Aku masih menatap-Mu dalam sunyi; anakku
Tak kusadari butiran air mata mengalir pada dinding pipiku
Aku merinding
Sekujur tubuhku bergetar
Kala mataku memandang-MuÂ
BergantungÂ
Tak bernyawa
Butiran peluh dan darah mengental pada tubuh-Mu
Sejenak aku tertunduk
Menyeka air mata yang terus mengalirÂ
Menahan peri yang kian menusukÂ
Jantungku seakan berhenti berdenyut
Pada jam kiamat itu
Aku ingin memeluk erat tubuh kudus-Mu
Menyeka setiap butiran darah dan pelu pada tubuh-Mu
Membalut setiap luka yang tergores
Anakku...Â
Biarkan aku ratapi kepergian-Mu
Karena peri yang tak terbendung ini
Aku tak punya kata-kataÂ
Aku hanya punya air mata
Aku menangis dalam diam
Meratapi kematian-Mu yang sadis
Derita dan air mata menyatu
Menjelma dalam tangisan pilu
Meski dalam kalut
Aku yakin anakku
Engkau tak 'kan abadi tergantung
Engkau tak 'kan abadi meninggalkanku
Dalam sunyiku
Aku terus berharap
Jika waktuku tiba
Datanglah
Jemputlah aku
Bawalah aku ke ribaan-Mu
Dan
Biarkan Derita dan air mata ini
Pergi menjauh dariku
Jakarta, 29/03/2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H