Januari 2023   08:10 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

5 Stages of Grief  (5 Tahap Duka)

By: Nadia Indah.P, M.Psi.,Psikolog

Setiap orang pasti pernah mengalami duka (kesedihan) dalam hidupnya. Duka sendiri ada banyak macamnya. Menghadapi kematian orang terdekat, kondisi diri yang tidak baik secara fisik maupun mental, kehilangan sesuatu yang dianggap berharga, kegagalan mencapai sesuatu yang diinginkan, saat kenyataan tidak sesuai ekspektasi kita, dikhianati atau terluka oleh orang yang kita percaya dan masih banyak hal lainnya yang dapat menjadi duka atau kesedihan bagi seseorang.

Menurut teori dari Kubler Ross (seorang psikiater dari Amerika), ada 5 tahap yang dilalui seseorang ketika menghadapi duka. Tahapan tersebut adalah:

  • Denial/Penyangkalan

Tahap ini adalah tahap dimana kita melakukan penyangkalan terhadap duka atau hal yang menyebabkan duka tersebut. Dalam tahap ini kita akan berpura-pura/membohongi diri seolah hal tersebut tidak pernah terjadi, sehingga kita tidak perlu merasa sedih atau berduka.

Contoh: Saat ditinggalkan oleh pasangan dan hubungan yang sudah terjalin lama harus berakhir. Kita masih belum dapat mengakui hal tersebut. Kita masih melakukan penyangkalan dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa hubungan ini belumlah berakhir, hubungan ini hanya mengalami sedikit kendala, namun hubungan ini pasti akan kembali seperti dulu lagi.

  • Anger/Kemarahan

Tahap yang kedua adalah tahap dimana kita merasakan kemarahan. Kita sudah tidak lagi bisa menyangkal atau membohongi diri terhadap hal yang memang terjadi serta duka yang terasa dan itu membuat rasa marah muncul di dalam diri kita.

Contoh: Kita sudah mengakui bahwa hubungan kita dengan pasangan memang sudah berakhir. Kita tidak lagi melakukan penyangkalan, namun atas hal tersebut kemudian muncul rasa marah di dalam diri kita. Marah atas apa yang terjadi, marah atas situasi yang tidak sesuai ekspektasi kita. Marah terhadap pasangan yang meninggalkan kita.

  • Bargaining/Tawar menawar

Di tahap ketiga ini kita akan berusaha melakukan tawar-menawar terhadap situasi yang kita alami. Kita akan memikirkan bagaimana caranya agar kita tidak perlu mengalami kedukaan atau situasi yang membuat kita sedih tadi. Pada tahapan ini usaha yang dilakukan biasanya bisa menjadi sebuah obsesi untuk mengubah situasi yang kita hadapi. Obsesi tersebut akhirnya akan memberikan dampak negatif untuk kita sendiri dan juga untuk orang lain di sekitar kita. Cara tawar menawar yang dilakukan dalam tahapan ini juga biasanya akan mengarah pada cara-cara yang negatif atau destruktif.

Contoh: Kita akan berusaha melakuakan tawar menawar dengan pasangan agar mau merubah keputusannya. Kita akan meminta, menuntut, memaksa dan berusaha agar hubungan dengan pasangan tidak harus berakhir. Kita berusaha untuk mengubah situasi yang ada agar sesuai dengan keinginan kita, yaitu hubungan dengan pasangan tidak berakhir dan terus berlanjut. Saat melakukan ini kita hanya fokus pada apa yang kita inginkan agar tidak merasakan duka tadi, kita tidak memperdulikan apa yang diinginkan, dibutuhkan pasangan. Kita juga kesulitan melihat apa yang terbaik untuk kita dan pasangan.

  • Depression/Depresi/Putus Asa

Di tahapan ini kita akan merasa putus asa. Semua usaha yang dilakukan tidak dapat membuat kita terhindar dari duka yang kita alami. Situasi kita tetap tidak berubah dan itu membuat kita merasakan kesedihan mendalam, putus asa, tidak berdaya dan tidak dapat melakukan apapun terhadap situasi kita tersebut. Pada tahapan ini kita akan merasakan keterpurukan dalam hidup kita.

 Contoh: Pada tahapan ini kita sudah tidak lagi berusaha keras memaksakan agar hubungan dengan pasangan terus berlanjut. Kita akan merasa putus asa dan kecewa. Merasakan hubungan tersebut ternyata memang harus berakhir dan tidak ada sesuatu apapun yang dapat kita lakukan untuk mengubahnya. Kenyataan tersebut akan membuat kita merasa terpuruk, tertekan dan putus asa.

  • Acceptance/Penerimaan

Pada tahapan yang terakhir ini, kita sudah bisa menerima dan berdamai dengan duka/situasi yang kita alami. Di tahap ini kita bisa melepaskan penyangkalan, kemarahan,keputusa asaan dan obsesi untuk mengubah situasi. Kita pada akhirnya bisa menerima bahwa inilah adanya situasi atau kedukaan yang kita alami. Kita sudah mulai bisa memikirkan kemungkinan bahwa seberat apapun hal yang kita alami, mungkin itu adalah yang terbaik dan memang harus kita lewati. Selanjutnya Kita akan berusaha move on dan melanjutkan hidup dengan sebaik mungkin.

Contoh: Berakhirnya hubungan dengan pasangan sudah dapat kita terima dengan baik. Tidak lagi kita sangkal, marah, memaksa untuk mengubahnya atau merasakan putus asa yang mendalam. Kita akhirnya bisa menerima bahwa bagaimana berjalannya hubungan dengan pasangan adalah sesuatu yang tidak selalu dalam kendali kita. Pilihan kita adalah berdamai dengan hal tersebut, agar kedepannya dapat melanjutkan hidup/move on dengan baik.

Itu adalah penjelasan singkat mengenai teori 5 tahap duka. Tidak selalu setiap orang pasti akan melewati 5 tahap tersebut atau secara pasti akan berurutan mengalami semua tahapannya. Setiap orang memiliki dinamika psikologis yang berbeda dan hal tersebut membuat setiap orang tidak akan selalu sama reaksinya dalam menghadapi kedukaannya. 

Teori dari Kubler Ross ini menjelaskan secara garis besar kemungkinan tahapan yang bisa saja dilalui seseorang dalam menghadapi duka. Ada orang yang mungkin mampu langsung merespon dengan tahap kelima (penerimaan) untuk menghadapi duka dan situasi yang menyebabkannya. Ada yang mungkin masih tersangkut di tahap kemarahan atau penyangkalan atau putus asa dan tawar menawar. Ada yang melewati tahap kemarahan sampai penerimaan, tanpa melewati tahap penyangkalan. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya yang mungkin tidak akan selalu sama dari tiap-tiap orang.

Tentunya tahapan terakhir yaitu tahap penerimaan adalah respon terbaik untuk menghadapi duka atau sesuatu yang tidak sesuai harapan kita. Saat kita sudah menerima, maka kita akan dapat healing dan move on dari duka tersebut. Sementara saat kita masih menyangkal, marah, berusaha mengubah atau putus asa, maka kita akan mengalami hambatan untuk bisa healing dan move on dari duka yang rasakan.

Duka atau kesedihan sendiri adalah hal yang tidak dapat kita hindari dalam hidup ini. Agar dapat menghadapi duka kita dengan baik, maka penting untuk menjaga kesehatan mental kita. Saat mental kita sehat, kita akan mampu menghadapi/merespon duka dan situasi yang menyebabkannya dengan cara-cara yang positif dan tidak destruktif.

Referensi bacaan:

https://www.psycom.net/stages-of-grief

https://jurnal.untidar.ac.id/index.php/metathesis/article/download/3700/1946

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun