"itu ceritanya gimana? dulu padahal sempat lho berobat X ya kan, kok gitu... tapi ya sudah, takdir, yang kuat, ya, Bu..!!"
Saya juga pernah mengalami kedukaan, dan sangat tidak nyaman. Pertanyaan yang sama dari orang yang berbeda adalah salah satu pemicu ketidaknyamanan dalam kedukaan.Â
Anda sedang merasakan kesedihan mendalam, tetapi dicerca dengan dalih menghibur. Wahai Bapak Ibu, hentikanlah rasa penasaran Anda terhadap hal-hal yang tidak seharusnya Anda ketahui. Beri ruang privasi bagi keluarga yang ditinggalkan.
Lanjutan dari kelakuan masyarakat tersebut antara lain: kembali ke rombongan atau ke rumah dengan bahan obrolan baru: sebab-musabab meninggal, keanehan yang barangkali terjadi, kemungkinan-kemungkinan yang belum pasti setelah mendiang berpulang (misal meninggalkan anak/istri/suami) dan serangkaian hal yang tidak ada gunanya bagi keluarga yang berduka.
Tenggang rasa untuk mental keluarga yang ditinggalkan perlu dilakukan untuk tidak memperparah suasana hati mereka. Kehangatan adalah hal yang dibutuhkan bagi keluarga yang berduka, selain bantuan materil.Â
Dari pada bergunjing sana-sini, alangkah baiknya untuk menguatkan dengan memanjatkan doa bagi yang berpulang, dan doa agar keluarga senantiasa diberi ketabahan dan keberkahan untuk melanjutkan hidup masing-masing setelah ditinggalkan. Pembicaraan positif tanpa menggurui juga menjadi alternatif yang baik saat melayat.
***
Tidak semua orang menginginkan kepergian, tetapi kepergian adalah satu hal yang tentu akan kita lewati. Selagi kita masih berdampingan di dunia ini, tidak ada salahnya bila kita berusaha menjadi manusia yang lebih baik.Â
Mari membudayakan kembali sopan santun dan berlatih untuk menjadi lebih bermartabat dari hal-hal kecil dan sepele.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H