"Masa sih, dirimu tidak bisa menduga? Saya saja, terkadang kagum oleh keanggunan dan kecantikan Amira!" jelas Ranti penuh arti. Memang bukan hanya aku yang bilang! Aku tersenyum dalam hati. Beberapa kali kerap terlihat oleh mataku, Gani sedang menemani Amira dan ibunya pada saat mengambil jatah makanan, dan perlengkapan toiletries.
"Ah! Jadi lupa, bagaimana kabarnya Mas Prabu, dan anak-anak, Ran? Sungguhan keluargamu kompak dan akrab ya! Tentara malah tinggal di rumah mengurusi anak-anak, sedangkan Ibunya malah 'ngurusin pengungsi" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Ranti, tergelak-gelak lucu.
Rasanya agak aneh degup jantung ku berdetak sedikit kencang, seperti ada desir halus muncul dibenakku mendadak terbayang raut wajah Amira yang sedikit tertutup selendang hijau yang menutupi kening dan separuh pipinya. Sosok anggun dan raut wajah gadis Indo-Aryan yang jelita dan polos. Sore menjelang malam tadi, sedikit cukup temaram terlihat kilatan sinar matanya menatap bola mata ku sedikit sendu.
"Bunda pikir, mereka harus diberikan kesempatan bertahap, untuk dapat menetap dan tinggal bersama kita di Jakarta." Ibu menganjurkan saran brilian.
"Saya setuju Bund! Itu atensi yang luar biasa untuk pengungsi tanpa identitas kependudukan," Sahutku penuh euforia.
"Kita harus pastikan Amira dan Ibunya, tidak berpikiran untuk melarikan diri setelah mengecap kebebasan diluar kamp pengungsian, kita ajak mereka beberapa kali tinggal di Jakarta, lalu kembali ke kamp. Setelah terbiasa, Amira kita daftarkan pada Look Academy, sekolah modeling, grooming dan akting..!" Ibu menambahkan.
Wah! Memang Aku sangat berhati-hati menjelaskan kepada Ibu bahwa Aku mencintai Amira. Ibu menganjurkan supaya Amira diberikan kesempatan untuk lebih terdidik dan berkembang. Selanjutnya bersamaku, Ibu ingin melihat apakah Amira akan lebih tulus mencintaiku? Masa kecilku di penuhi berbagai buku cerita dan kisah dongeng. Tentu saja, Aku semakin bersemangat menjalani kehidupan dan masa depanku! Ini mirip sebuah dongeng rakyat Perancis, Kisah Putri Sejati dan Kacang Polong karya Hans Christian Andersen! Cerita pendek ini hanya kisah fiktif tanpa terkait kepada orang atau lembaga tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H