Salam, Kompasianers!
Setelah hiatus selama beberapa waktu, saya kembali akan menuliskan mengenai topik-topik seputar dunia ilmu komunikasi.
Kali ini, saya akan membahas mengenai sebuah hal yang mesti pernah Anda dengarkan atau baca sebelumnya, yaitu multimedia.
Untuk memahami multimedia, saya akan menggunakan referensi dari sebuah penelitian oleh Dr. David Campbellberjudul Visual Storytelling in the Age of Post-Industrialist Journalism.
Secara sederhana, multimedia memiliki definisi sebagai penggabungan gambar atau foto, audio, grafik, dan teks untuk menghasilkan sebuah cerita.
Namun, makna multimedia secara khusus sifatnya adalah kontekstual. Multimedia dapat dimaknai dengan banyak versi, tergantung dengan konteks yang digunakan.
Sebagai contoh, dalam photojournalismatau jurnalisme foto, multimedia dilihat sebagai kombinasi gambar atau foto, captionatau deskripsi singkat, audio, video, infografis, dan lain-lain.
Dalam sejarah media, sebelum adanya teknologi cetak foto, foto atau gambar ditampilkan kepada audiens dengan menggunakan teknologi seperti salah satunya adalah phenakitiscope.
Phenakitiscopeadalah sebuah alat animasi yang digunakan sekitar tahun 1830, terbuat dari cakram kertas berisi bingkai.
Ketika diputar dengan kecepatan tertentu, alat ini akan menimbulkan efek animasi, sehingga gambar statis terlihat seolah bergerak.