“Saya hargai jawaban bapak, tidak…, “ ucap saya. “Silakan lanjutkan…, “ pinta saya.
Namun, tiba-tiba Arjento mendekat ke arah saya di sebelah kiri. Dia menunjukkan video yang memang sudah dibuat; yang menceritakan tentang kehidupan kuasa jahat lewat gadget yang dimiliki. Setelah menonton video, Hendri mendekat menunjukkan firman dalam Alkitab bentuk digital di gadget yang dia bawa; Wahyu 21: 3-4 yang diikuti Arjento membuka Alkitab.
Begitu mereka akan menjelaskan, saya mendahului menyebut beberapa kasus warga yang sekarang berhadapan dengan perusahan. Saya mengambil contoh, kasus perusahaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto. “Perlu bapak tahu, saat ini sedang konsen untuk urusan rakyat di desa ini. Betapa luar biasa perusahaan limbah B3 itu membuat bencana bagi kehidupan rakyat di sana, “
“Kalau begitu pak Pry konsen di pendampingan, kami yang urusan membawa misi kebenaran, “ Arjento nada menawarkan diri.
“Wah, ini bagaimana…, “ saya menggeleng kepala. “ Agama dibuat bargaining. Agama dibuat nilai tawar. Payah pak, “ saya sambil memegang kepala. Mereka tersenyum. “Sudahlah pak, Alkitab itu untuk saya, “ saya mencoba mengalihkan perhatian supaya cepat menyudahi.
Asalnya Alkitab itu saya minta tidak boleh. Dengan nada memaksa, mereka membolehkan dan Alkitab itu diberikan kepada saya sambil berkata; bahwa hanya isi Alkitab ini saya yang benar. Sebab nama Yehuwa belum diganti. “Tidak seperti Al Kitab terbitan Lembaga Al Kitab Indonesia. Nama Yehuwa sudah diganti dengan nama Tuhan, “ katanya sambil berpamitan. Dan saya sadar Hendri merekam semua pembicaraan yang berlangsung kurang lebih satu satu itu.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H