Mohon tunggu...
Pronika Saragih
Pronika Saragih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hello, saya Pronika seorang mahasiswa yang belajar menulis mengenai hal yang berkaitan dengan kimia. Semoga senang dengan tulisan saya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kromatografi Kertas Asam Amino

16 Mei 2024   21:24 Diperbarui: 16 Mei 2024   21:34 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

KROMATOGRAFI KERTAS ASAM AMINO

Pronika Saragih

Jurusan Kimia, FMIPA, Undiksha

Jl. Sahadewa No. 04

Email : pronikasaragih@gmail.com

Abstrak

Tujuan dari laporan praktikum ini adalah untuk mempelajari perbandingan koefisien distribusi (Rf) dari berbagai jenis asam amino dan, dengan menggunakan kromatografi, untuk mengidentifikasi kandungan asam amino yang terkandung pada sampel yang tidak diketahui. Metode ini menggunakan kertas kromatografi yang direndam dalam pelarut yang tepat untuk membedakan campuran asam amino. Asam amino adalah molekul organik yang memiliki peran penting dalam kehidupan. 

Dengan menggunakan teknik kromatografi, Anda dapat membedakan ciri-cirinya yang berbeda. Praktikum ini menggunakan asam amino yang umum dan menggunakan kertas kromatografi yang dicelupkan dalam pelarut tertentu untuk melihat bagaimana mereka bergerak. Hasil praktikum menunjukkan bahwa asam amino memiliki berbagai laju pergerakan, yang memungkinkan pengenalan dan analisis yang akurat. Praktikum ini dapat digunakan untuk memisahkan dan menganalisis asam amino dalam berbagai sampel bahan kimia dan biologis. 

Kata Kunci : Glisin, leusin, triptofan, koefisien distribusi

  • Pendahuluan

       Salah satu jenis kromatografi partisi, kromatografi kertas memisahkan zat berdasarkan perbedaan kelarutan dalam dua pelarut yang tidak dapat bercampur. Tekniknya cukup sederhana. Setelah campuran beberapa asam amino yang dihasilkan dari hidrolisis diterapkan pada kertas kromatografi secara bertahap pada titik tertentu (A), ujung kertas dicelupkan ke dalam pelarut tertentu. Pelarut ini akan naik selama proses kapilaritas dan membawa senyawa hidup ke dalam campuran. Asam amino yang mudah larut dalam pelarut tertentu, misalnya pelarut organik, akan naik lebih jauh daripada asam amino yang sukar larut. Kertas dikeluarkan dari pelarut setelah pelarut mencapai bagian atas atau garis akhir, dan kemudian dibiarkan kering sendiri di udara. Asam amino akan terpisah satu sama lain selama proses ini.   

        Ciri khas asam amino pada pelarut tertentu adalah harga R, yaitu b/a. Dimungkinkan untuk mengidentifikasi jenis asam amino yang diperiksa dengan menempelkan standar asam amino yang telah diketahui jenisnya pada kromatografi kertas seperti yang dilakukan di atas. Selain itu, harga R, asam amino yang ditemukan pada tabel saat ini, dapat dihitung untuk menentukan jenis asam amino (Poedjiadi, 1994). Kromatografi memisahkan campuran berdasarkan perbedaan senyawanya. Kelarutan dalam berbagai pelarut dan sifat polar adalah perbedaan yang dapat dimanfaatkan. Biasanya, kromatografi terdiri dari fase diam (fase stasioner) dan fase gerak (fase mobile). Fase gerak membawa bagian suatu campuran melalui fase diam, dan fase diam akan berikatan dengan bagian tersebut dengan tingkat afinitas yang berbeda. Tipe kromatografi yang berbeda.

 

  • Metode Percobaan 

 Praktikum titrasi formal asam amino ini dilakukan di Lab Kimia Organik Undiksha pada tanggal 5 April 2023. Alat yang digunakan dalam eksperimen ini adalah pipa kapiler, ruang kromatografi, gelas kimia 250 mL dan 100 mL, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, penggaris, gunting, pinset, dan oven pemanas. Selain itu, larutan elusi n-butanol, asam cuka, air, kertas kromatografi, larutan glisin, larutan leusin, larutan tirosin, triptofan, larutan unknown I, larutan unknown II, larutan unknown III, ninhydrin, alkohol, HCl pekat, dan fenol adalah bahan yang digunakan.

Cara Kerja

  • Pembuatan Larutan Eluen Campuran n Butanol, Asam Asetat Glasial dan Aquades 

       Ditambahkan ke 100 mililiter larutan n-butanol, 100 mililiter aquades, dan 24 mililiter asam asetat glasial ke dalam corong dan dikocok. Lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan.

  • Penyiapan Kertas Kromatografi

      Kertas kromatografi disiapkan dengan ukuran sesuai wadah kromatografi, sekitar 1,5 cm dari tepi bawah kertas yang ditandai dengan pensil.

  • Proses Kromatografi dengan Menggunakan Eluen Fenol

       Dengan menggunakan pipet kapiler, kertas kromatografi 15 x 25 cm ditotolkan dengan larutan sampel A, sampel B, metionin, triptofan, glisin, tirosin, dan leusin. Totolan berjarak 1,5 cm satu sama lain. Perlu diperhatikan bahwa tiap tetesan harus dikeringkan dengan diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum diteruskan ke tetesan berikutnya. Noda tidak boleh lebih dari 0,4 cm. Kertas tidak tersentuh jari dan tetap bersih. Untuk memungkinkan larutan elusi berjalan, kertas digantungkan dalam ruang kromatografi selama beberapa jam. Setelah larutan elusi berjalan kurang lebih 10 cm dari batas sampel, larutan elusi dihentikan dan kertas dikeluarkan dari ruang kromatografi. Setelah itu, pensil digunakan untuk menandai batas larutan dan kertas kromatografi dikeringkan pada suhu 100-105C. Setelah itu, kertas yang telah dikeringkan disemprot dengan larutan ninhidrin berikutnya.

  • Proses Kromatografi Dengan Menggunakan Eluan Campuran N-Butanol, Aquades dan Asam Glasial

       Siapkan kertas kromatografi 15 x 25 cm dan tandai tepi bawahnya dengan pensil 1,5 cm. Larutan asam amino standar dan sampel kemudian ditotolkan dengan pipet kapiler dengan jarak 1,5 cm satu sama lain. Larutan ujung terletak 2 cm dari pinggir kertas. Setelah itu, setiap tetesan harus dikeringkan terlebih dahulu, seperti dengan pengering rambut. Pastikan ada jumlah asam amino yang cukup pada kertas. Noda tidak boleh lebih besar dari 0,4 cm dalam diameter. Selain itu, pastikan kertas tidak disentuh oleh jari atau gunakan pinset. Karena ruang kromatografi telah diisi oleh uap eluen, kertas harus digantung di dalam ruang kromatografi dan dicelupkan ke tepi bawahnya dalam eluen. Ini memastikan bahwa totolan asam amino biasa dan sampel tidak terendam oleh eluen.

 

  • Hasil dan Pembahasan 

Hasil

NO

Larutan Sampel

Jarak Eluen

Jarak Noda

Warna

Rf

1

Larutan

Glisin

7 cm

2 cm

Merah

muda

0,28

cm

2

Larutan

Tirosin

7 cm

4 cm

Coklat

0,57

cm

3

Larutan

Leusin

6,5

cm

6,1

cm

Merah

muda

0,93

cm

4

Larutan

Triptofan

6,5

cm

5,4

cm

Kuning

0,83

cm

5

Unknow

n I

6,5

cm

1 cm

Merah

muda

0,15

cm

6

Unknow

n II

6,5

cm

6 cm

Merah

muda

0,92

cm

7

Unknow

n III

6,5

cm

5 cm

Kuning

0,76

cm

 

  • Pembahasan 

      Untuk membuat campuran eluen n-butanol, asam asetat glasial, dan aquades, corong pisah digunakan untuk mencampur ketiga larutan tersebut dan dikocok sehingga terbentuk campuran yang berwarna keruh. Setelah didiamkan, campuran tersebut terbentuk menjadi dua lapisan. Caquades berwama keruh menutupi lapisan atas, dan caquadesan hening tak berwama menutupi lapisan bawah. Dua lapisan ini terbentuk karena ketiga larutan tidak dapat bercampur secara sempurna. Ini terjadi karena aquades dan asam asetat, yang keduanya adalah senyawa kovalen polar, dapat bercampur secara sempurna, serta n-butanol dan asam asetat, yang keduanya merupakan senyawa organik. Sementara aquades dan n-butanol hanya dicampur sebagian, ada dua lapisan pada campuran ketika didiamkan setelah dikocok. Dalam proses pembuatan eluen ini, penambahan asam asetat dilakukan dengan tujuan untuk untuk mendistribusikan kedua pelarut yang tidak saling bercampur. Larutan n-butanol dan aquades dapat terdistribusi dalam asam asetat sehingga dengan penambahan asam asetat glasial pada perbandingan volume tertentu dapat diperoleh campuran atau larutan yang mengandung n-butanol, asam asetat dan aquades.

      Tujuan dari pengocokan adalah untuk meningkatkan distribusi antara ketiga caquadesan tersebut. Dalam hal ini, pelarut nonpolar n-butanol bertindak sebagai fase gerak, dan pelarut polar aquades (air) bertindak sebagai fase diam. Ada perbedaan distribusi asam amino yang membentuk campuran asam amino dalam fase gerak dan aquades sebagai fase diam. Akibatnya, fase diam yang teradsorpsi dilewati oleh komponen non polar dari eluen, seperti n-butanol atau fenol non polar.

       Kertas kromatografi yang digunakan harus steril. dilindungi dari kontak langsung dengan tangan, jadi gunakan penjepit atau slop tangan untuk melengkapi tangan. Sangat mungkin untuk mengganggu proses kromatografi jika tangan terhubung langsung ke kertas kromatografi. Tangan sering lembab karena tubuh mengeluarkan keringat. Karena minyak dan urea, zat organik yang terkandung dalam keringat ini, senyawa-senyawa organik tersebut mungkin ikut bemigrasi dalam fase nonpolar, atau fase gerak. Hal inilah yang dapat mempengaruhi proses dan hasil kromatografi pada akhirnya. Pertama, wadah kromatografi harus dijenuhkan dengan eluen. Ini dilakukan dengan memasukkan eluen fenol ke dalam wadah dan menutupnya. Tujuan penjenuhan adalah untuk memungkinkan kondisi ugur kromatografi berkembang lebih cepat. Ini disebabkan oleh fakta bahwa ketika udara dalam kromatografi menjadi jenuh seperti kertasnya, ketika elusi sampel dimulai, fokus akan mengelusi bagian sampel.

       Karena penotolan asam amino dan sampel pada kertas kromatografi harus memiliki diameter tidak melebihi 0,4 cm, ada kemungkinan bahwa fase gerak dan fase diamnya akan terembes. Akibatnya, warna yang terdeteksi menjadi terlalu tersebar dan mengganggu hasil pengamatan, sehingga sulit untuk menghitung harga Rf. Kertas kromatografi yang digunakan berisi larutan asam amino yang terdiri dari triptofan, leusin, tirosin, glisin, sampel A, sampel B, dan sampel C. Kemudian, kertas kromatografi yang sudah berisi larutan dimasukkan ke dalam wadah kromatografi yang telah dipenuhi dengan eluen fenol. Diusahakan agar pencelupan tidak merendam totolan asam amino, sampel, atau garis tepi yang sudah diukur. Eluen langsung merembes melalui totolan larutan yang diuji setelah kertas kromatografi dicelupkan. Rembesan cuplikan akan membawa komponen larutan yang diuji ke dalam eluen. Karena kelarutan masing-masing komponen dalam eluen berbeda, kecepatan bergerak dalam kertas juga berbeda. Setelah eluen bergerak sekitar sepuluh milimeter, pembebasan dihentikan.

      Pada langkah di mana noda diidentifikasi atau dilihat, jarak tempuh eluen ditandai dengan pensil dan kertas dikeringkan di dalam oven pada suhu 100--105 derajat Celcius. Suhu ini disebabkan oleh fakta bahwa molekul aquades akan menguap pada suhu ini. Setelah kering, larutan ninhidrin disemprotkan pada kertas kromatografi untuk memudahkan pengamatan karena ninhidrin akan menghasilkan wama saat bereaksi dengan asam amino. Namun, karena diduga masih ada molekul aquades yang teradsorpsi, semprotan ninhidrin menimbulkan warna secara tidak langsung. Ini karena ninhidrin tidak dapat bereaksi sepenuhnya dengan asam amino yang terdistribusi pada kertas kromatografi. Untuk melakukannya, kertas dikeringkan kembali di dalam oven listrik. Setelah kering, bercak-bercak ungu atau merah muda muncul, yang menunjukkan adanya asam.

      Setelah warna muncul, Rf dapat dihitung dengan membandingkan jarak yang ditempuh asam amino dengan eluen. Kemudian dapat dijelaskan bahwa dengan menggunakan selisih Rf yang paling kecil, asam amino yang dimaksud dapat ditemukan pada sampel unknown, berdasarkan tabel data hasil pengamatan. Data menunjukkan bahwa sampel I yang tidak diketahui pada eluen n-butanol, asam asetat, dan aquades memiliki nilai Rf yang sebanding dengan glisin. Sampel unknown I diduga mengandung asam amino glisin, seperti yang ditunjukkan oleh nilai Rf 0,13 antara larutan glisin dan sampel unknown I. Nilai Rf sampel tidak diketahui II sebanding dengan nilai Rf sampel larutan leusin; hasilnya adalah 0,01, yang menunjukkan bahwa sampel tidak diketahui II mungkin mengandung asam amino leusin. Nilai Rf sampel tidak diketahui III juga sebanding dengan nilai larutan triptofan; hasilnya adalah 0,07.

  • Kesimpulan

Berdasarkan diskusi tersebut, koefisien distribusi (Rf) asam amino glisin, tirosin, leusin, dan triptofan dalam eluen n-butanol, asam asetat glasial, dan aquades masing-masing 0,28, 0,57, 0,93, dan 0,83, masing-masing. Sampel yang tidak diketahui I memiliki asam amino glisin, sampel yang tidak diketahui II memiliki asam amino leusin, dan sampel yang tidak diketahui III memiliki asam amino triptofan.

  • Ucapan Terima Kasih

Saya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, praktikum ini berjalan lancar tanpa halangan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. I Nyoman Tika, M.Si.sebagai dosen pengampu di mata kuliah Praktikum Biokimia, karena telah membimbing, memotivasi, dan memberi kami arahan yang sangat baik. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. I Dewa Putu Subamia, M.Pd., laboran di Jurusan Pendidikan Kimia, yang telah membantu dalam menyiapkan alat dan bahan untuk praktikum ini.

  • Referensi

Anna Poedjiadi. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit UI Press : Jakarta.

Tika, I Nyoman. 2010. Penuntun Praktikum Biokmia. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha.

Bresnick, Stephen. 2004. Intisari Kimia Organik. Hipokrates. Jakarta.

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun