Masalah penurunan keterjangkauan perumahan telah menjadi agenda politik di banyak negara selama dua dekade terakhir (Heylen, 2020). Perumahan harus dianggap sebagai sektor ekonomi yang signifikan dengan keterkaitan penting dengan keseluruhan perekonomian suatu negara (Harelimana, 2017).Â
Namun Aset pemerintah tidak boleh dilepaskan kepada masyarakat, tetapi kepemilikan dan pengelolaan tetap di tangan pemerintah daerah (Sunarti et al., 2021). The quality of government has been defined as the extent to which the state protects ownership rights at the national level (Nguyen et al., 2020).
Catatan Kritis Penyelenggaraan Perumahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 14 dan Pasal 15 memberikan kewenangan terhadap pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membatasi kewenangan daerah hanya sebatas, antara lain, penyediaan dan rehabilitasi rumah korban bencana, relokasi, atau IMB.
 Penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih menjadi urusan pemerintah pusat. Meskipun dalam Pasal 12 ayat (1) huruf D menjelaskan bahwa urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang meliputi urusan perumahan dan kawasan permukiman, namun norma tersebut tidak memberikan penjelasan tentang perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.Â
Penjelasan lebih lanjut diurai dalam lampiran D Undang-Undang Nomor 23 Tahun  2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga perubahan peraturan perundang tersebut tidak hanya berimplikasi pada kewenagan, namun juga berimplikasi perangkat daerah dan penyelenggaraan urusan bidang perumahan dan Kawasan permukiman (Syauqi, 2016).
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menjelaskan lebih detail tentang urusan pemerintahan, yaitu, bahwa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren.Â
Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota.Â
Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.
 Untuk melihat hal tersebut dengan melihat kembali Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dari aspek konkuren dan kriteria penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara konsep, konkuren adalah urusan yang dibagi habis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Ada 34 urusan pemerintahan konkuren, 6 urusan pemerintahan absolut dan urusan lainnya yang masuk kategori urusan pemerintahan umum.
 Prinsip concurrence function yang membagi secara tegas urusan Pemerintah Pusat, Daerah  Provinsi, dan Daerah Kabupaten.  Pada dasarnya, urusan pemerintahan konkuren inilah yang menjadi dasar otonomi daerah.